"Sini Zira pakaikan pecinya," Zira langsung mengambil peci hitam yang ada di atas kasur lalu memakaikan peci itu kepada Fiqri.
"Ganteng banget masyaallah," gumam Zira tanpa sadar.
Bagaimana tidak lihatlah penampilan Fiqri sekarang yang mengenakan kemeja putih yang di balut dengan jas berwarna hitam lalu di padukan dengan sarung berwarna putih. Ini definisi ganteng tiada dua.
Rasanya Zira tak ingin membiarkan Fiqri keluar dengan penampilan seperti ini. Ia tak rela.
Fiqri yang mendengar samar-samar istrinya berucap langsung menaikan sebelah alisnya, "Kenapa,ra? Kamu ngomong apa?,"tanya Fiqri.
Zira gelagapan, "Enggak, Zira gak ngomong apa-apa,"alibinya.
"Sudah selesai,"ucap Zira setelah peci itu sudah bertengger rapih di kepala sang suami.
"Ra, selama saya pergi terus kasih kabar ke saya ya apapun itu,"ucap Fiqri. Nyatanya ke kahwatiran itu masih nyata ada di sudut matanya.
Zira mengulum senyum, "Iya kak. Kak Fiqri juga kasih kabar juga kalau udah sampai disana ya," Fiqri mengangguk. "Ayo kita ke bawah,"ucap Fiqri meraih pergelangan tangan istrinya lalu mereka berjalan keluar kamar.
Sesampainya di ruang tamu disana umi dan abah sudah menunggu, "Maaf menunggu lama,bah,"ucap Fiqri.
"Iya, yaudah ayo kita jalan sekarang takut macet kalau makin kesiangan,"ucap abah. Fiqri mengangguk.
"Kami pamit dulu,"ucap abah. Umi dan Zira bergantian mencium punggung tangan abah.
"Hati-hati bah,"ucap Zira selepas mencium punggung tangan abah.
Fiqri mencium punggung tangan umi, "Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya, fiq,"peringat umi.
"Iya umi."
Zira kini mencium punggung tangan suaminya lalu Fiqri memberikan kecupan di keningnya, "Saya berangkat dulu ya,"ucap Fiqri.
"Iya, kalau udah sampai kabarin Zira ya," Fiqri mengangguk sambil tersenyum.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
🦩
"Lemes amat, kenapa? Marahan sama suami?,"tanya Nuha di tengah perjalanan menuju taman kampus.
"Enggak,"balas Zira.
"Terus kenapa lesu gitu? Belum makan?," Zira lagi-lagi menggeleng.
"Lalu kenapa Nazeera Putri Arabella?,"tanya Nuha dengan sabar.
"Kak Fiqri ke demak lima hari," Nuha paham akhirnya kenapa sahabatnya lesu seperti itu.
"Owh jadi ceritanya di tinggal suami pantesan lesu begitu muka kaya gak punya semangat hidup,"ucap Nuha.
"Ngapain suami kamu ke demak?,"tanya Nuha.
"Menemani abahnya dakwah disana."
"Ya gak papa lah,ra cuma lima hari ini, toh suami kamu juga nemenin dakwah mertua kamu biasalah anak kyai pasti kaya gitu apalagi suami kamu bakal jadi penerus nantinya,"ucap Nuha.
Zira hanya berdehemen, "Udah ah gak usah lesu-lesu gitu semangat dong. Kita ketemu anak-anak yuk sore nanti biar kamu gak lesu gitu. Anak-anak juga pasti seneng ada kamu,"ucap Nuha.
"Kamu mau kesana?,"tanya Zira. Nuha mengangguk, "Ayo kamu juga ikut kesana,"ajaknya.
"Aku izin dulu sama kak Fiqri ya," Nuha mengiyakan ucapan sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMBUN
Novela JuvenilMentari masih malu-malu memunculkan dirinya. Burung pagi menyambut kedatangan sang mentari dengan siulannya. Embun pagi meninggalkan jejak diantara dedaunan yang ada di muka bumi. Aromanya menguar ciri khas sekali. Udara masih bersih belum terpapar...