Behind The Scene 15: New Life 4 (Tami)

399 33 8
                                    

Lonjakan kecil akibat ban mobil yang menggilas polisi tidur, membuat lamunan Tami seketika buyar. Dia pun melempar pandangan ke sisi kiri. Pada sebuah tangan kecil yang melingkari lengannya dengan erat. Pada paras imut dengan rambut yang sering lembab oleh keringat. Pada dua bola mata bulat bersorot cerdas yang tatapannya sering lari kemana-mana.

Anak ini ... jelas bukan Friska, atau Fina, apalagi si kembar.

"Kata Oma, Gavin jadi makin lengket sama Bu Risti sejak saya mudik, njih?" Pertanyaan Mbak Esti yang duduk di kursi penumpang depan kemudian berhasil menyempurnakan kesadaran Tami.

Ternyata dia masih terjebak di tubuh Risti. Duhhh! Kalau ingat pada fakta itu kepala rasanya auto pening.

"Masa, sih, Mbak?"

"Iyaaa .... Katanya sampek ndak mau lepas sebentar pun dari Mama Risti. Bobo siang aja mau ditemenin. Bobo malem sampe ngungsi kamar." Mbak Esti menyerocos antusias. "Tapi yang alhamdullilah-nya tuh ya, Bu, Gavin jadi nurut ke Ibu. Tadi aja mau kan makan sambil duduk. Padahal biasa'ne wis kayak banteng lepas dari kandang!" Mbak Esti lantas terkekeh geli sendiri.

Memang benar juga. Selama dua hari ini Gavin terus menempel pada Risti seperti lintah. Sebagai ibu dari empat anak, Tami sebenarnya sudah terbiasa diperlakukan seperti itu. Namun masalahnya adalah, dia jadi tidak bisa pergi kemana-mana. Apalagi pulang ke kehidupan aslinya di sana.

"Emang sebelumnya makan Gavin gimana, sih, Mbak?"

"Lha, mosok Bu Risti lalih? Sambil akrobat kan. Lari sana-sini, manjat-manjat, gelantungan. Cuma bisa diem kalau makan sambil nonton. Tapi kan kata Ibu harus dikurangin anunya ... krim tem."

Tami (dalam sosok Risti) loading sebentar. Tawanya pun lalu pecah. "Screen time kali maksudnya ya, Mbak? Arti sederhananya sih nonton TV atau main HP gitu."

"Oalaaah. Iya, itu, Bu. Angél Inggris-inggris."

Pak sopir yang tadinya hanya fokus menyetir jadi ikut tertawa dan meledek Mbak Esti. Keduanya lantas saling lempar guyonan dalam bahasa Jawa. Karena tidak terlalu mengerti, Tami (dalam sosok Risti) hanya sesekali ikut tersenyum.

Omong-omong, sebenarnya agak miris juga. Tami bisa membuat Gavin makan tertib, sedangkan Fina dan si kembar proses makannya justru kacau balau. Bisa jadi, karena saat ini Tami memposisikan diri sebagai orang luar. Dia bisa fokus dan lebih tega pada feeding rules, tanpa ketar-ketir ditekan target harus kejar berat badan.

Friska, Fina, Fio, Flo ... Mama kangen banget. Tunggu Mama pulang abis ini ya ....

***

Suasana poli tumbuh kembang tidak terlalu ramai. Kursi tunggu di sisi kanan dan kiri koridor hanya diisi oleh beberapa orang tua yang membawa anak mereka.

Begitu sampai, Tami (dalam sosok Risti) langsung belok untuk melakukan registrasi. Sementara itu Gavin justru melesat lincah menuju playground mini. Untunglah ada Mbak Esti yang dengan gesit langsung mengekori.

"Mama Gavin ... baru keliatan lagi," sapa seorang ibu berkerudung yang baru keluar dari salah satu ruangan terapi. Tangannya menepuk-nepuk lembut pada gendongan jarik. Anaknya yang meringkuk di sana memiliki fitur wajah khas. Juntaian kaki panjangnya jadi penanda usia yang lebih dari lima tahun.

Behind Happily Ever After [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang