"Astagfirullah," Alan yang membuka pintu BEM di kejutkan dengan seseorang yang tengah tertidur di salah satu kursi dalam ruangan itu.
Alan mendekat lalu menepuk bahu sang empu, "Woy!." Yang di tepuk bahunya oleh Alan terlonjak kaget.
Ia mengucek matanya, "punya dendam kesumat apa si lo lan sama gue?,"tanya Fiqri saat mengetahui orang yang menepuk bahunya barusan adalah Alan.
"Dendam kesumat,dendam kesumat, lo ngagetin gue kalau mau tau. Gue kira lo setan tau gak,"ucap Alan.
"Lo nginep semaleman di sini? Lo gak pulang?,"tanya Alan. Fiqri membenarkan duduknya sebelum ia menjawab pertanyaan Alan itu dengan gelengan kepala.
"Heh! Kenapa gak pulang? Bokap nyokap lo gak nyariin emang?,"tanya Alan. Fiqri mengendikkan bahu. "Mulai rada-rada nih orang,"ucap Alan saat melihat Fiqri yang hanya mengendikkan bahunya.
"Tumben lo udah ke kampus? Jam berapa sekarang?,"tanya Fiqri.
"Setengah sembilan,"ucap Alan.
"Setengah sembilan? Bodoh! Kenapa lo gak bangunin gue dari tadi. Gue udah ketinggalan kelas setengah jam," Fiqri langsung bergegas membereskan barang-barang miliknya yang ada di meja memasukkan ke dalam tas begitu saja.
Ia bangkit dari tempat duduknya sembari menyampirkan tasnya di pundak sebelah kiri.
Alan yang melihatnya hanya bisa menatap dengan mulut menganga. "Gue ke kelas dulu, Assalamu'alaikum," Fiqri lalu bergegas keluar dari ruangan itu.
"Wa'alaikumussalam,"ucap Alan ia lalu menggelengkan kepala melihat tingkah temannya yang satu itu.
"Gue yang di salahin lagi. Mana tau gue kalau dia nginep semalaman di kampus. Dasar manusia,manusia,"ucap Alan.
"Eh tapi tunggu bentar, si Fiqri masuk kelas beneran? Dia belum mandi pasti kan? Terus tadi dia bilang telat udah setengah jam, gede juga nyalinya masuk kelas. Kenapa gak bolos aja ya, udah lah sakarep dia dewek."
🦩
"Aman lo tadi fiq masuk kelas?,"tanya Alan sembari menuangkan saos ke dalam mangkok baksonya.
Kali ini mereka tengah berada di kantin kampus setelah selesai dengan kelas masing-masing.
"Aman apaan? Habis kena omelan dosen gue untung masih boleh masuk kelas."
Alan terkekeh, "Lagi lo rada-rada telat udah setengah jam malah pergi ke kelas gimana dosen gak marah udah gitu gak mandi lagi. Sholat subuh gak tuh?,"tanya Alan.
"Sholat tapi gue tidur lagi ya bangun-bangun pas lo ngagetin gue,"ucap Fiqri.
"Lo lagi ada masalah ya Fiq sampai semaleman tidur di kampus?,"tanya Alan.
"Gak ada apa-apa,"ucap Fiqri setelah ia menyesap minuman yang ia pesan.
"Gak usah bohong deh lo. Gue tau lo kalau lagi ada masalah kaya apa,"ucap Alan. Fiqri justru diam.
"Perjodohan?,"tanya Alan saat Fiqri tak kunjung mengeluarkan suara. Fiqri bergumam sambil memasukkan sesendok nasi dan lauknya ke dalam mulut.
"Yailah, kenapa sama perjodohan lo? Gak kelar-kelar tuh masalah jodoh-menjodohkan,"ucap Alan.
"Gue termasuk dosa gak si, lan kalau gue nolak perjodohan itu?,"tanya Fiqri.
"Lo lebih tau jawabannya dari pada gue. Tapi kalau menurut gue ya kalau emang lo gak mau sama perjodohan itu bilang sama orang tua lo. Gimana enaknya lo aja dah kalau itu. Kalau lo bisa dan lo yakin buat ngejalaninnya ya gak ada salahnya juga lo nuruti perintah orang tua lo, malah bagus. Tapi kalau justru lo ngerasa gak bisa dan diri lo juga gak bahagia ya lebih baik lo tolak daripada nantinya lo nyakitin banyak hati,"ucap Alan.
"Bukannya kalau gue nolak perjodohan itu berarti gue juga menyakiti banyak hati ya?,"tanya Fiqri. Alan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Ya, kalau itu gak tau ya. Gimana baiknya menurut lo aja dah, fiq. Gak bisa ngasih pendapat gue kalau begini. Rumit,"ucap Alan.
"Sejak kapan lo gak balik ke rumah?,"tanya Alan.
"Dua hari kayanya,"ucap Fiqri tanpa berdosa.
"Gila lo! Dua hari gak balik? Heh! Bokap nyokap lo gak nyariin emang?,"tanya Alan. Fiqri acuk tak acuh, "Handphone gue mati total jadi gak tau kabar apa-apa," fiqri menjawab pertanyaan Alan.
"Pantes gue chat lo gak di bales. Lo tidur dimana aja dua hari gak balik?,"tanya Alan.
"Malam abis perjodohan itu gue pergi ke rumah abang terakhir gue tidur disana dan ya hari kedua gue tidur di ruang BEM,"ucap Fiqri.
"Jadi pas habis rapat BEM itu lo gak pulang?,"tanya Alan. Fiqri menjawabnya dengan gelengan kepala.
"Ajegile lo Fiq. Balik lo habis ini. Gak baik bikin orang tua khawatir. Gue yakin orang tua lo nyariin lo,"ucap Alan. Begitulah Alan ketika lagi mode benar.
"Balik lo ya habis selesai semua tugas di kampus. Kalau gue temuin lo tidur di ruang BEM lagi dan gak balik ke rumah gue seret-seret biarin dari kampus sampe rumah lo,"ancam Alan. Fiqri hanya berdehem.
"Kalau lo punya masalah jangan di biarin lama-lama karena tuh masalah gak bakal kelar kalau lo gak hadapi,"ucap Alan lagi-lagi Fiqri hanya menanggapi dengan deheman.
"Faham apa yang gue ngomongin kan Fiq? Jangan cuma ham hem doang," Alan jengkel dengan temannya satu ini yang sedari tadi cuma berdehem doang.
"Iya faham gue faham lan,"ucap Fiqri. Alan menyunggingkan sebelah sudut bibirnya, "bagus,"ucap Alan sambil menunjukkan ibu jarinya di depan wajah Fiqri.
Fiqri langsung menepis tangan Alan dari depan wajahnya. "Ayo ke tempat eksekusi udah di cariin pak ketu nih,"ucap Alan saat ia membaca chat yang masuk dalam handphonenya.
"Bahasa lo tinggi juga. Eksekusi berasa mau di hukum mati,"ucap Fiqri.
"Biar kelihatan anak hukumnya kan kece ya nggak ya nggak?," tanya Alan sambil menaik turunkan alisnya.
"Seterah lo, lan. Sebahagia lo aja dah,"ucap Fiqri sebelum ia meminum minumannya sampai habis tak tersisa.
"Ayo,"ucap Fiqri lalu berdiri dari duduknya. Alan yang sudah menyelesaikan makan dan minumnya pun berdiri.
Mereka langsung berjalan ke luar kantin dan pergi menuju tempat eksekusi—kata Alan.
🦩
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Teen FictionMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...