Tidur berkualitas Nadia terganggu oleh suara berisik dua anak kucing yang saling bersahutan.
Padahal matanya masih lengket. Tubuh letihnya menjerit minta lanjut tidur. Lagi pula sekarang pasti masih dini hari. Alarm yang biasa disetel setiap pukul enam pagi pun belum ada tanda-tanda akan berbunyi.
Sambil mengerang kesal, Nadia menarik bantal untuk menutupi telinga. Namun, gerakan itu justru mengingatkannya pada sesuatu. Kalau sekarang masih dini hari, berarti ada kewajiban yang harus dia lakukan segera. Tidak peduli ngantuk. Tidak peduli letih. Tidak peduli sedang hujan badai sampai mati lampu sekali pun.
Jadi, hari ini adalah jadwalnya bereproduksi. Kalender di aplikasi kesuburan menunjukkan puncak masa ovulasi. Sementara nanti malam Nadia ada acara kantor dan pasti pulang larut. Padahal berdasarkan artikel-artikel yang rajin dibacanya, suami-istri harus rileks dan prima saat berhubungan agar lebih berpeluang sukses. Yah, menginginkan sesuatu memang butuh usaha dan pengorbanan. Untuk menang giveaway di sosmed saja harus effort mengikuti prosedur, apalagi mengharapkan anak yang sudah ditunggu-tunggu.
"Ya .... Ariya .... Bangun. Waktunya aku dibuahi, nih." Sembari menguap lebar, Nadia mencolek-colek lengan di sampingnya.
Sementara itu, suara raungan dua anak kucing masih saja terdengar. Bahkan kali ini lebih kencang.
"Apaan, sih? Ngantuk," jawab sebuah suara bariton yang agak serak.
"Ck. Gak boleh ngantuk Ariya .... Nanti bikin anaknya gak fokus. Ayo cuci muka dulu sana." Nadia tidak menyerah. Kali ini tubuh di sampingnya digoyang-goyangkan. Sedangkan dia sendiri berusaha mengusir kantuk dengan mengucek-ucek mata.
"Fokus apaan, sih? Saya ngantuk, Tami. Masih mau tidur." Lengan Nadia ditepis pelan. Tubuh tersebut kemudian berbalik ke posisi memunggungi. Dengkuran halus kembali terdengar.
Detik itu juga, mata Nadia yang tadinya lengket spontan terbuka lebar.
Ariya, suaminya, adalah orang yang paling tertib sedunia. Makan anti mengecap, mengambil barang selalu hati-hati, dan tidak pernah mendengkur bagaimanapun lelahnya. Ariya juga selalu membahasakan diri dengan 'aku', bukan 'saya'. Bahkan ketika mereka sedang bertengkar. Terus apa katanya tadi? Tami? Kenapa pula Ariya harus memanggil Nadia dengan nama perempuan lain? Dalam hal ini malah sahabat Nadia sejak kuliah.
Jangan-jangan Ariya diam-diam suka pada Tami sampai terbawa mimpi? Atau mereka pernah punya hubungan spesial di masa lalu? Atau lebih parahnya lagi ... berselingkuh?
Nadia menggeleng kuat. Matanya menyipit curiga pada punggung yang hanya berbalut kaus singlet itu. Eh, tunggu! Ariya tidak pernah 'hanya pakai singlet' meski sedang di rumah. Ariya alergi dingin. Kalau mau tidur harus pakai baju panjang, celana panjang, bahkan kaus kaki.
"Ya ... kok tumben gak kedinginan?" bisik Nadia waspada.
Tidak ada jawaban selain dengkur halus dan bahu yang naik turun.
Dengan jantung yang mendadak berdebar-debar, Nadia pun mengintip. Sedetik kemudian dia lalu tersentak. Matanya mengerjap cepat dengan mulut setengah menganga. Lelaki di sampingnya itu sudah dapat dipastikan bukan Ariya! Melainkan Frans, alias suami Tami!
Ba-bagaimana bisa?
Kenapa Frans malah numpang tidur di sini?
"Mamaaaa, Na ompooolll!" Belum juga Nadia berhasil mencerna apa yang terjadi, suara rengekan anak kecil terdengar.
Fina, anak kedua Tami dan Frans, menyembul dari kasur atas. Wajah anak berusia dua setengah tahun itu terkantuk-kantuk. Bau pesing tercium samar.
Masih bingung setengah mati, pandangan Nadia refleks menyisir sekitar. Kamar dengan banyak perabotan ini cukup sesak. Tempat tidurnya sekarang bahkan kasur busa tipis yang digelar langsung di lantai. Sementara spring bed berukuran queen dikuasai oleh Fina dan kakaknya. Lalu ... ya ampun! Kalau diperhatikan lagi suara dua anak kucing tadi ternyata suara tangisan bayi! Mereka meraung-raung di baby box yang berdempetan dengan meja.
Berarti pertanyaannya dibalik, kenapa Nadia malah numpang tidur di kamar Tami? Sekasur dengan Frans pula!
Nadia pun memeras ingatan sekuat tenaga. Tadi malam, rasanya tidak keanehan sama sekali. Dia sampai di rumah sekitar pukul sepuluh malam. Setelah mengobrol sekilas dengan Ariya, dia duduk di sofa ruang tengah sambil menikmati secangkir chamomile tea. Sayangnya rasa letih lebih mendominasi. Teh tidak lagi menggoda untuk disesap. Nadia akhirnya memutuskan untuk naik ke kamar saja. Apalagi Ariya juga sudah tidur duluan karena kelelahan.
Senormal itu.
Tidak ada ceritanya Nadia pergi keluar rumah dulu atau menerima tamu dulu. Dia bahkan masih ingat bagaimana tangannya meraih remote AC untuk menurunkan suhu ke 17° C. Sementara di kasur mereka yang besar dan nyaman, Ariya makin meringkuk kedinginan.
"Itu si kembar susuin dulu, dong. Nangis dari tadi." Teguran Frans tersebut menarik kembali Nadia pada kenyataan.
"What? Su ... su apa? Susuin?" Nadia mengeryit. Sebelah tangannya spontan meraba kancing daster yang ternyata sudah terbuka.
Ya Tuhan! Ini saja sudah aneh. Seumur-umur, Nadia selalu pakai kimono satin, atau piyama, atau lingerie sexy. Bukan daster tipis bermotif bunga-bunga begini.
Jangan bilang kalau ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Happily Ever After [✓]
Chick-LitTiga sahabat. Tiga masalah. Tiga rahasia. Apa yang dibagi belum tentu selalu merupakan apa yang terjadi. Melalui sebuah kejadian di luar nalar, mereka diizinkan mencicipi mimpi yang tidak pernah dimiliki. __________ Start: 22 Feb 2023 End: 10 Okt 20...