Behind The Scene 7: Awal yang Campur Aduk

268 33 0
                                    

Mengerjakan orderan lumpia dengan kondisi punya empat anak kecil ternyata luar biasa. Luar biasa rempongnya. Luar biasa kejar-kejaran dengan waktunya. Luar biasa lelahnya.

Pukul empat dini hari saat masih di pasar tadi, Tami ditelepon Frans karena si kembar bangun dan ngamuk. Mau tidak mau Tami pun buru-buru pulang meski baru belanja seadanya. Untunglah yang belum terbeli hanya kebutuhan pokok yang bisa beli di warung.

Ternyata sampai di rumah, si kembar sudah terlanjur melek segar sekali. Fina dan Friska ikut-ikutan terbangun karena keberisikan. Sementara Frans sedikit menggerutu karena tidurnya terganggu. Suaminya itu dengan cueknya kemudian lanjut tidur, meninggalkan Tami dengan empat anak yang sudah lincah sesubuh ini.

"Kak Friska, tolong bantu jagain adik-adiknya ya. Mama iris wortel dulu sebentar."

"Tapi kakak mau kocok telur."

"Hati-hati bisa? Jangan sampe tumpah ya. Janji pelan-pelan?"

"Iya Mamaaa."

Playmat digusur ke dapur. Si kembar ditaruh di sana lengkap dengan mainan-mainannya. Fina bolak-balik sesuka hati sambil mendorong kursi. Sementara Friska memaksa ingin ikut mengocok telur meski ujungnya tetap saja tumpah-tumpah.

Karena harus menyipkan juga sarapan dan keperluan Friska sekolah, Tami akhirnya hanya bisa sampai di tahap memotong-motong sayuran. Untunglah pesanan lumpianya untuk jam sebelas siang, sehingga masih ada lumayan waktu untuk nanti mengerjakan.

Sayangnya, harapan hanya tinggal harapan. Si kembar merengek minta disusui lagi sekitar pukul enam pagi. Setelahnya mereka hanya tidur satu jam saja. Tepat setelah Friska dan Frans berangkat, mereka malah bangun dan terus ingin ditemani.

Jam terus merangkak. Adrenalin Tami semakin terpacu.

"Mamaaaa, Na au main."

"Main sendiri dulu ya Kak Fina. Mama lagi nanggung," jawab Tami sambil fokus menumis wortel, tauge, dan orak-arik telur untuk isian lumpia.

"Au sama Mama."

"Gak bisa. Mama lagi ini, lagi masak." Karena terlalu buru-buru, botol merica tersengol sikut Tami dan isinya tumpah sebagian. "Ah, sialan." Tanpa sadar Tami pun spontan mengumpat.

"Sialan. Sialan, Sialan," tiru Fina sambil membuka-tutup kulkas.

"Kak Fina! Jangan bilang itu. Kasar. Gak sopan." Tami meremas kepala. Sementara itu si kembar terus merengek tapi diabaikannya.

"Tapi tadi Mama bilang itu."

"Iya, iya, iya, maaf Mama salah. Kak Fina itu, deh, main aja, gih dimana gitu."

Fina mengoceh protes, tapi tak ayal pergi juga. Untuk sesaat Tami jadi bisa bernapas lega. Sambil menumis bawang dan ebi untuk sambal cocol, kini saatnya mencetak lumpia. Pekerjaan yang butuh ketelitian karena melipat kulit yang sudah ada isiannya harus ekstra hati-hati.

Suara mangkuk melamin yang terjatuh kemudian membuat Tami menoleh. Dia pun berjengit kaget saat mendapati playmat sudah kosong. Flo ternyata berpindah ke dekat kulkas sambil memakan irisan bawang mentah yang tercecer. Sementara Fio dekat rak piring sedang mengaduk-aduk mangkuk sup bekas Fina yang tumpah isinya. Si kembar memang sudah mulai bisa merayap di lantai dengan gerakan seperti cicak.

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang