Behind The Scene 3: Cuti Jadi Ibu

376 49 9
                                    

Suara kencang bantingan pintu depan, membuat Tami menghela napas gemas. Tang dan kawat di tangan kanan-kirinya ditaruh dulu. Dia pun bangkit dari posisi berjongkok dekat mesin cuci sambil meremas ujung daster. Dugaannya tepat ketika Friska datang ke dapur dengan wajah ditekuk. Tas Little Pony masih tercangklong di pundak. Seragam TK lengkap berbalut jaket kuning. Bagus. Baru pulang sudah bikin rusuh.

"Kak Friskaaa ... kan udah Mama bilang kalau buka tutup pintu pelan-pelan. Ini bukan di hutaaan. Adik-adik kamu baru aja tidur," geram Tami dengan suara tertahan.

Si kembar memang baru berhasil tidur setelah rewel sejak pagi. Sementara Fina yang habis tantrum karena sticker Frozen-nya hilang pun baru saja terlelap. Lalu ketika suasana sudah aman terkendali, Friska malah datang membawa keributan. Ambyar!

"Kakak jatuh tadi .... Sakit ...." Alih-alih meresponi teguran, Friska malah mengadu hal lain. Bibirnya berkerut-kerut jelek. Lapisan bening nyaris tumpah dari matanya yang sudah memerah.

"Jatuh di mana? Apanya yang sakit?" Tami segera melupakan kekesalan tadi. Rautnya berubah khawatir saat memeriksa kaki dan tangan Friska dengan cermat. Ternyata ada sedikit luka goresan di lutut tapi tidak berdarah. Harusnya sih aman.

"Di sekolah. Tadi pas istirahat. Lutut kakak sakiiittt ...." Tangis Friska pun pecah. Tidak tanggung-tanggung karena raungannya langsung pakai tenaga.

"Cup. Cup. Cup. Sini Mama obatin. Fuuhhh. Sembuh!" Tami mengusap lembut luka itu kemudian meniupinya pelan-pelan. "Terus tadi di sekolah nangis enggak?"

"Enggak."

"Lah? Terus kenapa nangisnya baru sekarang?"

"Kan pas istirahat Mama gak ada."

Dasar anak-anak. Kelakuannya yang ajaib seringkali bikin kesal sekaligus menggemaskan. Kok bisa rasa sakitnya ditunda dulu selama sekian jam biar bisa mengadu di rumah?

Tami pun menggeleng sambil berdecak halus. Dia lantas menghela napas lagi ketika dari kamar terdengar suara tangisan kencang si kembar. Rengekan Fina yang tak kalah berisik ikut menyusul.

Perfect. Bubar jalan. Semua konser.

Matanya pun menyapu kondisi rumah yang berantakan seperti habis dijatuhi bom nuklir. Ada gunungan di bak cuci piring. Lantai lengket karena Fina sempat menumpahkan susu UHT. Belum lagi ember-ember berisi rendaman pakaian kotor yang belum tersentuh padahal sudah sesiang ini. Semuanya adalah akibat waktu Tami tersita untuk mencuci baju secara manual.

Jadi, mesin cuci rusak sejak dua hari lalu, tapi belum juga dapat tukang service. Akhirnya baju-baju orang dewasa sementara pakai jasa laundry dulu. Sedangkan baju si kembar dan kakak-kakaknya tidak bisa ikut serta karena butuh perlakuan khusus.

Frans sebenarnya bilang nanti saja dia yang betulkan. Paling kerusakannya hanya sederhana. Namun, tujuh tahun pernikahan membuat Tami paham betul. 'Nanti' yang dimaksud suaminya kadang tidak punya tolok ukur pasti. Bisa berarti besok, lusa, minggu depan, atau bulan depan. Buktinya saja lampu kamar mandi yang baru diganti setelah tiga hari gelap-gelapan, batang gorden patah yang baru dipasang setelah seminggu jendela terpaksa ditempeli kertas kado, dan pintu rak piring yang baru diperbaiki setelah satu bulan engselnya rusak.

Malas menggantungkan harapan terus, Tami pun nekat usaha sendiri. Berbekal sebuah video Youtube, tadi dia nekat membongkar body belakang mesin cuci dua tabung itu. Ternyata benar, ada satu bagian putus yang harus disambungkan pakai kawat. Sebelum kemudian Friska datang dan membuyarkan semua rencananya.

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang