Motor yang di kendarai Fiqri berhenti di depan gerbang sebuah rumah tingkat dua.
Fiqri menekan bel yang berada di sebelah kanan pagar tersebut. Tak perlu lama pintu sang tuan rumah terbuka.
"Fiqri,"ucap seorang tersebut saat melihat Fiqri di depan gerbang.
"Assalamu'alaikum,"ucap Fiqri saat gerbang itu di buka oleh sang tuan.
"Wa'alaikumussalam, masuk-masuk, fiq,"ucap pemilik rumah mempersilakan Rifqi untuk masuk.
Fiqri memasukkan motornya ke halaman rumah. Selepas itu mereka masuk ke dalam rumah tersebut.
"Duduk,fiq," Fiqri duduk di sofa ruang tamu saat di persilakan duduk.
"Ada apa, fiq? Tumben malam-malam kesini," Yusuf membuka suara ketika ia duduk berhadapan dengan sang adik.
Ya, tempat yang Fiqri pijakkan sekarang adalah tempat Yusuf. Entah kenapa hatinya memilih untuk pergi ke tempat mas nya yang satu ini.
"Mas, ada tamu?" istri Yusuf—Najwa, turun dari tangga lalu berjalan ke arah mereka.
"Fiqri?,"ucap Najwa saat melihat Fiqri yang duduk di ruang tamu bersama suaminya.
Fiqri tersenyum tipis, "mba,"sapanya.
"Maaf Fiqri ganggu mas Yusuf sama mba Najwa malam-malam gini,"ucap Fiqri tak enak hati.
"Ndak fiq ndak ganggu kok,"ucap Najwa. "Mba ke dapur dulu ya buatkan minum,"ucap Najwa lagi.
"Humey sama aku aja,sayang,"ucap Yusuf lalu mengambil alih Humey yang tengah di gendong istrinya.
Najwa lalu pergi ke dapur menyisakan mereka berdua di ruang tamu.
"Ada apa fiq malam-malam kemari?,"tanya Yusuf. Fiqri tak menjawab apapun dia hanya diam begitu saja.
Melihat itu Yusuf tau bahwa adiknya tengah menyimpan sesuatu.
"Fiq,"panggil mas Yusuf. "Ada apa? Lagi ada masalah?,"tanya Yusuf lagi.
"Abah,mas,"ucap Fiqri. Yusuf mengernyitkan dahinya, "ada apa dengan abah?,"tanya Yusuf.
"Perjodohan," satu kata yang membuat Yusuf faham apa yang membuat adiknya itu datang kemari.
"Perjodohan mu dengan putri kyai Hanan?,"tanya Yusuf tepat sasaran saat Fiqri menganggukkan kepalanya.
"Keluarga kyai Hanan datang ke rumah tadi. Abah dan kyai Hanan langsung bahas soal perjodohan itu. Ning Najla menerimanya."
"Ning Najla menerimanya lalu kamu?,"tanya Yusuf.
"Fiqri menolak. Fiqri ndak mau dengan perjodohan itu. Akhirnya Fiqri tinggalin perkumpulan itu."
"Kamu tinggalin gitu aja? Kok gitu fiq? Kamu tau itu ndak sopan apalagi dalam perkumpulan itu ada kyai fiq,"ucap Yusuf.
"Fiqri tau kalau Fiqri ndak sopan. Tapi satu sisi jika Fiqri terus menerus di sana abah pasti terus bujuk dan maksa Fiqri buat nerima perjodohan itu apalagi ning Najla setuju sama perjodohan tersebut,"
"Fiqri ndak tau harus gimana mas. Fiqri lelah dengan segala keegoisan abah yang di selimuti dengan alasan untuk kebaikan Fiqri. Fiqri satu kali ini saja ndak manut sama perintah abah berasa kaya Fiqri ndak manut sama seluruh perintah abah. Sekurang manut itu ya Fiqri sama abah,mas?,"tanya Fiqri.
Kini Yusuf yang terdiam tak tau harus menanggapi seperti apa. Masalah Fiqri lebih pelik dari apa yang telah ia alami dulu ternyata.
Dalam keheningan itu suara Najwa menguar di udara. Najwa datang dengan nampan yang berisi minuman.
"Silakan di minum,"ucap Najwa ia lalu duduk di sebelah suaminya.
"Makasih,mba,"ucap Fiqri.
"Humey sini sama umma,"ucap Najwa lalu mengambil alih Humey kembali dari suaminya.
"Ndak, fiq. Kamu sudah manut sama abah dan umi cuma terkadang orang tua kan ingin terbaik buat anaknya."
"Dengan cara memaksa Fiqri untuk menerima perjodohan itu? Itu yang di sebut baik? Fiqri juga ingin menentukan jalan hidup Fiqri sendiri,mas,"ucap Fiqri.
"Mas pernah bilang sama Fiqri kan? Kalau emang Fiqri mau nentuin jalan hidup Fiqri sendiri buktiin sama abah dan umi. Buktiin kalau misalkan Fiqri bisa buat nentuin hidup Fiqri,"ucap mas Yusuf.
"Tapi satu yang harus kamu tau, Fiq. Saat kamu berani buat tidak ikut dengan perintah abah sama umi kamu juga harus siap buat nerima resiko yang ada di kedepannya,"ucap mas Yusuf lagi.
Fiqri mengerutkan kening. Mencoba mencerna ucapan yang baru saja keluar dari mulut Yusuf, "Maksud mas?."
"Kamu akan paham maksud mas saat kamu benar-benar memilih pendamping hidup mu sendiri tanpa ikut perjodohan yang di buat oleh umi dan abah," selepas itu Yusuf hanya melemparkan senyum tipis pada adiknya.
🦩
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Teen FictionMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...