part 23

2.2K 183 38
                                    

Manda mengambil beberapa kotak susu untuk persediannya dirumah. Dia mengambil dengan rasa yang berbeda-beda agar tidak merasa cepat bosan. Disampingnya, dengan sigap Arhan mendorong troli yang telah terisi separuh. Tadi, sebelum Arhan dan Manda on the way, Tante Heni sempat menitipkan list untuk belanja bulanan pada mereka.

Manda mencak-mencak saat itu, karena harus berbelanja dengan Arhan. Manda hanya tidak ingin mereka terlihat seperti pengantin baru yang tengah berbelanja bahan-bahan dirumah mereka. Membayangkan saja sudah berhasil membuat Manda bergidik ngeri. Apalagi sekarang hal itu menjadikan kenyataan.

"Mau beli apa lagi?" Arhan bertanya sembari mengekori setiap langkah Manda. Sepertinya barang-barang yang diminta Tante Heni sudah ada semua dalam troli.
Manda berbalik dan menunduk. Melihat-lihat apa saja yang ada didalam troli.

"Rotinya lupa." Ucap Manda, hampir saja barang wajib satu itu hampir terlupakan. Manda melangkah ke arah rak-rak yang berisi berbagai macam roti dengan merek yang berbeda-beda. Manda menelisik, lalu pilihannya jatuh pada sebuah roti yang biasa dia beli.

"Mau yang ini, aja." Manda menaruh satu roti tawar setelah melakukan pertimbangan yang memberatkannya.

"Tapi pengen yang ini juga." Manda tidak jadi untuk menaruh roti yang satunya pada rak.

"Beli dua-duanya." Saran Arhan. Dia meraih roti yang ada di tangan Manda lalu menaruhnya pada troli.

"Tapi sayang nanti kalau gak dimakan."

"Nanti saya bantu makannya." Arhan menarik tangan Manda menjauhi rak. Manda yang tidak sadar tangannya sedang digandeng oleh Arhan hanya diam saja. Coba jika Manda sadar, Arhan yakin bahwa perempuan disampingnya ini akan mencak-mencak tidak jelas.

"Apa lagi?"

"Udah semua. Bayar aja sekarang." Arhan mengangguk, dia pun mendorong troli ke arah kasir yang sudah terdapat beberapa antrian. Tangannya masih tetap menggenggam tangan Manda.

Setelah melalui beberapa antrian, akhirnya kini sudah giliran Manda dan Arhan untuk membayar. Arhan membantu mengeluarkan satu persatu barang disana dan menaruhnya di depan kasir.

"Pak Arhan." Sang kasir terlihat sedikit kaget saat melihat Arhan. Dia pun mengangguk pelan dan tersenyum ramah pada Arhan. Sebelum melanjutkan pekerjannya seperti biasa.

Arhan hanya terlihat mengangguk sekilas. Sedangkan Manda terlihat penasaran, kenapa bisa kasir itu kenal dengan Arhan? Atau jangan-jangan itu salah satu mantan Arhan lagi.

Barang-barang Manda dimasukkan satu persatu kedalam kantong belanjaan, setelah kasir mengucapkan nominal yang harus dibayar, barulah Manda mengeluarkan kartunya.

Sebelum kasir itu sempat mengambilnya, tangan Manda sudah ditepis pelan oleh Arhan. Arhan berbalik menyodorkan kartu miliknya. Sang kasir terlihat kebingungan tentu saja. Dia menatap Manda dan Arhan secara bergantian, Arhan mengeluarkan suaranya.

"Pakai punya saya." Mendengar itu, kasir langsung meraih kartu milik Arhan dan menggeseknya pada alat.

"Kenapa pakai punya kamu? Kan ini belanjaan aku semua." Manda protes saat Arhan akan memasukkan PINnya.

Arhan tidak menghiraukan, dia tetap memasukkan PIN setelahnya langsung memberikan kembali pada kasir.

"Tidak apa." Ucap Arhan setelahnya. Dia menepuk pelan puncak kepala Manda dan sedikit mengusapnya.

Manda tertegun, hanya Arhan satu-satunya laki-laki yang memperlakukan Manda seperti ini, selain ayahnya tentunya.
Manda terpaku, karena tindakan-tindakan yang dilakukan Arhan bisa dibilang mulai berani tapi malah membuat Manda nyaman.

Manda menunduk malu. Apalagi saat kasir itu kentara sekali terkejut dengan tindakan Arhan barusan. Manda menjadi lebih yakin jika kasir ini adalah salah satu mantan pacar Arhan.

"Calonnya ya pak?" Kasir tersebut bertanya sembari memberikan struk pada Arhan. Arhan hanya berdeham pelan untuk menjawabnya. Manda melotot, bukankah dengan menjawab seperti itu Arhan mengiyakan ucapan kasir tersebut ya?

Oh mungkin Arhan hanya sedang berusaha membuat mantannya cemburu, begitulah pikiran yang terlintas di otak Manda. Tapi melihat wajah kasir yang malah tersenyum, tidak ada guratan kekecewaan sama sekali malah membuat Manda semakin bingung.

Oh mungkin taktik Arhan gagal kali.

Ditangan Arhan kini sudah terdapat dua kantong besar berisi belanjaan Manda. Arhan dan Manda keluar dari supermarket, Manda sudah menawarkan bantuan untuk membawakan satu kantong tapi Arhan menolaknya.

Arhan ini ternyata gentleman sekali, tidak ingin membuat Manda kerepotan. Manda menatap ke arah depan, lebih tepatnya ke arah Arhan yang kini memunggunginya.

Bahu itu, kenapa terlihat sangat nyaman sekali jika dibuat untuk bersandar? Manda menggeleng pelan, sadar dengan apa yang telah dipikirkannya sudah diluar kendali.

Arhan memasukkan belanja Manda di bagasi mobil. Setelah selesai, barulah dia berbalik ke arah Manda.

"Temani saya kerumah teman." Bukan sebuah permintaan, melainkan sebuah pernyataan yang keluar dari mulut Arhan. Manda hanya mengangguki saja, lagian masih siang begini, Mama akan heran jika mereka sudah pulang.

Arhan mengendarai mobilnya dan berhenti di sebuah toko yang menjual perlengkapan bayi. Manda mengernyit, mau apa mereka berhenti disini?

"Kok berhenti?"

"Iya beli keperluan bayi dulu, teman saya istrinya baru lahiran." Manda ber oh saja. Dia pun mengikuti Arhan dari belakang.

Sampainya di dalam, Manda dan Arhan sama-sama kebingungan. Ayolah kedua orang ini tidak ada pengalaman tentang bayi dan sekarang malah ingin membeli perlengkapan bayi segala.

Manda menoleh ke arah Arhan.
"Mau beli apa?" Tanya Manda.

"Biasanya orang-orang bawa apa kalau jenguk bayi?" Manda menggeleng pelan. Mana dia tau, teman-teman Manda saja masih belum ada yang punya bayi.

Salah satu karyawan menghampiri mereka dan bertanya apakah ada yang bisa dibantu. Setelah mengatakan tujuan mereka, akhirnya karyawan itu merekomendasikan barang-barang yang cocok untuk bayi baru lahir.

Arhan membeli beberapa. Mereka pun akhirnya kembali masuk kedalam mobil dan akhirnya melaju menuju rumah teman Arhan.

"Yang di supermarket tadi itu mantan kamu ya?" Entah ada angin dari mana Manda malah bertanya demikian.

Arhan mengerutkan keningnya. Jujur dia agak terganggu dengan panggilan Manda padanya.

"Bukan." Arhan menjawab singkat.

"Oh aku kira mantan kamu, habisnya kok tiba-tiba kenal gitu."

"Panggilnya jangan kamu-kamu." Arhan sudah tidak tahan lagi dengan panggilan Manda, akhirnya dia pun mengeluarkan protesnya.

Manda mengernyit, ada yang salah ya memang dengan panggilan itu? Menurut Manda sih fine-fine saja, apa mungkin Arhan ingin menggunakan panggilan dengan Lo-Gue aja ya, mengingat Arhan orang Jakarta.

"Terus mau panggil apa?" Manda bertanya, laki-laki ini terlalu membingungkan untuk dipahami oleh Manda yang kadar kepekaannya tidak seberapa.

"Mas saja, terdengar lebih sopan. Saya lebih tua dari kamu." Arhan memberi solusi akhirnya.

Manda melongo, dia tidak salah dengar kan ini? Mas? Panggilan om bahkan lebih cocok untuk diucapkan Manda pada Arhan. Tapi ya Manda bisa apa jika Arhan sudah meminta seperti itu. Baiklah, mulai sekarang Manda akan membiasakan dirinya memanggil Arhan dengan sebutan Mas.

Meksipun dengan separuh hatinya.

To be continued

Bisa ga 80 vote, 20 komen?

Kalo bisa aku usahain update lebih cepat deh. Bukan apa-apa ya guys aku minta gini tuh untuk meminimalisir silent reader aja. Apalagi kan cerita ini masih lumayan baru ya dan butuh support banget.

Sekian terimakasih, semoga cepat sampai ya targetnya. See you guys

Meet a MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang