Behind The Scene 8 : Hati yang Mulai Terbeli

240 39 0
                                    

Sebanyak apa pun orderan yang harus dikerjakan Risti di Sweet Bites, rasanya tidak pernah selelah ini. Padahal, kegiatannya di rumah hanya mengasuh seorang anak berusia dua setengah tahun. Terdengar sederhana, tapi ternyata begitu menguras tenaga.

Akibatnya, baru pukul sembilan malam saja Risti sudah kehabisan energi. Bahkan untuk sekadar menunggu Tio pulang pun dia tidak sanggup. Kelopak matanya seperti digelayuti barbel berkilo-kilo. Tubuhnya terasa lemas seperti jelly.

Berkebalikan dengannya, Gavin justru masih segar bugar. Anak itu loncat-loncat di karpet kamar dengan penuh semangat. Bujukan demi bujukan tidak mempan. Risti akhirnya menyerah dan membiarkan saja maunya Gavin bagaimana.

Sakarepmu, Le ....

"Gavin, bobo yuuu," ajak Risti sembari menguap lebar.

Gavin cuek saja.

"Gavin ...." Kali ini Risti datang mendekat. Dengan kedua tangan, dirangkumnya lembut pipi Gavin. Mata ketemu mata. Mereka saling bertatapan. "Gavin ... bobo ... yuk ...." ulangnya lambat dan penuh penekanan di setiap kata.

Dengan pipi gembul yang penyet seperti squishy, Gavin menatap Risti lalu mengerjap-ngerjap. Alih-alih merespon dengan jawaban, dia justru tertawa. Tubuhnya lalu melepaskan diri dengan merosot ke bawah dan lanjut loncat-loncat lagi.

"Oh, masih mau main. Mama Risti tunggu di kasur ya."

Risti pun duduk setengah rebah di sisi kasur paling kiri. Punggungnya diganjal oleh dua buah bantal. Dengan mata yang semakin lengket dan berat, dia mengawasi Gavin semampunya. Sampai beberapa menit kemudian, tanpa sadar dirinya malah terlelap.

***

Risti tidak tahu pasti jam berapa dia mulai tertidur. Yang jelas di tengah-tengah mimpi naik ke pohon rambutan, sesuatu yang hangat dan wangi minyak telon menyelusup di antara lengannya lalu meringkuk di sana. Barulah saat lilir sekitar pukul sebelas malam, Risti kaget karena tenyata yang ada di pelukannya adalah Gavin.

Setengah tidak percaya. Senang. Terharu.

Tanpa berani bergerak banyak, Risti memandangi Gavin yang kini sedang tertidur pulas.

Nyaris seminggu mereka terus barengan selama 24 jam, Risti jadi semakin mengenal kebiasaan-kebiasaan Gavin. Anak itu lebih suka cita makanan asin daripada manis, pipinya akan memerah seperti apel jika kepanasan, jadwal pupnya sehabis sarapan, lebih cepat ngantuk kalau waktunya tidur siang daripada tidur malam, dan suka sekali pada lagu Bingo Cocomelon. Jika mendengar lagu tersebut, Gavin akan langsung menghentikan aktivitasnya. Dia lalu bergoyang-goyang dengan gerakan lucu yang menggemaskan.

"Kok bangun?" Tio yang baru keluar dari kamar mandi membuat Risti otomatis menoleh.

"Lho, Mas baru pulang, to?" Alih-alih menjawab, Risti malah bertanya balik.

Pada saat itu, Gavin menggumam-gumam dengan mata yang masih terpejam. Tubuhnya kemudian berguling ke tengah kasur hingga pelukan mereka lepas. Barulah Risti berani beringsut bangun dan duduk di ujung tempat tidur. Digelungnya asal rambut yang sudah tergerai berantakan.

"Iya. Habis stock opname. Sekalian aja aku sidak ke semua cabang."

Mulut Risti membulat seperti huruf O untuk sesaat.

"Maaf ya, Sayang, seminggu ini aku malah sibuk terus. Gak dampingin kamu sama sekali buat ngasuh Gavin."

"E' yo ndak usah minta maaf, Mas. Kan itu memang kerjaanmu. Lagian aku juga seneng bisa barengan sama Gavin gini. Jadi banyak belajar gimana ngasuh anak."

"Tapi Gavin masih bisa dikendaliin, kan? Maksudku, kamu kewalahan enggak?"

Risti meringis. Jika menjawab tidak, jelas itu merupakan sebuah kebohongan. Gavin aktif sekali. Belum bisa duduk diam lebih dari lima menit. Kadang tantrum jika punya keinginan. Namun, ada sisi lain anak itu yang membuatnya langsung jatuh sayang.

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang