{11}

797 37 0
                                    

Tiga hari fiqri memantapkan hati. Istikharah ia lakukan untuk meminta petunjuk dari sang pemilik hati. Hati ia kuatkan ketika jawaban itu di dapatkan.

Malam ini fiqri bersiap menghadap abahnya untuk mengutarakan keinginan hati yang sudah terpendam dari jauh-jauh hari.

Selepas memunaikan sholat isya fiqri dan abah langsung pulang ke rumah. Tak ada jadwal ngaji yang abah isi untuk malam ini sehingga abah memutuskan untuk kembali ke rumah dengan fiqri.

Di pertengahan jalan pulang fiqri membuka suara. Memecah keheningan yang ada diantara dirinya dan abah.

"Abah, nanti fiqri mau ada yang diomongin sama abah dan umi. Abah ada waktu?,"tanya fiqri.

"Mau ngomong apa, fiq? Kenapa ndak ngomong sekarang saja?,"tanya abah.

"Ndak apa,bah. Ngomong di rumah saja sekalian sama umi,"ucap fiqri.

"Penting sekali sepertinya, fiq,"ucap abah. Fiqri hanya mengulum senyum tipis. Selepas itu hanya obrolan-obrolan kecil yang mengisi perjalan pulang ke rumah hingga akhirnya mereka tiba di depan rumah.

"Ada tamu sepertinya, bah," ucap fiqri ketika melihat mobil terparkir di depan rumah. Saat di perhatikan lebih dalam fiqri tidak asing dengan mobil ini.

Abah melihat ke arah mobil yang terparkir di halaman rumah. "Ya Allah, abah lupa. Malam ini kyai Hanan sama keluarganya datang ke rumah,"ucap abah.

Abah bergegas masuk ke dalam rumah. Setibanya di ruang tamu pandangan abah menangkap sosok kyai Hanan dan keluarga ada di sana di temani sang istri.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Ya Allah gus, maaf saya lupa. Njenengan udah lama di sini?,"tanya abah menyalami kyai Hanan.

"Ndak kok gus baru lima menit sampai," ucap kyai Hanan yang berdiri menyalami abah.

Abah tersenyum ramah pada istri dan anak kyai Hanan yang ikut berdiri.

"Duduk-duduk,"ucap abah. Mereka duduk kembali.

"Fiq, sini nak,"ucap abah kepada Fiqri yang baru saja menyalami kyai Hanan.

Fiqri menurut. Ia duduk di sebelah abah. Umi pun sudah hadir dari tadi di sana, duduk di sebelah istri dan putri kyai Hanan.

"Bagaimana gus ini langsung saja di bicarakan?,"tanya abah. Kyai Hanan mengangguk, "langsung saja mumpung anak-anaknya ikut kumpul disini."

"Baiklah, untuk semuanya terkhusus untuk putra dan putri kami gus Fiqri dan ning Najla, kami sebagai kedua orang tua kalian sudah sepakat untuk menjodohkan kalian berdua. Kami sebagai kedua orang tua pun berharap agar kalian sepakat dengan perjodohan ini. Bagaimana fiq? Ning Najla?,"tanya abah.

Yang di tanya bungkam. Fiqri sudah menduga pembicaraan ini akan merujuk pada masalah ini.

"Bagaimana Najla?,"tanya kyai Hanan pada putrinya yang tengah tertunduk malu. Senyum tipis terukir di bibirnya.

"Najla ngikut saja,abi. Insyaallah Najla siap jika harus di jodohkan,"ucap Najla yang masih tertunduk malu-malu.

"Fiq, kamu bagaimana?,"tanya abah bergantian.

Fiqri memejamkan mata sebentar. Ia menguatkan tekad bahwa apa yang ia ucapkan nanti sebagai jawaban yang tepat.

"Maaf abah, Fiqri tidak bisa menerima perjodohan ini,"ucap Fiqri dengan mantap.

Raut wajah abah berubah, "maksud kamu bagaimana?,"tanya abah.

"Maaf abah. Sebetulnya ini yang tadi mau Fiqri bicarakan dengan abah juga umi. Fiqri mau izin untuk mengkhitbah seseorang yang sudah membuat hati Fiqri jatuh padanya maka dari itu Fiqri tidak bisa menerima perjodohan ini,"ucap Fiqri.

"Kamu pacaran?,"tanya abah. Fiqri menggeleng keras, "Jatuh cinta gak harus pacaran kan,bah? Fiqri ndak mau lama-lama memupuk dosa karena Fiqri terus memikirkan seseorang yang haram bagi Fiqri. Maka dari itu Fiqri ingin meminta izin untuk mengkhitbah perempuan yang Fiqri cintai,"ucap Fiqri.

"Kenapa tidak mencoba dulu untuk menerima perjodohan ini? Abah yakin pasti kamu dan ning Najla menemukan kecocokan satu sama lain. Untuk rasa cinta pasti akan tumbuh seiring berjalan waktu nantinya,"ucap abah yang masih kekeh dengan keinginannya.

"Fiqri tidak mau menyakiti hati Najla,bah,"ucap Fiqri.

"Sekali lagi Fiqri mohon maaf kepada semuanya. Fiqri tidak bisa menerima perjodohan ini. Fiqri benar-benar minta maaf. Fiqri permisi, assalamu'alaikum," Fiqri beranjak dari sana pergi menuju kamarnya.

Fiqri tau ia sedikit tidak sopan karena ia beranjak duluan begitu saja tapi Fiqri juga tidak ingin di paksa kembali oleh abah untuk menerima perjodohan yang di buat oleh orang tuanya.

"Fiqri!."

🦩

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang