Behind The Scene 16 : Ad Meliora

247 34 3
                                    

Saat laju ojek online yang ditumpanginya berhenti di parkiran Sweet Bites, Nadia tetap berusaha tampil tenang. Padahal aslinya, dia ingin sekali melompat turun lalu berlari masuk.

Sudah telat nyaris setengah jam. Saat akan berangkat tadi, Fio tiba-tiba menagih jatah ASI. Seperti latah, Flo malah ikut-ikutan. Nadia yang awalnya berniat pakai taksi, sampai beralih pada pilihan ojek online. Dia bahkan meminta bapak ojek terus ngebut agar mereka cepat-cepat sampai.

Omong-omong, di perjalanan tadi Nadia sempat mengalami kejadian tidak terduga. Di salah satu lampu merah, ojeknya bersisian dengan motor Inggrid yang ternyata tinggal di Bogor juga. Wajah Inggrid terihat lelah bertarung dengan padatnya jalanan. Dia bahkan seperti tidak sempat memperhatikan penampilan. Jaket gombrong pudar, celana rumahan, dan sandal jepit. Mungkin karena dia repot membonceng tiga anak sekaligus. Satu di depan, dua berdempetan di belakang.

Nadia bukan tipe orang berhati lembut, tapi kali ini dia tersentuh. Kalau mengikuti perasaan, mungkin dia sudah menyapa Inggrid dan bilang bahwa mereka harus mengobrol banyak.

Sayangnya ... tidak mungkin.

Ting ... ting ... ting ...

Denting lonceng di atas pintu masuk Sweet Bites kemudian menyadarkan Nadia dari lamunan sesaat. Aroma harum aneka roti dan alunan musik lembut ikut menyambut kedatangannya.

Pandangan Nadia pun menyapu pada suasana Sweet Bites yang terlihat ramai. Sayangnya, meja di sudut utara itu nampak kosong. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehadiran kedua sahabatnya seperti yang diharapkan.

"Sial. Perhitungan gue ternyata salah. Mereka kayaknya gak ke sini," gumam Nadia disertai decakan frustasi.

Dia baru saja kepikiran akan bertanya pada salah seorang waitress, ketika bahunya keburu tersenggol oleh seseorang dari belakang. Sekotak salad buah kemudian terpelanting jatuh hingga isinya tercecer di lantai.

Nadia spontan menoleh. Detik itu juga matanya melebar girang. Tentu saja karena yang menyenggolnya tadi adalah Risti.

"Ris!" panggil Nadia semringah. "Kirain gak datang."

Namun, alih-alih merespon, Risti justru berdiri kaku. Wajahnya pias. Matanya membelalak dengan sorot tidak percaya. "Kamu ... siapa?" tanyanya bingung.

***

Peristiwa salad tumpah tadi memancing perhatian beberapa pengunjung lain. Seorang karyawan Sweet Bites pun dengan sopan meminta izin untuk bersih-bersih. Selama jeda sesaat itu, Tami memandang ngeri pada sosok yang ada di hadapannya.

Bagaimana tidak, orang yang barusan memanggilnya itu berwujud sebagai ... Cyntia Utami. Alias dirinya sendiri! Meskipun Tami sudah pernah memikirkan kemungkinan ini sebelumnya, ternyata dia tetap tidak siap. Bayangkan saja bagaimana rasanya melihat raga kita dipakai oleh orang lain yang entah siapa. Aneh dan mengerikan!

"Why do you ask that?" Sosok Tami memicingkan mata. "Lo sendiri beneran Risti atau siapa?" tanyanya balik.

Raut judes itu, sikap tegas itu, sedikit banyak membuat Tami jadi menebak-nebak. "Nadnad? Ini ... kamu?"

Sosok Tami mengerjap. Kepalanya lalu mengangguk mantap. "Iya. Ini Nadia. Bukan Tami. Kalau lo?"

"Astaga. Jadi bener." Tami meremas tangan. Kelegaan perlahan mengaliri hatinya yang mulai diisi oleh harapan. "Aku juga bukan Risti tapi--" Kalimat itu keburu terputus karena kehadiran seseorang yang menghambur ke tempat mereka berdiri.

"Ini siapa? Ndak mungkin Risti, kan?" tanya sosok itu panik.

***

Risti memandangi sosok di hadapannya dengan mulut terbuka.

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang