Selama menjadi seorang ibu, belum pernah Tami terbangun dalam kondisi sesemangat ini. Tangisan si kembar yang berada di kanan-kirinya dihadapi dengan senyum lebar. Kondisi kamar yang tiga kali lipat lebih berantakan daripada terakhir kali dia tempati, justru terlihat indah. Bahkan, pemandangan Frans yang tidur pakai kaus singlet dan celana rumahan belel itu mendadak nampak seksi.
Sumpah, Tami tidak ingin lagi menukar hidupnya dengan siapa pun. Begini saja sudah cukup.
"Fio, Flo, mama kangeeennn!" bisik Tami antusias. Dia pun beringsut duduk dan menyender pada pinggiran kasur atas. Disusuinya si kembar pakai metode double cradle hold sambil curi-curi kecupan. Kepala-kepala yang baru ditumbuhi sedikit rambut itu menguarkan aroma yang bikin nagih. Asem-asem enak.
Mata Tami sampai berkaca-kaca. Rasa kangen yang kemarin terus ditahan-tahan kini meluap tumpah. Apalagi saat hisapan demi hisapan dari mulut-mulut mungil itu menghasilkan bunyi glek-glek. Tami rindu sekali pada momen sakral yang indah ini.
Setelah yakin bahwa si kembar kenyang, barulah Tami mengembalikan mereka ke posisi semula. Bantal-bantal disusun di setiap sisi sebagai pembatas. Setelahnya dia berjinjit-jinjit kecil menuju kasur atas. Kini giliran Fina dan Friska yang diciumi bergantian. Dipandanginya dua putri kecil yang sedang terlelap itu lama-lama. Matanya pun kembali berkaca-kaca.
"Fina ngompol lagi?" Suara serak Frans yang kebetulan terjaga, membuat Tami menoleh. Pada saat itu dia baru sadar kalau Frans ternyata tidur di kasur terpisah. Posisinya bahkan memojok di dekat lemari.
Tami menahan senyum. Sudah pasti semua ini adalah ulah Nadia.
"Enggak, kok," jawab Tami seraya beranjak mendekat. Dia pun merebahkan tubuh di samping Frans dalam posisi saling berhadapan.
"Tumben," bisik Frans nyaris tak terdengar. Lengannya melingkari tubuh bagian atas Tami dengan luwes. Sementara dagunya ditempelkan pelan di pucuk kepala sang istri.
Aroma tubuh Frans netral tapi enak. Irama degup jantungnya punya efek menenangkan. Usapan-usapan lembutnya di sepanjang punggung berhasil bikin ngantuk.
Posisi keruntelan ternyaman apalagi pada saat dini hari yang dingin begini.
Tami sampai lupa kapan terakhir kali mereka melakukan hal seperti ini. Seringnya, Tami sudah tidak mood karena merasa paling lelah sedunia. Dia akan menghindar secara halus, atau kalau melayani Frans pun ... hanya sekadarnya saja. Alias, cuma menganggap hal itu sebagai kewajiban tanpa benar-benar dinikmati.
"Saya ada salah ke kamu?" bisik Frans tiba-tiba. Embusan napasnya yang hangat terasa menggelitik pucuk kepala Tami.
"Maksudnya?"
"Beberapa hari ini kamu beda. Kayak bukan kamu. Saya jadi kepikiran apa kamu lagi ngambek. Tapi salah saya apa?"
"Banyak."
Frans tertawa pelan sekali. Saat Tami mendongak, didapatinya sudut mata itu berkerut manis. Deretan gigi rapi itu mengintip dari balik bibir yang biasa terkatup datar. Frans memang berwibawa saat diam, tapi begitu tertawa dia terlihat sangat menarik sekaligus ... tampan. Jenis tawa langka yang sekalinya keluar bisa bikin klepek-klepek.
"Gak peka, kurang inisiatif, terlalu cuek .... Ada lagi?" tebak Frans ringan.
"Nah itu tau."
"Bawaan sejak saya orok. Alias udah jadi watak. Susah ngubahnya kalau drastis apalagi instant." Usapan Frans yang tadinya di sepanjang punggung, kini naik mengelus-elus kepala. "Tapi sedikit-sedikit bakal saya usahain. Kamu ingetin aja terus."
"Bener ya?"
"Iya."
"Kamu juga ingetin kalau ada kelakuan aku ada yang gak bener."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Happily Ever After [✓]
ChickLitTiga sahabat. Tiga masalah. Tiga rahasia. Apa yang dibagi belum tentu selalu merupakan apa yang terjadi. Melalui sebuah kejadian di luar nalar, mereka diizinkan mencicipi mimpi yang tidak pernah dimiliki. __________ Start: 22 Feb 2023 End: 10 Okt 20...