part 50

2.1K 197 18
                                    

Arhan terpaku masih belum percaya dengan kabar yang baru saja dia terima dari keluarga Manda. Arhan menaruh sembarangan handphonenya di atas kasur, lalu dengan cepat dia keluar kamar dan menuruni tangga menuju lantai bawah.

"Mama." Panggilan Arhan yang tidak bisa dikatakan pelan itu menggema di seluruh ruangan.

"Ma." Panggil Arhan lagi dengan lebih keras dari sebelumnya, karena tidak mendapati sosok perempuan kesayangannya disana.

"Ma." Tepat di anak tangga yang terakhir, Mama Arhan dengan jalan terpogah-pogah menghampiri anaknya.

"Kenapa Arhan? Kenapa teriak-teriak?" Wanita yang telah melahirkannya kedunia itu sudah terlihat sangat panik, takut terjadi sesuatu dengan anak sulungnya ini.

Mendapati Mamanya, dengan sedikit berlari Arhan pun langsung menerjang Mamanya dengan pelukan, dan membawa tubuh Mamanya itu berputar.
Mama Arhan tentu saja kebingungan dengan anaknya ini. Mama memegangi kepalanya, agak sedikit pusing dengan tingkah anaknya.

"Kamu ini kenapa sih." Mama mencubit pelan pinggang Arhan membuat Arhan mengaduh.

"Ma kita ke Bogor Ma, secepatnya."

"Kenapa? Ada masalah disana?" Mama sudah khawatir, takutnya supermarket mereka yang berada disana mengalami masalah besar yang mengharuskan untuk mereka segera datang secepatnya.

Arhan menggeleng disertai dengan senyum tipisnya yang membuat Mama heran dari tadi.

"Terus Kenapa?" Mama meminta penjelasan pada putra sulungnya ini.

"Lamar Manda Ma, secepatnya kalau perlu hari ini juga."

Mama tidak kalah tercengang, dia menatap Arhan barangkali anaknya ini sedang ingin mengelabuinya.

"Beneran Ma, tadi Aku udah ngomong sama Om Wira."

Mamanya melotot ke arah Arhan. Meskipun dia senang dengan kabar yang diberikan anaknya tapi disamping itu Mama Arhan juga kesal karena anaknya sebelumnya tidak ada pembahasan mengenai hal ini. Dan ujug-ujug saja malah memberi kabar untuk melamar Manda secepatnya.

"Kamu mau lamar anak orang tapi gak bilang-bilang dulu sama Mama?" Lagi-lagi tangan Mama Arum tidak tahan untuk tidak menggeplak anaknya yang berlaku seenak jidat ini.

"Ini Arhan udah bilang kan sama Mama."

"Bilang sih bilang, Han. Ya tapi gak dadakan gini juga dong." Mama Arum bersungut-sungut. Dia berbalik dan meninggalkan anaknya. Arhan tidak menyerah, dia mengikuti kemanapun Mamanya melangkah.

"Ma aku mau cepet Ma. Kalau bisa hari ini juga kita otw Bogor."

Mendengar itu Mama Arum berbalik, memelototi anaknya ini. Buru-buru sekali sih, memangnya dikira segampang itu apa.

"Ya gak bisa dong. Mama harus nyiapin seserahan dan tetek bengeknya."

"Acaranya sederhana aja Ma, biar keluarga aja yang datang. Aku maunya lamar Manda secepatnya Ma."

"Tetep gak bisa Arhan, yang namanya mau lamar anak orang ini ya harus bawa seserahan dong." Mama merotasikan bola matanya kesal. Dia jengah dengan Arhan, dikira untuk melamar anak orang hanya membawa diri saja apa.

Ya gak gitu dong tradisinya.

"Emangnya kamu udah ngomong sama Manda mau acara yang kayak apa? Jangan sampe kamu mau acara sederhana tapi Manda maunya meriah. Mending kamu telepon Manda dulu deh, tanya dia maunya gimana." Mama Arum mendorong bahu anaknya itu untuk menjauh lalu meneguk minuman yang telah di tuangkannya tadi.

Meksipun dengan wajah kesalnya, Arhan akhirnya melangkah kembali menuju kamar dan segera mendial nomor Manda.

"Halo." Suara yang terdengar malu-malu itu menyapa.

Iya Manda memang merasa masih malu untuk berbicara dengan Arhan setelah kabar yang diberikan Papanya tadi.

Entah kenapa saat mendengar suara Arhan meskipun secara tidak langsung, selalu otomatis membuat pipi Manda merona.

"Halo Manda. Lagi apa?"

"Aku lagi santai aja sih Mas, kerjaan lagi libur juga kan."

"Sebentar ya, Mama mau bicara sama kamu."

Setelah suara itu, yang bisa Manda dengar hanya suara langkah kaki yang terdengar cepat dan tidak lama suara wanita paruh baya menyapanya di sebrang sana.

"Halo Manda."

"Ah iya Tante." Manda sedikit tersentak saat mendengar suara wanita yang telah melahirkan Arhan kedunia ini.

"Ini loh Tante mau tanya, kamu mau acara yang kayak apa? Mau yang sampe dirayain gitu apa gimana?"

"Manda gak tau Tante, bingung." Ucap Manda setelah sedikit lama terdiam. Mama Arum yang mendengar itu terkekeh pelan.

"Sana kamu jauhan, jangan deket-deket Mama." Mendapati anaknya yang mendekat ingin menguping membuat Mama Arum mendorong kepala anaknya menjauh.

Arhan berdecak.

"Loud speaker Ma, Arhan juga mau denger." Pinta Arhan. Pertengkaran kecil antara anak dan ibu itu bisa didengar dengan jelas oleh Manda.

"Kok bingung sayang? Manda maunya yang kayak gimana? Kalau Arhan tadi udah Tante tanyain katanya mau yang sederhana, cuma undang keluarga aja."

"Iya kayaknya gitu aja deh, biar gak ribet."

"Tuh kan Ma, Manda pasti setuju." Mama Arum mengabaikan Arhan yang ikut menimbrung.

"Kok ribet sih? Kan namanya juga syukuran ya gak apa dong."

"Bukan gitu Tante, Manda mau yang sederhana aja."

"Biar gak lama ya?" Mama Arum rupanya jahil, ingin menggoda calon menantunya ini.

"Hm mm." Suara tawa Mama Arum sontak tidak bisa lagi dibendung saat mendengar jawaban Manda yang pelan dan malu-malu.

Arhan yang juga mendengar itu, diam-diam tersenyum penuh arti. Ternyata bukan dirinya saja yang buru-buru, Manda pun demikian.

Tidak terbayang bagimana ekspresi Manda saat menjawab tadi. Arhan menebak pasti kedua pipi yang sedikit tembam itu sudah memerah. Dan juga senyum malu-malu tersinggung di bibirnya. Jika saja Arhan ada di depan Manda, pasti Arhan tidak tahan untuk mencubit kedua pipi itu.

"Ya udah, kamu bicara sama Mama Papa ya disana. Mereka setuju apa nggak. Tante disini juga udah mulai persiapan kok. Arhan nih udah gak sabar juga katanya."

Arhan berdecak pelan. Kenapa harus dibilang juga sih Mama ini.

"Ya udah, kamu disana jaga kesehatan ya. Jangan sampai nanti pas mendekati acara malah tumbang kamunya."

Panggilan pun terputus, dan Mama Arum pun menyerahkan handphone Arhan ke pemiliknya.

"Jadi kapan Ma?"

"Astaghfirullah Arhan, yang sabar kenapa. Kamu juga belum siapin cincin kan."

"Urusan cincin gampang Ma, tinggal beli kok."

"Gak tau, orang kamu aja belum ngomong kok sama Papa malah udah tanya kapan aja."

"Jangan sampe lewat Minggu depan ya Ma. Aku maunya pas akhir pekan nanti."

Mama menepuk jidatnya sendiri. Pusing tujuh keliling menghadapi anaknya ini yang rupanya sudah sangat kebelet mau tunangan.

Perasaan Mama Arum yang dari dulu menyuruh Arhan untuk buru-buru, tidak sampai seperti ini.

"Mboh lah terserah kamu. Yang penting nanti ngomong aja sama Papa."

"Yes." Gumam Arhan penuh kemenangan, urusan Papanya itu gampang. Tidak susah bagi Arhan untuk membujuk Papanya itu.

Tidak tau saja Arhan dibalik rasa senangnya itu ada Mama Arum yang kerepotan untuk mengurus semua keperluan acara tunangannya nanti.

To be continued

Meet a MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang