24. MASIH MARAH?

1.8K 64 4
                                    

♡  HAPPY READING ♡

***

Zearra baru saja memasuki rumahnya setelah turun dari taksi. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan orangtuanya. Mobil Ayahnya tidak ada, itu tandanya Ayahnya sedang bekerja.

Kakinya melangkah menuju dapur dan menemukan Vella yang sedang memasak di dapur.

"Bunda." panggil Zearra membuat Vella yang sedang memasak menolehkan kepalanya.

"Loh, Zea?!" kaget Vella lalu mematikan kompor dan berjalan menghampiri sang anak.

"Kok kesini nggak bil―" perkataan Vella terhenti ketika tiba-tiba Zearra memeluknya. Ia mengernyit bingung, kenapa dengan anaknya ini?

"Bundaa..." panggil Zearra dengan suara sedikit serak.

"Hei, kenapa anak Bunda?" tanya Vella sambil mengelus punggung sang anak. Zearra tak menjawab, ia masih memeluk Vella erat.

"Kamu ke kamar dulu gih. Ganti seragam kamu, habis itu cerita ke Bunda. Oke?" Zearra tampak mengangguk lalu melepaskan pelukannya.

"Zea ke kamar dulu, Bun." ucap Zearra sebelum akhirnya beranjak menaiki anak tangga dan menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Zearra langsung mengganti seragamnya dengan baju rumahan. Ia melangkah ke kasur dan merebahkan dirinya disana. Matanya terpejam, mencoba menghilangkan rasa beban yang ada.

Ceklek!

Mata Zearra terbuka ketika mendengar suara pintu yang dibuka. Ternyata Vella yang baru saja memasuki kamarnya. Ia merubah posisinya menjadi duduk ditepi ranjang.

"Anak Bunda yang paling cantik ini kenapa?" tanya Vella ketika sudah duduk disamping Zearra.

Zearra menggeleng, "Nggak apa-apa, Bun." jawabnya bohong.

"Oh iya, kok kamu kesini sendiri? Raffael mana?" pertanyaan sang Bunda kali ini membuat Zearra teringat kejadian tadi malam. Ia sedang tak ingin mendengar nama cowok itu sekarang.

Melihat Zearra yang hanya diam membuat Vella paham. "Kamu ada masalah sama Raffael?"

Zearra menatap Vella dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Detik berikutnya ia langsung memeluk sang Bunda diiringi dengan isak tangisannya.

Vella mengelus lembut punggung sang anak yang kini dalam dekapannya. Ia tahu anaknya ini pasti sedang ada masalah. Ia membiarkan dahulu Zearra menumpahkan semua tangisannya, baru setelah itu ia akan menanyakannya.

Zearra melepaskan pelukannya lalu mengusap air matanya yang tersisa menggunakan tangan.

"Udah siap cerita?" tanya Vella sambil menyelipkan anak rambut Zearra ke belakang telinga.

Zearra mengangguk lalu menngambil nafas dan menghembuskannya. Ia mulai menceritakan kejadian tadi malam kepada Vella sambil menahan rasa sesak didadanya.

Vella memeluk kembali sang anak ketika melihat Zearra kembali menangis. Ia mengerti sekarang apa masalah antara anaknya dengan Raffael.

"Zea masih nggak rela, Bun. Zea nggak bisa nerima. Kalau misal nanti Zea hamil gimana?" ucap Zearra dengan suara parau.

"Sssttt... Zeaa, anak Bunda, dengerin Bunda." Vella perlahan melepaskan pelukannya lalu merapikan anak rambut sang anak, "Oke, Raffa memang salah karena dia udah mabuk-mabukan kayak gitu. Tapi, kalian juga udah sah, jadi wajar aja dong, sayang."

Muka Zearra berubah menjadi cemberut, "Kok Bunda belain Raffa, sih? Yang anaknya Bunda, kan, Zea."

Vella terkekeh, "Bunda nggak belain Raffael, sayang."

RAFFAEL? HE IS MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang