Behind The Scene 12: New Life 1 (Risti)

290 32 0
                                    

"Kamu kenapa?" Dalam posisi tengkurap di tempat tidur, Ariya memandang ke dekat nakas dengan tatapan bingung. Di sudut itulah istrinya sejak tadi mengkerut bagai siput yang hendak masuk cangkang.

"Ada yang salah," gumam Risti disertai gelengan panik. Pandangan matanya lagi-lagi terlempar ke kaca besar yang menempel di wardrobe. Pantulan di sana menampilkan sesosok wanita berambut pendek seleher dengan sorot mata tegas. Kulit eksotisnya begitu khas dan terkesan seksi. Nadia Elsavira. Bukan dirinya.

"Apa?"

"Ini tuh ... pasti kedengeran aneh dan gak masuk akal. Tapi please, kamu harus percaya, Ar, kalau aku bukan Nadia."

"Ha?"

"Aku Risti. Asli, deh. Aku juga ndak ngerti kenapa bisa gini. Semacam ... semacam jiwa yang ketuker."

Bola mata Ariya membulat. Dia lalu tersenyum geli. "Kamu ngelindur. Kecapean kayaknya."

"Serius, Ar. Aku gak lagi bercanda."

Ariya beringsut turun. Dia lantas mengulurkan tangan yang terarah ke kening.

"Stop! Mau ngapain?" pekik Risti (dalam sosok Nadia) panik. Dia spontan mengelak dengan memiringkan tubuh ke kiri.

"Hei. Aku cuma mau cek, maybe ... you got a fever."

"Aku sehat, ndak demam, dan serius. Aku ndak lagi bercanda. Aku Risti. "

"Oke." Masih dengan sisa senyum geli di sudut bibirnya, Ariya mengangguk-angguk. "Kalau gitu ...." dia melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. "Rebahan dulu aja sebentar buat ngumpulin nyawa. Biar gak ngelindur ngaku-ngaku jadi Risti lagi. Aku bikinin sarapan ya. Egg toast?"

Risti (dalam sosok Nadia) hanya mengerjap linglung.

Ariya pun menatapnya sesaat, kemudian beranjak pergi meskipun tanpa mengantongi jawaban.

Sepeninggal suami sahabatnya itu, Risti segera memutar otak. Ide pertama yang terlintas adalah menelepon nomor-nya sendiri. Ponsel di atas nakas yang sedang diisi daya pun disambar cepat.

Namun, begitu nama kontak 'Ristia Asmarani' dihubungi, nada sambung monoton panjang sukses membuatnya heran. Apalagi hal yang sama terjadi pada kontak bernama 'Suaminya Risti', 'Cyntia Utami', dan 'Suaminya Tami'.

Aneh.

Kenapa, seolah-olah akses terhadap mereka tertutup rapat? Ralat. Bukan tertutup, tapi ditutup.

Tidak kehabisan akal, Risti punya ide untuk pinjam handphone Ariya. Ketika bergegas keluar kamar, dia mendapati aroma lelehan butter yang berpadu dengan harumnya roti dipanggang.

"Ar, aku boleh pinjem HP?" tanya Risti (dalam sosok Nadia) begitu kakinya menjejak di anak tangga terbawah.

Rumah Nadia dan Ariya menganut konsep open space minimalis. Tidak banyak perabotan atau ornamen hingga suasana terlihat luas dan bersih. Tangga dari lantai atas langsung terhubung ke ruang tengah. Tengok kanan dari tangga nampak dapur semi outdoor yang menyatu dengan ruang makan. Ada taman kecil di sana, lengkap dengan tanaman yang merambati dinding dan kolam ikan mungil.

Ariya yang sedang berdiri di depan kitchen island menoleh sekilas. "Ambil aja di depan TV," jawabnya.

"Password-nya?"

"Masih yang lama. Gak ganti," jawab Ariya lagi, seraya menaruh mozarella slice ke atas panggangan roti.

"Apa?"

"Tanggal nikah."

"Emmm ... 15 Mei ya?" tebak Risti setelah memeras ingatan.

"Ha?" Ariya menoleh dan mengeryit dalam. "5 Mei. Masa lupa."

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang