{19}

690 34 0
                                    

"Pagi bunda,"ucap Zira sembari menarik kursi meja makan.

"Pagi sayang,"balas bunda sembari meletakkan segelas susu di atas meja, "Susunya di minum,sayang,"ucap bunda lalu mengelus kepala putrinya yang tertutup hijab.

"Makasih bunda,"ucap Zira sambil tersenyum.

"Ayah mana bunda? Kok gak kelihatan."

Bunda menarik kursi di seberang Zira, "Ayah sudah berangkat dari pagi katanya ada meeting pagi ini,"ucap bunda sembari duduk di kursi.

Zira mengangguk. Tangannya meraih selembar roti yang ada di meja makan.

"Zira," panggilan itu membuat Zira menatap sang ibunda yang duduk di sebelahnya.

"Belum dapet jawaban juga?,"tanya bunda. Zira paham kemana arah pertanyaan sang ibunda.

"Bukan apa-apa,nak. Gak baik lama-lama gitu ngasih jawaban. Bunda bukan nuntut kamu tapi bunda cuma takut kamu bikin orang lain berharap sama kamu,"ucap bunda.

"Sebetulnya Zira sudah nyimpan jawaban dari pertanyaan itu,"balas Zira sambil melipat roti yang sudah di beri selai.

"Kenapa kamu gak ngomong sama bunda?," mendengar pertanyaan bunda, Zira hanya menampilkan deretan giginya, "Bingung ngomongnya,bun,"ucap Zira diakhir dengan senyuman.

"Bingung ngomongnya? Bener-bener nih kamu ya. Tinggal ngomong sama bunda apa susahnya. Bilang aja, "Bun, Zira udah dapet jawaban. Zira siap buat ngasih jawaban itu,"susah banget kamu ngomong gitu sama bunda. Kasihan itu anak orang kamu gantungin sampe tiga hari nunggu jawaban kamu doang,"ceramah bunda.

"Iya bun, Zira salah,"ucap Zira mengalah.

"Apa jawaban kamu? Biar bunda segera kabarin Fiqri jawaban mu itu,"ucap bunda.

"Sebelum Zira jawab boleh Zira tanya sesuatu ke bunda?,"tanya Zira. Bunda mengangguk, "Tentu sayang, mau tanya apa putri bunda ini,hmm?."

"Apa Zira pantas ya bun bersanding dengan kak Fiqri? sedangkan keluarga kita dengan kak Fiqri saja sudah tidak setara,bun. Keluarga ka Fiqri dari kalangan orang yang faham agama apa nantinya Zira mampu mengimbangi,bun? Lagi pun kenapa harus Zira yang di pilih oleh kak Fiqri untuk menjadi pendamping hidupnya? Zira yakin orang kaya kak Fiqri pasti banyak yang menginginkan apalagi kak Fiqri berasal dari keluarga yang faham agama sekaligus anak kyai. Kami juga ketemu hanya beberapa kali dan itu pun tidak sengaja tapi kenapa kak Fiqri milih Zira untuk menjadi istri nya,bun?,"tanya Zira.

Bunda meraih satu tangan Nazeera. Bunda faham betul apa yang tengah putrinya itu rasakan,"Apa ini alasan kamu yang tidak berani bilang ke bunda perihal jawaban khitbah itu? kamu masih tidak percaya diri,iya? nak, denger bunda, Fiqri juga tidak mungkin tiba-tiba datang mengkhitbahmu begitu saja pasti dia juga punya pertimbangan sebelum akhirnya datang ke rumah menemui ayah untuk memintamu dari kami. Bunda yakin, nak Fiqri tidak mungkin membiarkanmu begitu saja, Fiqri pasti membimbingmu,sayang. Sekeras apapun kamu menentang takdir kalau jodoh mu itu adalah nak Fiqri kamu gak akan bisa mengelaknya. Fiqri memilih mu berarti kamu pantas untuk bersanding dengannya. Jangan pernah minder,sayang. Bunda percaya kamu mampu. Fiqri laki-laki baik,nak,"ucap bunda di akhiri dengan senyuman yang menghiasi wajahnya. Senyuman yang berusaha untuk meyakinkan Zira atas jawaban yang telah ia dapatkan.

"Bunda bakal terima apapun jawaban yang Zira kasih nantinya ke kak Fiqri?,"tanya Zira sembari menatap manik mata sang ibunda.

"Bunda sama ayah terima semua keputusan yang kamu buat,nak. Kamu sudah dewasa,bunda sama ayah yakin keputusan yang kamu buat sudah kamu pikirkan untuk dirimu kedepannya dan itu yang terbaik untukmu,"ucap Bunda.

"Jadi apa jawabannya?."

🦩

"Masih ada kelas lagi lo?,"tanya Alan pada Fiqri. Fiqri menggeleng,"Kenapa? Lo masih ada kelas emang?,"tanya Fiqri.

"Satu kelas lagi sekitar setengah jam lagi. Ini lo mau langsung balik ke rumah?,"tanya Alan lagi.

"Iya mau langsung balik. Udah kelar semua, acara juga udah selesai,"ucap Fiqri.

"Ngopi yuk nanti malem. Lo gue ajakin ngopi dari kemarin-kemarin ada aja halangannya,"ucap Alan. "Dari kemarin-kemarin kan emang sibuk ngurus acara. Emang mau ngopi dimana?,"tanya fiqri.

"Tempat biasa aja deket alun-alun bisa gak lo malam ini?,"tanyanya.

"Insyaallah bis-," belum selesai Fiqri menyelesaikan ucapannya ia menatap ke handphonenya yang menyala.

Terpampang disana bahwa sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam handphonenya. Fiqri meraih handphonenya dan langsung berselancar menuju aplikasi chat di handphonenya.

Mendapat sebuah pesan yang sudah tiga hari ini Fiqri tunggu-tunggu membuat hatinya tak karuan. Ia menyiapkan hatinya, menerima semua jawaban atas pertanyaannya malam itu.

Entah apa yang Fiqri rasakan dalam hatinya saat membaca pesan tersebut tapi isi dari pesan itu mampu membuat hatinya tak karuan.

"Gue permisi duluan. Untuk ngopi malam ini rasanya tidak bisa, nanti kita atur jadwal ulang ya,lan,"ucap Fiqri lalu beranjak dari kursinya.

"Assalamu'alaikum,"ucap Fiqri lalu pergi dari area kantin.

Alan yang melihatnya terheran-heran, "Itu anak kenapa? Kok tiba-tiba begitu habis buka handphone,"gumam Alan.

"Fiq, Fiqri,woy!."

🦩

"Assalamu'alaikum,"  Fiqri mengucap salam sembari masuk ke dalam rumah. Kenapa rumah tampak sepi sekali kemana perginya orang-orang.

"Assalamu'alaikum, umi,abah,"salam Fiqri sekali lagi sembari mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah.

"Wa'alaikumussalam,gus," Fiqri menolehkan kepalanya saat mendengar jawaban salam. Seorang perempuan berdiri tak jauh di belakangnya.

Fiqri memutar tubuhnya menghadap perempuan itu,"Gus cari bu nyai dan pak kyai?,"tanyanya. Fiqri mengangguk sebagai jawaban. "Bu nyai lagi ke kamar mandi kalau pak kyai tadi sama abi saya keluar bersama katanya ada acara yang harus di hadiri,"ucapnya. 

"Saya permisi duluan ke kamar,"ucap Fiqri. Baru saja ingin melangkah menuju kamarnya suara perempuan di hadapannya ini berhasil membuat Fiqri mengurungkan niatnya melangkah pergi.

"Gus, apa gus benar-benar tidak mau menerima perjodohan yang di rencanakan oleh kedua orang tua kita? Maaf gus kalau misalkan saya lancang bertanya seperti ini,"ucapnya.

"Maaf Ning Najla untuk itu saya benar-benar tidak bisa. Saya sudah menganggap Ning sendiri itu adik saya,"ucap Fiqri.

"Tapi bolehkah saya jujur pada gus kalau saya mencintai gus. Saya sudah memendam lama perasaan ini untuk gus. Maaf jika saya telah lancang mencintai gusnya,"ucap Najla.

"Perasaan itu gak bisa di paksa Ning. Ning boleh mencintai siapapun termasuk saya tapi maaf saya gak bisa mencintai Ning nya. Hati saya sudah jatuh pada perempuan lain. Saya minta sama Ningnya untuk melepaskan cinta itu dan mengubur dalam-dalam perasaan itu. Simpan cinta Ning untuk kekasih halal Ning nantinya. Sekali lagi saya minta maaf ning,saya permisi Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsallam,gus,"ucap Najla dengan suara lirih. Najla menatap punggung gus Fiqri yang kian menjauh,"Apa sesakit ini mencintai tanpa di cintai balik,gus?."

🦩



EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang