{12}

814 42 0
                                    

Keluarga kyai Hanan sudah pulang dari kediaman Fiqri beberapa saat yang lalu. Sepulangnya keluarga dari kyai Hanan, abah langsung melangkahkan kaki menuju kamar putra bungsunya.

Abah membuka pintu begitu saja. Fiqri yang tengah duduk di meja belajar langsung menatap ke arah pintu.

"Apa maksud kamu seperti tadi? Kamu tau apa yang kamu lakukan tadi tidak sopan? Di mana adab kamu,Fiqri,"ucap abah. Fiqri tau abahnya itu tengah emosi.

Fiqri memandang ke arah abahnya lalu ia turunkan kembali pandangan itu mengarah ke lantai.

"Fiqri tau apa yang tadi Fiqri lakukan itu tidak sopan,"ucap Fiqri.

"Lalu kenapa kamu lakukan? Kemana hilangnya sopan santun mu itu!?," abah sedikit meninggikan suaranya.

Umi datang masuk ke dalam. Menenangkan abah dengan mengusap lengannya.

"Jika Fiqri tidak seperti itu abah pasti terus memaksa Fiqri. Fiqri tidak suka di paksa,abah. Fiqri tidak mau dengan perjodohan itu. Fiqri ingin cari pendamping hidup Fiqri sendiri. Fiqri ingin menentukan hidup yang Fiqri jalani sendiri,bah,"ucap Fiqri.

"Perempuan yang kamu cintai itu yang bikin kamu berani menentang orang tuamu seperti ini?,"tanya abah tiba-tiba.

"Ndak ada sangkut paut dengan perempuan yang Fiqri cintai,bah. Ini murni keputusan Fiqri sendiri. Fiqri lelah, sedari kecil hidup Fiqri selalu di atur oleh keputusan-keputusan yang abah buat sendiri."

"Abah tidak mengatur semuanya. Kuliah di indonesia itu keputusan mu kan? Kamu yang menentukan sendiri,"ucap abah.

"Iya, memang kuliah di Indonesia Fiqri yang menentukan sendiri. Itu pun karena Fiqri jatuh sakit. Kalau misalkan Fiqri gak jatuh sakit saat itu kemungkinan terbesar abah pasti akan ikut andil untuk menentukan fiqri kuliah kemana kan?,"tanya Fiqri.

"Sedari kecil Fiqri ikuti kemauan abah dan umi. Masa-masa SD yang seharusnya Fiqri masih merasakan bersama abah dan umi tapi kalian sekolahkan Fiqri jauh disana, di Mesir. SMP abah kirim Fiqri ke Uzbekistan padahal disitu Fiqri berharap bisa sekolah di Indonesia dan kumpul bareng sama umi dan abah. SMA abah kirim Fiqri ke Saudi padahal di situ Fiqri sudah ada planning mau ke sekolah kemana,"

"Apa disitu Fiqri pernah menolak? Apa disitu Fiqri pernah ngebantah? Enggak,bah. Enggak pernah sama sekali. Fiqri berusaha manut sama perintah orang tua Fiqri. Sampai akhirnya Fiqri ndak bisa menentukan kemauan Fiqri sendiri sedari kecil,"

"Abah atur semua kehidupan Fiqri. Fiqri manusia,bah. Anak abah. Bukan robot yang bisa di atur seenak tuannya. Fiqri cuma ingin menentukan kehidupan Fiqri sendiri bukan di atur oleh keputusan-keputusan yang abah buat tanpa mikir kalau anak abah ini juga perlu untuk menentukan jalan hidupnya sendiri," saat itu semua yang Fiqri rasakan dan pendam selama ini ia keluarkan semua di hadapan kedua orang tuanya.

Fiqri benar-benar sudah muak dan lelah dengan segala keputusan-keputusan yang di buat oleh orang tuanya secara sepihak.

Abah dan umi kini diam. Mencerna ucapan yang terlontar dari mulut putra bungsunya.

"Kami melakukan itu untuk kebaikan kamu,"ucap abah.

"Bukan untuk kebaikan Fiqri,bah. Tapi itu semua kemauan abah. Abah egois cuma sama Fiqri. Sama mas Zayyan,mas Husein, dan mas Yusuf abah biasa saja tapi kenapa abah begitu egois dengan segala keputusan abah sama Fiqri. Sampai akhirnya Fiqri gak bisa nentuin kemauan Fiqri sendiri bahkan untuk masalah pendamping hidup Fiqri pun abah atur semua,"ucap Fiqri.

Fiqri beranjak dari duduknya, "Fiqri pamit untuk keluar dulu,bah. Sepertinya Fiqri,abah, sama umi sama-sama perlu untuk menenangkan fikiran. Fiqri pamit, assalamu'alaikum," ucap Fiqri lalu mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

Fiqri menyambar kunci motor yang ada di meja belajarnya lalu ia langkahkan kaki keluar.

"Wa'alaikumussalam."

Abah langsung duduk di ujung kasur milik Fiqri.

"Abah cuma ingin yang terbaik untuk Fiqri, mi. Apa abah salah?."

🦩

EMBUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang