"Umi mau kemana?,"tanya Zira saat dia baru saja turun dari tangga.
Umi menoleh, "Ke pesantren mau simakkan,"ucap umi.
Zira tersenyum ke arah umi karena ini sudah kedua kalinya umi menjawab pertanyaan yang ia lontarkan selama dua pekan ini disini.
"Zira mau ikut apa boleh? Siapa tau nanti Zira bisa bantu umi disana,"ucapnya.
"Enggak usah, umi sudah sama Najla nanti Najla bantu umi disana,"ucap umi.
Zira melirik pada perempuan yang berdiri di sebelah umi. Perempuan itu meleparkan senyum pada Zira.
"Ayo nak," ajak umi pada Najla. Najla mengangguk, "saya duluan ning, assalamu'alaikum," ucap Najla dengan sopan.
"Wa'alaikumussalam."
Kedua perempuan itu berlalu dari hadapan Zira. Zira menghembuskan nafasnya pelan.
Sampai kapan keluarga ini selalu acuh tak acuh pada dirinya. Sampai kapan Zira harus menunggu dirinya di terima dalam keluarga suaminya ini.
Zira benar-benar tidak tau apa sebabnya kedua orang tua dari sang suami bersikap seperti itu padanya. Apa dirinya telah melakukan kesalahan yang tanpa ia sadari pada mertuanya? Tapi apa?.
Zira memutuskan untuk keluar rumah untuk melihat pemandangan di luar. Zira duduk di depan teras rumah.
Fiqri masih ada kegiatan di luar yang harus dia selesaikan sehingga belum pulang ke rumah.
Saat tengah memandang pemandangan sekitar mata Zira malah menangkap satu sosok perempuan dengan wajah panik melewati depan ndalem.
Zira bangkit dari duduknya lalu memanggil perempuan itu, "dek,"ucapnya sedikit berteriak.
Perempuan itu menoleh lalu memberhentikan langkahnya. Perempuan itu menunduk saat Zira menghampirinya.
"Assalamu'alaikum,"salam Zira.
"Wa'alaikumussalam,"balasnya.
"Kamu kenapa lari-lari? Kamu tidak simakkan dengan umi? Bukannya selepas ashar santriwati harus ke aula untuk simakkan bersama umi?,"tanya Zira.
"Enggeh, mba seharusnya seperti itu tapi keadaan saya lagi gawat temen saya mba, temen saya mau bunuh diri. Ini saya mau cari ustadzah buat bantuin tolongin temen saya,"ucapnya terengah-engah.
Zira kaget mendengarnya, "bunuh diri?," tanya Zira memastikan. Apa Zira tidak salah dengar bahwa ada orang yang mau bunuh diri di lingkungan pesantren seperti ini.
"Iya mba, sekarang temen saya ada di atas pembatas gedung yang belum jadi. Dua temen saya lagi ada disana masih ngebujuk dia buat gak ngelakuin hal itu,"ucapnya.
"Kamu sama saya kita kesana,"ucap Zira. Mereka berdua pergi menuju tempat dimana teman perempuan itu berada.
🦩
"Balqis turun yuk jangan ngelakuin hal itu."
"Iya balqis, dosa kalau kamu bunuh diri. Ayo turun yuk."
"Itu mba temen saya," Zira melihatnya dan benar saja seorang perempuan tengah berdiri di ujung sana.
"Buat apa gue tetap hidup sedangkan orang tua gue aja mau pisah. Mereka egois. Mereka gak mengharapkan gue ada. Mereka jahat. Kenapa semesta begitu kejam sama gue. Semesta gak beri gue kesempatan untuk bahagia. Gak ada alasan apapun lagi kan buat gue hidup,"ucapnya tanpa menoleh pada teman-temannya.
"Siapa namanya?,"tanya Zira pada perempuan di sebelahnya.
"Balqis,mba."
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Teen FictionMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...