Behind The Scene 13: New Life 2 (Nadia)

285 31 5
                                    

Nadia merindukan kehidupan normalnya sebelum semua ini terjadi. Bisa makan dengan kunyahan nikmat tanpa harus dikejar-kejar waktu. Bisa mandi santai tanpa harus ditunggui dua bayi di depan pintu. Bisa pup tenang sambil main handphone tanpa grasah-grusuh sampai rasanya belum tuntas. Bisa mendengarkan playlist favorit di Spotify premium, bukannya malah lagu Cocomelon dengan jeda iklan setiap berapa lagu sekali. Bisa bebas pergi kemana saja tanpa banyak pertimbangan, karena harus bawa empat anak sekaligus. Dan, masih banyaaak lagi.

Baru sehari saja menjalani kehidupan sebagai Cyntia Utami, Nadia jadi banyak berpikir. Benarkah dia sudah siap menjadi seorang ibu?

Nadia merasa harus berdiskusi lagi dengan Ariya tentang semuanya. Namun, bagaimana bisa jika dia masih saja terjebak di tubuh Tami?

"Mama ada telepooon!" Teriakan Friska dari arah kamar membuat Nadia (dalam sosok Tami) mendongak.

"Bawain dong HP-nya ke sini, Kak," pintanya tanpa menghentikan gerakan mengganti popok Fio.

Derap langkah Friska datang mendekat. Benda pipih yang sudah baret di sana-sini itu lantas disodorkan.

"Hallo?"

"Neng, gimana anak-anak? Fina udah sehat?" Suara renyah wanita paruh baya menyapa dari seberang sana. Caller ID-nya menunjukkan nama Emah.

Terakhir kali Nadia bertemu ibunya Frans itu adalah saat Tami melahirkan si kembar. Emah yang mengurus sang mantu sekitar dua minggu. Seingat Nadia, Emah adalah sosok mertua yang baik dan telaten. Emah juga humoris dan sangat ceriwis hingga suasana selalu ramai.

"Fina udah mendingan, sih."

"Syukur atuh. Emah sampe kapikiran. Kuatir kamu kerepotan gak ada yang bantuin juga. Duh, maaf ya Neng, Emah belum bisa datang ke sana."

"Gak apa-apa, Emah."

"Ini teh Emah lagi nunggu Haji Kurdi ngirim beras dulu. Sekarang masih di héler. Mudah-mudahan lusa Emah udah bisa ke sana ya."

"Okay, Emah. Thank you."

"Katanya Fio juga sumeng ya? Gimana sekarang? Masih?"

Nadia (dalam sosok Tami) pun menoleh pada Fio di sisi kirinya yang sedang merengek-rengek. Kepala bayi itu memang masih teraba hangat. Anaknya juga lebih rewel daripada saudari kembarnya. Saat Nadia hendak mengetik pencarian di Google tentang Rumah Sakit terdekat, riwayat pencarian Tami seolah memberi petunjuk. 'Noda oranye di popok bayi'. Mungkin itulah yang menyebabkan Tami berniat membawa Fio ke dokter.

"Iya masih anget. Tapi cuma kepalanya aja."

"Coba periksa gusinya. Barangkali tumbuh gigi."

"Oh. Yang kayak gimana ya?" Nadia (dalam sosok Tami) refleks membuka mulut Fio menggunakan jempol dan telunjuknya. "Gak ada gigi kayaknya ini."

"Coba diraba pelan-pelan, Neng. Udah ada tajem-tajemnya belum."

Nadia menurut lagi dengan memasukkan telunjuk ke mulut Fio. Dia sempat terkekeh geli karena jarinya malah dikunyah-kunyah. Setelah ditekan pelan-pelan pun, tidak ada tanda-tanda seperti yang Emah bilang. Hanya saja gusi bawah memang agak memerah.

"Gak ada, Mah," lapornya lagi. "Apa mending dibawa ke dokter ya?"

"Iya biar lebih jelas mah. Dibawa ke dokter aja."

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang