Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi sosok Arhan masih belum pulang juga semenjak laki-laki itu pamit untuk membantu temannya yang sedang kecelakaan. Memberi kabar pun tidak sempat Arhan lakukan. Rencana untuk mengantar Manda kembali ke rumahnya pun urung dilakukan, berkahir dengan Manda yang harus menginap karena tidak ada yang bisa mengantarnya pulang.
Saat izin untuk menginap pada orangtuanya pun, Papa Manda awalnya terdengar ragu untuk mengizinkan. Tapi dengan bantuan dari Laudi, akhirnya Papa Manda memberi izin juga walaupun berat.
Dengan perasaan resah yang tengah dirasakannya, membuat Manda tidak kuasa untuk memejamkan matanya. Dia tidak bisa tenang sebelum Arhan pulang ke rumah.
Manda hanya berguling-guling di atas kasur. Sesekali dia melirik pada handphonenya, batang kali Arhan akan mengirimkan sebuah pesan. Tapi nihil, Arhan tidak mengirimkan pesan apapun padanya.
Suara deru mobil memasuki garasi, bisa Manda tangkap dengan jelas. Manda yakin bahwa itu adalah Arhan. Dengan sendirinya, Manda bangkit dari atas kasur dan berjalan menuju ruang tamu.
Baru Manda menginjakkan kakinya disana, pintu itu sudah terbuka dan menampilkan Arhan yang datang dengan wajah kusut juga penampilan yang tidak bisa dikatakan rapi lagi.
"Mas." Panggil Manda. Keduanya saling berpandangan.
"Maaf malam ini gak bisa antar kamu pulang." Ucap Arhan merasa bersalah.
Manda mengangguk mengerti, dia mengusap bahu Arhan pelan. Tanda bahwa dia tidak apa-apa.
"Gimana keadaan teman Mas?"
"Udah mendingan, tadi cuma kecelakaan ringan aja." Arhan meraih tangan Manda dan membawanya untuk duduk di sofa.
"Sudah izin sama Papa kamu kan?"
"Udah, tadi minta bantuan Laudi juga biar dikasih izin."
"Besok pagi saya antar pulang, sekalian mau minta maaf sama Papa kamu." Manda mengangguk. Tangan Arhan menuntun kepala Manda untuk bersandar di bahunya.
"Saya capek." Gumam Arhan. Dia memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa yang empuk.
"Mau aku pijitin?" Meskipun tidak jago, setidaknya Manda ingin sedikit meringankan beban yang ditanggung Arhan.
Arhan menggeleng pelan.
"Jangan, kamu pasti juga capek kan. Kenapa masih belum tidur?" Tangan Arhan bergerak dengan luwes mengusap-usap kepala Manda yang bersandar padanya.
"Belum ngantuk. Kepikiran Mas Arhan." Arhan terkekeh pelan. Dia sedikit memiringkan kepalanya, menghadap pada Manda.
"Mas Arhan gak ada ngasih kabar. Apalagi tadi perginya buru-buru."
"Maaf udah buat kamu khawatir." Arhan menunduk sedikit, entah karena efek lelah atau bagaimana hingga membuat dia memberanikan diri untuk mengecup kening Manda lama.
Manda juga yang terbawa suasana, tidak mengeluarkan aksi protesnya sama sekali. Malah dia menggerakkan tangannya dan mendarat dengan pasti di atas perut Arhan. Melingkar dengan indah disana.
Keduanya berada di posisi yang sama selama beberapa menit. Hingga tidak disadari bahwa kantuk sudah mulai menyerang. Keduanya memejamkan mata dan entah sejak kapan mereka akhirnya terlelap di sofa ruang tamu dengan cara berpelukan.
Adam, adik Arhan yang ingin mengambil air di dapur dengan tidak sengaja melewati ruang tamu dan dia merasakan hal yang janggal. Di pencahayaan yang remang-remang, netranya bisa menangkap dua sosok yang sedang terlelap di sana.
Dengan inisiatifnya sendiri, Adam pun mendekat pada kedua sosok yang belum diketahuinya. Sedikit kaget sebenarnya saat sudah dekat dia melihat sang kakak dan sepupu dari istrinya yang tengah terpejam dengan cara berpelukan.
Sebelum orang lain mengetahuinya dan berkahir Arhan mendapatkan peringatan dari kedua orang tua mereka, akhirnya Adam mulai menepuk-nepuk pelan bahu kakaknya.
Arhan yang dasarnya memang sensitif dengan gerakan, kini dia sedikit mulai membuka matanya. Dia menatap adiknya dengan kening yang berkerut, seolah bertanya kenapa menggangunya.
"Tidur dikamar kak. Kalau Mama Papa sampai tau habis Lo." Setelah mengatakan itu, Adam pun berjalan menuju dapur yang sempat tertunda tadi.
Beberapa detik waktu yang dibutuhkan Arhan untuk mencerna keadaan. Hingga akhirnya dia sadar bahwa ada sosok yang sejati tadi dipeluknya dan tengah memeluknya balik. Perlahan Arhan melepaskan pelukan yang terjadi antara mereka. Karena tidak tega untuk membangunkan Manda, akhirnya Arhan memilih untuk membopong tubuh mungil itu menuju kamar tamu yang ditempati Manda.
Sampainya di kamar tamu, Arhan menaruh tubuh Manda dengan perlahan. Dia menatap wajah cantik itu yang tengah terlelap dengan polosnya. Arhan tersenyum sendiri melihat pemandangan yang sangat meneduhkan untuk hatinya.
Entah kapan dia bisa menikmati pemandangan ini setiap harinya. Rasanya Arhan sudah tidak sabar untuk menantikan hari itu tiba dalam kehidupannya.
Arhan menunduk, tidak kuasa untuk menahan hasrat yang menggebu-gebu, keinginan untuk mengecup bibir merona itu semakin dalam. Akhirnya Arhan memberanikan dirinya. Meskipun setelah itu rasa bersalah menyusup dalam hatinya. Setalah cukup puas memandangi wajah Manda, Arhan menghela nafas lalu dia pun pergi dari ruangan itu.
Sampainya di perbatasan tangga menuju lantai dua, dia bertemu kembali dengan Adam.
"Nikahin Mas." Gumam adiknya itu. Mereka berdua berjalan menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai dua.
"Tunggu waktu yang pas."
"Nunggu apalagi sih Mas. Melihat kalian tadi, gue yakin kalau kalian udah sedekat itu."
"Dia masih ragu sama Gue."
Adam berdecak mendengar jawaban dari kakaknya. Akibat pengalaman kakaknya yang minim tentang urusan percintaan membuat kehidupan asmaranya terhambat.
"Makanya Mas, Lo sebagai laki-laki itu harus tegas. Kalau emang niat serius ya bilang sama Manda."
Arhan hanya mengangguk saja mendengar ucapan adiknya. Tepat di depan pintu kamar keduanya yang bersebelahan, Arhan dan Adam menghentikan langkahnya.
"Mas ingat umur, Lo gak pantas lagi buat main. Kalau Manda emang ngerti, harusnya dia bisa berpikiran kesana. Lo harus ungkapin secepatnya niat baik Lo, kalau emang Manda gak mau, Lo tau kan harus apa?"
Setelah mengatakan itu, Adam masuk kedalam kamarnya. Arhan menghela nafas berat, memang semua yang dikatakan adiknya benar adanya.
Arhan membuka pintu kamarnya sendiri dan masuk kedalam sana. Dia berjalan dengan sempoyongan dan menghempaskan dirinya diatas kasur.
Arhan ingin, sangat ingin malah untuk segera mengungkapkan niat baiknya pada Manda. Tapi di satu sisi dia juga tidak siap untuk mendengar jawaban Manda.
Arhan sangat khawatir jika Manda menolak niat baiknya. Dan yang lebih Arhan takuti adalah Manda yang akan pergi dari kehidupannya. Arhan sudah terlanjur nyaman dengan hubungan mereka yang berjalan baik sejauh ini. Tapi Arhan sadar dia bukanlah ABG yang harus berlarut-larut dalam masa pendekatan yang lama.
Memikirkan ini semua rasanya kepala Arhan menjadi panas. Arhan mengusap wajahnya kasar, dia memutuskan untuk mengguyur badannya saja untuk mendinginkan kepalanya.
Arhan berjalan dengan cepat ke kamar mandi, dan langsung menyalakan shower yang seketika itu juga membasahi tubuhnya.
To be continued
Sini sini kumpul, aku mau kasih sedikit info. Jadi aku bakal update meet a mate rutin setiap hari Sabtu ya. Gimana pada setuju kan?
Komen-komen ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet a Mate
RomanceMenjadi anak mandiri diusia yang bisa dibilang cukup muda, rupanya belum cukup membuat Mamanya puas. Diusianya yang masih menginjak 21 tahun ini, Mama Manda malah ngebet menyuruh anaknya untuk segera mencari calon suami dari pada menyelesaikan kulia...