Entah semalam Zira tidur jam berapa yang Zira ingat semalam ia menunggu balasan pesan dari Fiqri hingga tak sadar bahwa dirinya sampai ketiduran di sofa dan tidak mengganti gamisnya saat itu.
Selepas umi berkata bahwa foto itu di kirim pada Fiqri hati Zira benar-benar tak tenang. Ia takut Fiqri marah padanya dan juga ikut salah paham dengan foto itu.
Pesan yang Zira kirim dari semalam belum ada balasan apapun hingga siang hari. Panggilan telfon yang ia lakukan juga tak diangkat dan itu berhasil membuat hati Zira semakin tak tenang. Selama pembelajaran di kelas pun fikirannya tak bisa fokus mendengar apa yang di paparkan oleh sang dosen di depan kelas.
Fiqri akan pulang hari ini setelah lima hari di demak hingga karena itu Zira yang baru selesai kelas beberapa menit sebelum adzan dzuhur langsung buru-buru keluar dari kelasnya setelah dosen yang mengajarnya keluar.
Perempuan itu langsung mecari ojek untuk mengantarnya pulang ke pesantren. Ojek yang ia pesan dari sebuah aplikasi dalam handphonenya akhirnya tiba. Zira langsung menaikinya, ia cuma beraharap Fiqri belum tiba di rumah sebelum ia lebih dulu di sana.
Harapan itu hilang, saat ia tiba di pesantren sebuah mobil milik ayah mertuanya sudah terparkir rapi di depan ndalem.
Perempuan itu masuk ke dalam setelah mengucap salam. Zira bisa melihat ada beberapa orang yang duduk di sofa ketika langkah kakinya tiba di ruang tamu.
Semua orang yang berada di ruang tamu menjawab salam lalu menoleh pada perempuan yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Sudah adzan kita sholat dulu, tidak baik menunda-nunda sholat,"ucap umi.
Padahal saat itu Zira baru saja ingin menyalami mereka satu per satu tapi semua gerakan itu tertahan sebab ucapan yang terlontar dari mulut umi.
"Abah sama Fiqri sholat di masjid atau di rumah?,"tanya umi.
"Abah ke masjid saja umi,"ucap Abah.
"Fiqri ikut abah sholat di masjid,"ucap Fiqri.
"Yowes ganti baju dulu baru ke masjid," kedua laki-laki itu mengangguk.
"Najla nanti juga ikut umi kita sholat di mushola asrama putri ya,"ucap umi pada perempuan yang duduk di sebelahnya.
"Enggeh,umi," Najla berucap sambil tersenyum manis ke arah umi.
Zira yang masih berdiri di sana benar-benar nyeri mendengar umi yang mengajak Najla tanpa mengikut sertakan dirinya. Zira benar-benar hanya bayangan yang tidak di anggap keberadaannya.
Zira menatap sang suami yang beranjak paling terakhir dari ruang tamu, "Kak Fiqri," suara Zira memanggil suaminya yang ingin beranjak menuju kamar.
Fiqri menatapnya lalu berlalu pergi begitu saja meninggalkan Zira. Perempuan itu tertunduk lesu. Sepertinya Fiqri ikut salah paham dengan foto yang di kirimkan oleh umi.
Zira menyusul Fiqri ke kamar. Ia harus menjelaskan pada suaminya bahwa itu hanya salah paham yang harus di luruskan.
Setibanya di kamar Zira melihat Fiqri yang tengah mengambil baju ganti di dalam lemari.
"Kak," usahanya belum berhasil juga. Fiqri tak merespon ucapannya.
"Kak Fiqri marah sama Zira? Marah karena foto yang di kirim umi? Foto itu salah paham kak, zira bisa jelaskan," Zira berucap setelah mencegah jalan Fiqri untuk menuju kamar mandi.
"Minggir, saya sedang buru-buru nanti keburu iqomah,"ucap Fiqri.
Zira mengalah, ia membiarkan Fiqri untuk berganti baju. Perempuan itu menghembuskan nafas mungkin usahanya akan ia lanjutkan setelah Fiqri kembali dari masjid.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Fiksi RemajaMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...