{6}

949 44 0
                                    

Zira mengendarai motornya membelah jalan kota pendidikan itu. Ia nikmati udara sore hari di tanah kelahirannya. Hari ini ia dapat kelas sampe sore sehingga baru bisa pulang.

Sore itu jalanan tak terlalu ramai tapi tak terlalu lengang. Saat tengah menikmati mengendara motor di sore hari tiba-tiba seorang anak kecil berumur sekitar lima atau enam tahun melintas di hadapannya begitu saja.

Zira mengerem motornya secara mendadak. Anak kecil itu terjatuh tepat di depannya. Buru-buru Zira turun dari motornya takut ia menabrak anak itu.

"Adik gapapa?,"tanya Zira. Anak laki-laki itu mendongak tak menjawab apapun. Tatapannya menunjukkan bahwa ia tengah ketakutan.

"Kaki kamu luka. Kakak obatin dulu ya," ucap Zira saat ia menyadari bahwa lengan anak itu terluka.

"Ayo, ikut kakak. Kita minggir dulu," Zira meraih tangan anak itu. Awalnya menolak tapi akhirnya ikut juga bersama Zira.

Zira melepas tas ranselnya. Ia membuka tas itu lalu mengeluarkan kotak P3K dari dalam sana.

"Kamu kenapa lari-lari gitu? Ini kan jalan raya. Bahaya kalau lari-lari,"ucap Zira lembut. Anak itu hanya diam dan memandang lurus ke arah Zira.

Tapi tak selang lama ekspresinya berubah. Ia ketakutan dan langsung memegang tangan Zira begitu erat.

Zira merasa ada yang tidak beres. Ia menoleh ke belakang. Dua orang laki-laki dengan tubuh besar bagai preman menghampirinya.

"Kakak aku takut," anak kecil itu akhirnya mengeluarkan suara. Ia berusaha berlindung di balik tubuh Zira.

Zira menoleh padanya, "Gak papa. Ada kakak,"ucap Zira menenangkan anak kecil itu.

"Ternyata lo disini anak kecil. Lo gak bisa lari dari kita,"ucap salah satu diantara dua preman itu ketika berada di hadapan mereka.

"Masnya ada perlu apa ya?," Zira bangkit lalu menatap kedua preman itu. Anak kecil itu ikut berdiri di belakang Zira.

"Lo siapa? Gue mau ambil bocah ini," saat preman itu ingin menarik anak kecil itu Zira berusaha menghalangi.

"Ada perlu apa sama anak ini?,"tanya Zira. "Lo siapa emang? Berani-beraninya lo ikut campur,"ucap preman itu.

"Mas gak perlu tau saya siapa. Saya berani ikut campur karena dia sepertinya gak suka dan takut sama masnya,"ucap Zira.

"Minggir lo. Kasih anak itu kalau lo gak mau gue apa-apain,"ancamnya. Zira tak gentar.

"Saya gak mau,"tolak Zira. Preman itu menatap Zira dengan tatapan nyalang, "Nyali lo gede juga ya,"ucap preman itu.

"Mau main-main dia sama kita bos,"ucap temannya. Orang yang di panggil bos itu tersenyum sinis.

Plak

Tangan preman itu menampar pipi Zira hingga membuat Zira tersungkur. Rasanya begitu panas. Zira ingin menangis tapi ia tak boleh lemah.

"Kakak,"anak kecil itu menjerit ketika melihat Zira tersungkur. Air mata mengalir di kedua pipinya.

Preman itu mendekat ke arah Zira. "Boleh juga kita main-main sebentar,"ucap preman itu.

Dengan lancang preman itu menangkup wajah Zira dengan kedua tangannya. Zira memberontak. Ia coba melepaskan tapi tenaga preman itu terlalu kuat.

Anak kecil yang di tolong menjerit meminta tolong kepada orang sekitar. Preman satu lagi membekap mulut anak itu.

"Lo gak usah berisik,"ucapnya di telinga anak kecil itu. Anak kecil itu hanya diam.

"Lepasin," Zira terus memberontak. "Dilihat-lihat cantik juga. Boleh lah main-main sebentar. Mau di cium dimana dulu? Pipi? Kening? Hidung? Atau bibir? Langsung aja kali ya ke intinya,"ucapnya dengan terkekeh. Kini Zira tak bisa lagi membendung air matanya.

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang