Behind The Scene 8: Bayaran yang Setara?

217 36 0
                                    

Jeritan Flo dan Fio yang saling bersahutan membuat Tami mengerang kesal. Dipandanginya ceceran bubur tumpah di lantai dengan tatapan terluka. Belum lagi baju belepotan. High chair yang tidak luput dari cipratan. Botol minum dan mainan berserakan karena dilempar-lempar.

Sudah hari kedua belas MPASI tapi belum ada perbaikan. Si kembar masih saja menolak makan. Imbasnya, jelas pada berat badan. Tami masih ingat betul pada komentar-komentar kader Posyandu beberapa hari lalu setelah penimbangan.

"Berat badan Flo sama Fio gak naik, nih, Bu Tami. Keliatannya juga agak kurusan. Udah mulai MPASI ya?"

"Iya, Bu, udah mulai MPASI tapi emang masih belajar makan. Baru sedikit-sedikit masuknya. Terus anaknya udah mulai aktif merayap-merayap. Mungkin karena banyak gerak jadi lemaknya kebakar." Tami tahu persis kalau perkataannya itu sungguh klise. Cuma pembelaan.

"Mau ringanin badan kali. Biasanya emang gitu," ucap Ibu Kader yang lebih tua.

"Tapi anak-anak saya tiap mulai MPASI justru lahap banget. Apa aja dimakan. Karena kan mereka masih penasaran ya. Biasanya tuh mulai bosen umur delapan bulanan. Bu Tami coba variasikan menu aja. Mungkin si kembar kurang cocok sama rasanya," sanggah Ibu Kader yang lebih muda.

Jleb.

Sungguh, Tami sudah mencoba berbagai cara. Naik turun tekstur, bikin makanan homemade, mencoba bubur fortifikasi, patuh pada feeding rules, hingga ganti suasana makan. Sayangnya, semua itu nihil. Flo GTM total dan langganan menangis heboh tiap mau disuapi. Fio mau icip sesuap dua suap, tapi hanya dicecap-cecap lalu dilepeh lagi tanpa ditelan.

Dari segala fase di usia balita, MPASI adalah yang paling menguras emosi.

Belum lagi kini Tami harus membagi energi untuk mengerjakan pesanan lumpia. Hari ini saja total jam tidurnya hanya seuprit. Baru tidur pukul 12 malam, lalu pukul 3 dini hari sudah harus belanja bahan-bahan ke pasar dan lanjut bikin pesanan.

Semakin hari, penjualan Lumpia Cocol Mak Rempong memang merangkak naik. Pelanggannya terus bertambah berkat promosi dari mulut ke mulut. Selain Mama Andara, beberapa orang tua temannya Friska juga ikut memesan. Ada yang untuk konsumsi pribadi atau untuk acara-acara seperti arisan. Bahkan, Lumpia Cocol Mak Rempong ikut mejeng di rapat guru dan komite sekolah dua hari lalu.

Peran Nadia dan Risti pun tidak kalah penting. Setiap ada meeting di kantornya, Nadia selalu memesan lumpia dalam jumlah lumayan. Beberapa temannya kemudian ada yang ketagihan dan berlanjut pesan sendiri. Sementara di Sweet Bites, Tami menitip lumpia matang dan lumpia frozen yang penjualannya ternyata bagus.

"Mamaaa Na kenyang." Kini giliran Fina datang membawa piring yang isinya hanya berkurang secuil.

Sontak saja kekesalan Tami yang sudah di ambang batas jadi resmi meluap. "Kak Finaaa kenapa, sih, makannya gak pernah bener? Kamu kan udah gede. Mau kapan makan benernyaaa? Masa harus disuapin terus baru mau. Itu juga mesti dibujuk-bujuk dulu. Yang harus Mama urus tuh bukan kamu doang ya. Flo sama Fio juga sekarang udah makan. Ngerti dikit, dong!" omel Tami panjang lebar.

Masih dengan piring di tangan, Fina merengut jelek dengan pipi digembungkan. Matanya berkaca-kaca. Selang beberapa saat kemudian tangisnya pun pecah.

Si kembar yang sedang rewel di baby chair malah latah ikut menangis. Suara ketiganya melengking dan saling bersahutan.

"Ya ampun ...." Tami meremas kepalanya yang mendadak nyut-nyutan. Kombinasi dari efek kurang tidur, lelah mengurus anak-anak seharian, dan kini mendengar suara tangisan yang super berisik. Perfect!

"Bisa diem gak, sih, kaliaaan?!" teriak Tami refleks.

Ketiga anaknya yang sedang konser kompak tersentak kaget lalu membeku. Namun, kondisi itu hanya terjadi selama sekian detik saja. Karena setelahnya tangis mereka justru semakin kencang.

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang