"Ini dua bidadari ayah mau pada kemana?," Ayah yang tengah duduk di teras rumah bertanya saat Zira dan bunda keluar dari rumah dengan pakaian rapih.
"Mau kajian,yah,"ucap Bunda.
"Zira?,"pandangan ayah beralih pada putrinya. "Ikut bunda. Mumpung libur, yah,"ucap Zira.
"Ayah sendirian dong di rumah,"ucap Ayah.
"Gapapa,yah. Gak lama juga. Ayah kalau mau sarapan bunda udah masak di dalam,"ucap Bunda. Ayah mengangguk.
"Kalian naik apa perginya?,"tanya Ayah lagi.
"Motor yah,"ucap Zira. "Hati-hati bawanya, zir,"peringat ayah. Zira mengangguk.
"Bunda sama Zira pamit dulu,ya,"ucap Bunda lalu mencium punggung tangan suaminya bergantian dengan Zira.
"Pamit ayah, Assalamu'alaikum,"ucap Zira sebelum ia pergi untuk menaiki motornya.
"Assalamu'alaikum, berangkat dulu yah," Bunda Zira berucap setelah ia menaiki motor itu.
"Wa'alaikumussalam, hati-hati. Jangan ngebut bawanya, Zir"peringat ayah kembali. Zira mengacungkan jempolnya sebagai jawaban.
Zira membunyikan klakson motornya sebelum menjalankan motornya keluar rumah.
🦩
"Disini bun?,"tanya Zira setelah motornya berhenti di depan sebuah pondok pesantren.
"Iya disini. Bunda turun disini aja, kamu cari tempat parkir dulu," Bunda lalu turun dari motor yang ia tumpangi.
"Zira, bunda masuk duluan. Kamu nanti nyusul aja,"ucap Bunda. Zira mengangguk. Selepasnya ia kembali melajukan motor mencari tempat untuk di parkirkan.
Setelah menemukan tempat parkir yang memang di khususkan untuk jemaah kajian, Zira langsung memarkirkan motornya disana.
Melihat motor yang terparkir ternyata banyak juga jamaah kajian dhuha di pondok pesantren ini. Padahal kata bunda kajian dhuha di pondok ini hanya diadakan satu bulan dua kali tapi jamaah yang hadir banyak sekali.
Ini pertama kalinya Zira ikut kajian yang acaranya diadakan di pondok pesantren. Sembari berjalan ke tempat acara Zira tampak menatap bangunan-bangunan pondok pesantren yang sangat indah ini.
Matanya yang tak fokus ke arah jalanan membuat dirinya menabrak seseorang. Hingga tubuhnya yang tak seimbang membuatnya jatuh ke aspal
"Maaf saya tidak sengaja,"ucap seseorang yang bertabrakan dengan Zira.
Zira buru-buru bangkit. Untung saja tak ada orang yang lewat sehingga ia tidak malu-malu banget.
Zira menepuk-nepuk gamisnya sebelum ia melihat kepada orang yang ia tabrak, "Ini salah saya. Maafkan sa—,"ucapan itu terhenti saat melihat siapa orang yang ia tabrak.
Boleh tidak Zira minta kali ini saja untuk membuat dirinya menghilang. "Bunda, tolong Zira, malu."
🦩
"Kenapa lama banget?," Bunda langsung melontarkan pertanyaan saat Zira baru saja duduk di sebelahnya.
"Ada masalah sedikit,"ucap Zira. Mukanya seperti orang ketakutan.
"Kamu kenapa? Gak habis ketemu sama orang jahat kan?," Bunda jadi panik sendiri saat melihat putrinya seperti habis melihat setan.
Zira menggeleng, "Bener gak papa? Ngomong jangan bikin bunda khawatir,"ucap Bunda.
Zira menetralkan wajah serta nafasnya, "Gak papa bunda. Beneran," Zira meyakinkan sang bunda.
"Bener?,"tanya Bunda yang belum sepenuhnya yakin pada sang putri. Zira mengangguk mantap. "Bener bunda, Zira gak papa. Ini habis lari-lari aja bun dari parkiran takut acaranya udah mulai,"ucap Zira.
"Ngapain lari-larian. Kamu kaya habis ngelihat syaitan di waktu pagi gini tau gak. Muka panik gitu nafas ngos-ngosan kaya orang ke gep ambil kotak amal,"ucap sang Bunda.
"Jangan-jangan kamu ambil uang kotak amal ya,"tuduh Bunda. "Astagfirullah bunda kalau ngomong. Enggak ada Zira ambil uang kotak amal,bun. Ini anak bunda sendiri loh kok dikira curi uang kotak amal," ucap Zira.
"Habisnya kamu panik gitu mukanya,"ucap Bunda. Mohon maaf ini mah bun. Gimana gak panik. Ini anaknya habis nabrak orang bun. Udah mana kenal orangnya. Malu nabrak mulu,bun.
🦩
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Teen FictionMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...