Behind The Scene 10 : Penyesalan Selalu di Akhir

267 38 0
                                    

Jemari Tami sedikit gemetar ketika menggulirkan layar ponsel. Bibir bawahnya terus digigiti untuk meredam rasa kalut. Nada tunggu panjang saat panggilan tertuju ke nomor Frans, membuatnya spontan meremas-remas rambut.

Tidak diangkat. Biasanya Frans jarang membawa ponsel jika sedang ada rapat penting atau bertemu dengan supplier. Karena itu, Tami memutuskan untuk mengirim WA saja.

Pa, Fina muntah2. Demam juga. Obat g masuk krn apa aja dimuntahin lagi. Barusan pup encer bgt. Udh 4x. Aku takut.

Setelah muntah banyak, suhu tubuh Fina menanjak sampai 39.2°. Anaknya juga lemas dan pucat. Jangankan bisa masuk makanan dan obat, minum sedikit saja malah keluar lagi lebih banyak. Bahkan beberapa saat lalu, gejala diperparah oleh diare dengan konsistensi sangat cair.

Dehidrasi. Kata itu terus berputar-putar menghantui Tami. Dia pun membuat deadline dalam hati: kalau dalam sepuluh menit Frans tidak juga membalas, akan dibawanya saja Fina ke IGD.

Sesaat kemudian, pandangan Tami beralih lagi pada tubuh mungil Fina yang sedang meringkuk di tempat tidur. Bibir anak itu kering. Poninya mencuat-cuat karena kening yang ditempeli plester kompres demam.

Sebongkah besar rasa bersalah kemudian menghantam Tami. Pecahannya lalu tersangkut di tenggorokan, menimbulkan efek sakit yang tidak nyaman.

Andai waktu bisa diulang, dia ingin menarik lagi segala makiannya pada Fina. Dia ingin jadi ibu yang lebih sabar. Dia ingin ... minta maaf karena sudah jadi ibu yang gagal.

"Kak Fina maafin Mama ya ...," bisik Tami lirih sekali sambil mengelus-elus lembut rambut Fina.

Dalam tidurnya Fina lantas merintih pelan. Seperti menangis tanpa suara. Pemandangan itu membuat Tami tidak tahan lagi. Air matanya meleleh dengan isak yang sekuat tenaga ditahan.

Apakah Fina sedang mimpi buruk? Mimpi dimarahi oleh mama? Mimpi dicubit dan dijewer?

"Mama ... Mama ...."

Rengekan Fina itu kemudian menarik Tami dari lamunan. Diusapnya air mata cepat-cepat dengan lengan kanan.

"Ya? Kak Na mau apa? Atau ada yang sakit?"

"Mama ...."

Rupanya Fina hanya mengigau. Akan tetapi feeling Tami semakin tidak enak. Diraihnya termometer yang ujungnya diselipkan ke ketiak. Sekian detik kemudian layarnya menunjukkan suhu 39,7°. Naik lagi. Ngeri jadi kejang.

Detik itu juga Tami membuat keputusan. Namun, suara cekikikan si kembar yang sedang diasuh oleh Friska di ruang tengah lantas menyadarkannya. Kalau Fina dibawa ke IGD, bagaimana ketiga anaknya yang lain? Tidak mungkin dibawa semua karena pasti akan repot sekali.

Risti dan Nadia kemudian menjadi dua nama yang pertama terbayang di benaknya.

Na-Ri-Ta

Tami
Ges, sorry, urgent nih
Fina demam+diare, mau aku bawa ke RS
Ada yg bs dititip si kembar?

Nadia
Aku masih di kantor dan kayaknya bakal lembur smpe jam 9an
Kemaleman y kl nunggu?

Tami
Iya :(
Ini panasnya tinggi bgt
Mau dbwa ke IGD aja

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang