Aku menghela nafas melihatnya pergi. Dasar. Kenapa dia begitu menyebalkan. Tidak bisakah dia berpamitan dengan lebih baik lagi??
Akan menemuiku lagi nanti? Nanti itu kapan? Sebentar lagi orang-orang di istana pasti tau jika dia menggunakan sihir seenaknya seperti itu.
"Yang Mulia,"
Aku tersadar. Ryan Balderik Savier.... Aku lupa ada keluarga Marquis Savier disini karena terlalu sibuk berdebat dengan Ryvel.
"Ryan,"
"Jika anda tidak keberatan apa anda bisa menjelaskan apa maksudnya tadi?"
"Itu-"
Ryan menatapku. Mata hijaunya seolah menembus hingga ke batinku.
Aku menghela nafas. Kemudian menceritakan hal yang aku alami. Aku tidak peduli, Ryan akan percaya atau tidak. Tapi-satu hal yang pasti bahwa mata itu membuatku terusik seperti dulu.
Aku teringat ketika Ryan dipenggal oleh Gavril karena menjadi pemimpin pemberontak.
"Selanjutnya kamu sudah mendengarnya dari Ryvel. Aku juga kurang paham dengan yang dikatakan Ryvel karena aku sudah mati waktu itu,"
"Begitu ya, saya mendapat hukuman penggal karena menjadi ketua pemberontak. Hmm... Sepertinya itu benar. Saya pasti akan melakukan itu jika kekacauan itu terjadi," ujar Ryan.
"Kamu mempercayaiku?" tanyaku tak percaya.
"Melihat Yang Mulia berubah hingga perang dengan Mileya. Dan sikap anda yang kurang bermartabat karena berhubungan dengan musuh, sepertinya itu patut dipercayai,"
"Apa katamu?" tanyaku tersinggung.
Ryan tersenyum. "Saya hanya berkata fakta. Saya rasa jika itu anda yang dulu, anda pasti tidak akan melakukan hal seperti itu."
Senyumnya terlihat sangat indah. Mau tak mau aku juga ikut tersenyum.
"Yang Mulia,"
"Ya?"
"Apa sebelum tiada, adik saya bahagia dengan pernikahannya?"
"Entalah, saya tidak begitu tau. Baginda Ratu tiada seminggu setelah naik takhta. Saya tidak dapat memastikan keadaannya karena tempatnya begitu jauh dengan kediaman saya. Namun ketika pesta pernikahan, senyum Baginda Ratu terlihat sangat bahagia. Baik dikehidupan dulu maupun sekarang, saya tidak pernah melihat Erin tersenyum selebar itu."
Aku menghela nafas kemudian tersenyum ketika mengingat wajah Erin. Satu-satunya teman perempuanku.
"Sejujurnya, alasan kenapa saya dicurigai karena saya adalah orang terakhir yang ditemui Ratu sebelum kematiannya,"
Ryan memperhatikanku.
"Baginda mengirimkan surat untuk minum teh waktu itu. Tehnya sendiri, pihak pelayan Ratu yang menyiapkannya. Saya hanya menemaninya waktu itu. Baginda Ratu banyak bertanya tentang kesukaan Kaisar seperti apa makanan kesukaannya, warna hingga buku yang dibacanya. Saya hanya bisa diam tanpa menjawabnya, karena memang saya tidak tau apapun terkait kakak saya. Lebih tepatnya, saya tidak tertarik. Setelah pertemuan itu, Ratu ditemukan tiada."
Hingga tiba-tiba Erin tiada begitu saja. Aku sangat heran waktu itu. Namun tak bisa melakukan apapun. Hingga ketika aku di jebak sebagai pembunuh, aku baru sadar. Ada pengkhianat disana.
"Sepertinya salah satu pelayan itu adalah pengkhianat. Jika aku tidak salah ingat, ada salah satu bunga yang dimana aroma bunga tersebut bisa sangat beracun apabila di konsumsi bersamaan dengan teh. Gavril meracuni Erin seperti itu, di kamar mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA
FantasySama seperti Pandora, yang dilarang oleh Zeus untuk membuka kotak emas yang dihadiahkan. Aku pun dilarang untuk memasuki Istana Shapirre oleh Kaisar yang merupakan ayahku. Aku yang dipenuhi keingintahuan seperti Pandora pun memasuki istana tersebut...