Jam baru menunjukkan pukul empat dini hari ketika getaran ponsel di atas nakas tidak kunjung berhenti. Mimpi Nadia yang tengah bersepeda menyusuri perkebunan teh pun terpaksa buyar. Di dalam mimpinya itu sepeda Nadia tiba-tiba kepentok batu, oleng, lalu jatuh.
Kaget tapi tidak berasa sakit.
Nadia spontan mengerang kesal. Tangannya terpaksa menggapai-gapai untuk meraih sumber kegaduhan. Detik itu juga matanya yang tadi setengah terpejam sukses melek sempurna.
Lima buah missed called dari nomor Mami. Subuh-subuh begini. Tidak mungkin kalau Mami cuma mau titip Sapo Tahu sampai menelepon sepagi dan sebanyak ini, kan?
Sontak saja berbagai pikiran buruk langsung menyergap benak Nadia. Apalagi Mami sudah lanjut usia. Jangan-jangan ....
"Siapa?" Suara serak Ariya diiringi embusan napas hangat yang membelai tengkuk, membuat Nadia menoleh sedikit.
"Mami. Missed called lima kali."
"Telepon balik aja. Takut ada yang penting." Tangan Ariya yang melingkari pinggang Nadia mengendur. Tubuh lelaki itu kemudian beringsut bangun.
"Iya. Tapi kenapa ya? Tumbenan banget jam segini. Aku jadi mikir yang aneh-aneh."
"Enggak, lah."
Tanpa membuang waktu, Nadia mengubah posisinya jadi duduk kemudian menekan menu panggilan. Butuh tiga kali nada tunggu hingga terdengar suara di seberang sana.
"Nad. Udah bangun?" Suara Mami. Terdengar sehat meski nadanya tergesa-gesa. Setidaknya Nadia jadi lebih lega.
"Ini baru kebangun, Mi. Kenapa? Kok tumben telepon jam segini."
Ada jeda sekian detik yang diisi oleh suara-suara. Mami memberi istruksi pada asisten rumah tangganya untuk menyiapkan baju hangat, selendang, dan memanggil tetangga yang biasa dimintai tolong menyetir mobil.
"Mami, mau kemana, sih? Kok kayak orang yang mau pergi-pergi." Nadia sengaja menyalakan fitur load speaker. Sesekali dia bertukar pandang dengan Ariya untuk berbagi kebingungan.
"Mami mau ke kantor polisi, Nad. Neo ditahan. Tadi sekitar jam tiga dia berantem. Korbannya masuk rumah sakit. Kamu ... kamu bisa ke sini? Atau kita ketemu di Polsek aja?"
Informasi itu membuat jantung Nadia terasa mencelus. Lagi-lagi Neo bikin ulah. Apa dia tidak bosan bikin Mami kuatir? Apa menyusahkan keluarga adalah hobinya sepanjang masa?
Tanpa bisa dicegah tangan Nadia yang bebas meremas piyama. Matanya terpejam dengan embusan napas dongkol. Ariya yang rupanya piawai membaca situasi segera mengusap-usap pelan bahu sang istri.
"Mending kita aja yang urus. Biar Mami nunggu di rumah," bisik Ariya.
Nadia langsung mengangguk setuju. "Mi, gini aja. Biar aku sama Ariya yang ke Polsek urus Neo. Mami di rumah aja sama Bi Nani. Nanti aku pasti kabarin, kok. Ya?"
"Tapi, Nad, Mami juga kepengin tau kondisi adik kamu. Gimana kalau dia dipenjara? Gimana masa depan dia?" Getaran suara Mami kental oleh kekhawatiran.
"Mami tenang aja. Neo gak akan kenapa-napa. Pokoknya, udah, biar Nadia sama Ariya yang urus. Kami bakal ngusahain solusi yang terbaik. Mudah-mudahan bisa pakai jalan damai. Mami bantu do'a aja. Oke?"
Mami tidak langsung mengiyakan, melainkan diam dulu selama beberapa saat. "Ya udah. Tapi nanti kalau ada apa-apa langsung kabarin Mami ya. Sama kalau bisa, Mami pengin denger suara Neo nanti. Telepon."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Happily Ever After [✓]
ChickLitTiga sahabat. Tiga masalah. Tiga rahasia. Apa yang dibagi belum tentu selalu merupakan apa yang terjadi. Melalui sebuah kejadian di luar nalar, mereka diizinkan mencicipi mimpi yang tidak pernah dimiliki. __________ Start: 22 Feb 2023 End: 10 Okt 20...