Tibanya Fiqri dan Zira di pesantren keduanya langsung mendapat kabar mengejutkan bahwasanya umi pingsan sewaktu menerima setoran santri.
Sepasang kekasih itu langsung menemui umi di kamarnya. "Umi, umi ndak papa? Umi sakit apa? Kita ke dokter yuk umi, "ucap Fiqri saat berada di sebelah sang umi yang kini tengah berbaring di kasur.
Umi mengusap lembut punggung tangan anak laki-laki terakhirnya itu, "Umi ndak papa, Fiq. Umi cuma kecapean aja. Udah ndak usah khawatir ya,"ucap umi.
"Beneran ndak papa umi? Gak mau ke rumah sakit aja?"tanya Fiqri lagi.
Umi tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya, "Umi udah ndak papa cuma butuh istirahat aja."
"Umi sudah makan?" Arah pandang umi kini beralih pada Zira yang berada di sebelah Fiqri.
Umi terdiam. Feeling Zira umi pasti belum mengkonsumsi apapun makanya bisa pingsan selain daripada umi yang kelelahan.
"Umi sekarang istirahat dulu saja nanti Zira buatkan bubur,"ucap Zira.
Lagi-lagi tak ada respon apapun. Untungnya Zira sudah kuat hatinya dengan sikap umi.
" Umi istirahat ya,"ucap Fiqri. Sembari mengelus punggung tangan perempuan yang telah melahirkannya laki-laki itu pun membacakan beberapa ayat al-qur'an hingga akhirnya umi tertidur.
"Kak Fiqri, Zira ke dapur dulu ya mau buat bubur untuk umi,"ucap Zira.
Fiqri menoleh, "Saya aja yang buat kamu diam disini temani umi. Saya gak mau kamu kecapean. Inget, sayang sekarang ada nyawa lain yang harus kamu jaga," ucap Fiqri.
"Zira gak cape,kak. Zira aja yang buatkan buburnya ya."
Fiqri menggeleng lalu bangkit dari duduknya, "Saya yang buat. Kamu diam disini aja jagain umi,ya. Saya gak nerima bantahan lagi," ucap Fiqri sembari menuntut Zira untuk bergantian duduk di tempat ia duduk barusan.
"Saya tinggal sebentar,ya." Fiqri berjalan keluar kamar setelah mengusap pelan kepala Nazeera.
🦋
"Umi makan bubur dulu,ya," ucap Zira sembari mengambil bubur di atas nakas.
"Fiqri mana?"tanya umi.
"Kak Fiqri lagi mandi dulu umi. Ini umi makan dulu, ya, Zira suapi."
Zira menyuapi umi dengan telaten. "Sudah, Ra," ucap umi saat suapan ke lima ingin masuk ke dalam mulut.
"Satu kali lagi umi habis itu sudah." Umi menuruti tak menolak ucapan sang menantu.
"Minum dulu sekalian minum obatnya,ya, umi," ucap Zira sembari membantu umi untuk bangun bersender di kasur.
"Makasih ya," ucap umi. Zira tersenyum, "Sama-sama,umi."
"Umi mau baring lagi?." Umi menggeleng, "Ndak usah nanti saja. Bentar lagi adzan magrib umi mau sekalian nunggu adzan saja,"ucap umi.
Suasana hening tak ada obrolan apapun. Zira seakan mati topik jika sudah berhadapan dengan ibu dari suaminya. Hingga tak berapa lama suara pintu terbuka menampilkan Fiqri yang sudah rapi dengan baju koko serta sarung dan peci hitam yang sudah berada di atas kepalanya.
"Mau ke masjid, Fiq?" tanya umi.
"Iya umi sekalian gantiin abah buat isi kajian ba'da magrib,"ucap Fiqri.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Teen FictionMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...