Hari ini Fiqri memutuskan pulang ke rumah setelah tugas di kampus selesai. Sebelum ia balik ia melipir ke sebuah cafè langganannya.
Suasana sore ini dalam cafè sangat ramai. Seseorang datang ke arah Fiqri, "Assakamu'alaikum bro. Baru keliatan lagi nih,"ucap Ganta—teman Fiqri sekolah saat di Uzbekistan. Selain itu Ganta juga pemilik dari cafè ini.
Fiqri membalas jabatan tangan Genta, "Wa'alaikumussalam. Iya nih lagi lumayan sibuk sama kuliah,"ucap Fiqri.
"Mahasiswa beda,"ucap Genta lalu mereka berdua terkekeh.
"Gue kesana dulu ya. Ada temennya bokap soalnya lagi mampir kesini gak enak kalau gak di temuin,"ucap Genta. Fiqri mengangguk.
"Gue duluan. Pesen aja yang lo mau tapi jangan lupa bayar gue lagi gak buka gratisan soalnya,"ucap Genta bercanda. Fiqri tersenyum menanggapinya.
Genta menepuk bahu Fiqri sebelum ia pergi. Fiqri mengangguk mempersilakan. Selepasnya Fiqri mencari kursi yang kosong.
"Sorry, boleh gue duduk disini? Tempat duduk lain sudah penuh soalnya hanya tersisa satu disini,"ucap Fiqri yang akhirnya menemukan satu bangku kosong dekat jendela.
Perempuan yang tengah fokus dengan laptopnya itu melihat ke arah Fiqri. Keduanya sama-sama terkejut saat mengetahui lawan bicaranya tapi tak mereka tunjukkan secara nyata.
Perempuan itu memandang ke arah sekitar. Benar, ternyata kursi cafè ini sudah penuh.
Perempuan itu mengangguk, "Silakan,kak,"ucapnya mempersilakan.
Selepas itu ia kembali lagi fokus pada laptopnya. Fiqri yang sudah duduk pun langsung memanggil waiters untuk memesan minuman.
"Iya mas, mau pesen apa?,"tanya seorang waiters padanya.
"Machiattonya satu ya mbak,"ucap Fiqri. Waiters tersebut langsung mencatat pesanan Fiqri.
"Ada lagi mas?,"tanyanya. Fiqri menggeleng, "itu saja,mbak,"ucap Fiqri.
"Baik di tunggu ya mas,"ucap waiters tersebut setelah itu ia berlalu dari hadapan Fiqri.
Fiqri meraih tasnya lalu mengambil buku yang akhir-akhir ini sedang ia sukai. Sembari menunggu lebih baik ia membaca buku.
"Suka machiatto juga kak?," Fiqri yang baru saja ingin membuka bukunya langsung menghentikan pergerakan.
"Lumayan,"ucap Fiqri. Perempuan dihadapan Fiqri menganggukkan kepala.
"Kak Fiqri kan ya?,"tanyanya.
"Iya, kenapa?,"tanya Fiqri. Zira menggeleng. Ya, perempuan yang ada di seberang Fiqri saat ini adalah Nazeera.
Selepas itu tak ada obrolan apapun lagi. Zira sibuk dengan laptop dan tugasnya sedangkan Fiqri sibuk dengan buku yang dibacanya.
Tak lama pesanan Fiqri pun datang, "Ini mas pesanannya,"ucap sang waiters sambil meletakkan pesanan Fiqri diatas meja.
"Terimakasih,"ucap Fiqri. Waiters itu mengangguk lalu ia kembali untuk bekerja kembali.
Zira menghentikkan gerakan tangannya yang tengah berselancar di papan ketik laptopnya.
Ia meraih totebag miliknya lalu mengambil secarik kertas dan alat tulis dari dalam sana.
Bukannya lanjut mengerjakan tugas tangannya malah sibuk sekarang menari-nari di selembar kertas putih itu.
Saat tengah memberi sentuhan akhir pada kertas tersebut handphone milik Zira berdering.
Nama bunda terpampang jelas disana. Tanpa berlama-lama ia langsung mengangkat telfon itu.
"Iya, Assalamu'alaikum bunda," salam Zira membuka pembicaraan tersebut.
"Iya-iya bunda, Zira pulang sekarang,"ucapnya membalas omongan bunda.
"Iya, bunda. Zira tutup ya, Wassalamu'alaikum,"ucap Zira menutup panggilan itu.
Sebelum ia benar-benar membereskan barangnya ia lebih dulu menyelesaikan sesuatu yang sedikit lagi selesai.
Saat merasa sudah menyelesaikan itu Zira langsung membereskan barangnya. Kursi di dorong sedikit yang membuat Fiqri mendongakkan kepala.
"Saya pamit duluan ya kak, Assalamu'alaikum,"ucapnya.
"Wa'alaikumussalam," Fiqri membalas salam itu.
Zira melangkahkan kaki pergi keluar cafè tersebut dengan tergesa-gesa. Fiqri melihatnya sampai hilang di balik pintu cafè. Tak ada yang tau sedari tadi ada sesuatu yang di pendam dalam dirinya ketika ia duduk bersebrangan seperti ini dengan Zira.
What's wrong with your heart,fiq?.
Fiqri benar-benar merapalkan istighfar berkali-kali dalam hati. Rasanya tidak baik seperti ini.
Fiqri meraih gelas minuman yang ada di meja. Saat ingin mengambil gelas itu matanya tak sengaja melihat sebuah kertas yang di letakkan di meja tempat dimana Zira duduk tadi.
Penasaran dengan kertas itu akhirnya Fiqri meraihnya. Sebuah arsiran yang sangat bagus terpampang di kertas itu. Ada rangkaian kata dalam kertas itu. Fiqri mengukir senyumnya saat membaca kata-kata yang terangkai dalam kertas tersebut. Singkat namun punya arti yang mendalam.
Saat memperhatikan lebih dalam gambar itu kenapa Fiqri merasa de javu sendiri. Kenapa gambar ini mirip seperti..... aishh.
Senyum di bibir Fiqri tak luntur sama sekali justru semakin mengembang. Kenapa bisa perempuan itu terfikir untuk membuat ini.
"Seenggak sadar itu ternyata ya saya. Tunggu pembalasan saya, saya sedang berjuang untuk bisa membalas kamu,"gumam Fiqri dalam hati.
🦩
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Teen FictionMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...