Bab 1

918 29 3
                                    

Gadis itu berlari sekuat tenaga menyusuri trotoar yang panas karena sinar matahari mulai menyengat tanpa kompromi.

seiring berputarnya jarum jam ke arah kanan. Belum lagi polusi dan derum kendaraan bermotor yang memenuhi jalan, seakan ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa pagi sudah benar-benar beranjak pergi.

Nadia terus berlari sampai kakinya terasa pegal dan lemas. Bahkan saat sekolahnya sudah mulai terlihat, ia masih belum bisa bernapas lega karena pintu pagar yang hanya terbuka sedikit tersebut pasti sebentar lagi akan semakin tertutup rapat setelah digembok agar siswa yang terlambat tidak bisa masuk.

Akhirnya, dengan segenap tenaga terakhir Nadia berlari lebih cepat dari sebelumnya. yang dimilikinya,

"Tunggu Pak, jangan ditutup dulu!" seru Nadia panik ketika sampai tepat di depan pagar.

Pak Narno, penjaga sekolah yang sedang menyentakkan pintu pagar, menghela napas panjang saat melihat Nadia Tangan nya membuka kembali sentakan itu.

"Telat lagi kamu, Nad"Pak Narno berdecak heran.

"Nggak telat kok, Pak. Buktinya, pagar belum di gembok"

Nadia langsung membela diri, lalu mengingatkan diri untuk
membelikan Pak Narno kopi sebagai balas jasa karena sering membantu tiap kali ia hampir terlambat.

"Pagarnya memang belum digembok. Tapi bel masuknya sudah bunyi lima menit lalu" Pak Narno melihat jam kulit tuanya.

"Ya deh. Saya nggak lagi-lagi telat, Pak!"Nadia menunjukkan jari tengah dan telunjuknya yang telah direnggangkan membentuk kode swear pada Pak Narno.

Kemudian, sebelum Pak Narno berbicara lagi, Nadia menyelip masuk ke area sekolah dan berlari menuju kelas. Jam pertama hari ini diisi oleh Bu Vega, guru yang sangat disiplin dan terkenal galak. Terlambat lima menit di jam pelajarannya, sama saja dengan sindiran rajam sampai jam pelajaran selesai.

Pengalaman itu pernah dialami Dinda, teman sekelas Nadia, yang telat gara-gara tidak dapat angkutan karena kesiangan. Selain kena sindir ini itu, Dinda terpaksa jadi babu kelas Disuruh buang sampah, hapus papan tulis, bahkan mengambil beberapa buku yang ketinggalan di kantor guru yang jaraknya jauh banget dari kelas Nadia!

Bagi Bu Vega, kedisiplinan kunci utama menuju sukses. Ibu guru satu itu tidak akan pernah mau bertoleransi soal anak-anak didiknya yang terlambat, apalagi dengan alasan tidak bisa bangun pagi. Maka dari itu, terlambat di jam pelajaran Bu Vega terutama kalau pada jam pertama adalah kutukan besar!

Nadia dalam hari menulahi bus yang terlambat muncul hari ini. Bukan hanya membuat Nadia telat, tetapi juga membuat penampilannya yang sudah lumayan rapi jadi kacau-balau.

Ia juga meruruki mobil mamanya yang sudah beberapa hari ini masuk bengkel hingga mengharuskannya naik kendaraan umum.

Dengan masih berlari-lari kecil, Nadia berusaha merapikan rambutnya yang berantakan. Letak kelas Nadia memang tidak strategis, di ujung koridor, dekat dengan WC dan kantin. SMA Persada memang tidak begitu besar, tetapi jika sudah telat gedung sekolah jadi terasa seluas dua kali lapangan bola Senayan.

Saat masuk kelas, Bu Vega belum ada di singgasananya! Benar-benar mukjizat Yang Maha Kuasa! Nadia langsung meng hela napas lega.

Dengan langkah lebih santai, ia melenggang ke kursinya kemudian menyeka keringat dengan punggung tangan kanan.

"Nad! Kok lo telat lagi sih?" tanya Runi dengan tampang nggak jauh beda dengan Pak Narno tadi,heran dengan kebiasaan telat Nadia.

Minggu ini saja Nadia sudah telat tiga kali dengan berbagai alasan.

"Beker gue mati," jawab Nadia seadanya.

"Bohong Pasti lo kelamaan dandan deh"Runi langsung tidak percaya

Nadia nyengir mendengarnya. Ia memang bukan tipe cewek yang hobi berdandan tebal saat ke sekolah. Namun, ia selalu berlama-lama mandi supaya wangi dan tidak lupa mengering kan rambut dengan hairdryer supaya lebih rapi.

"Sok tahu lo, Run!" jawab Nadia ketus sedangkan Runi cama geleng-geleng sambil berdecak.

"Good morning Students! Sorry, I'm ten minutes late today"Suara rendah Bu Vega terdengar tiba-tiba.

Membuat kebisingan di kelas mendadak lenyap. Bu Vega meletakkan beberapa buku cetak, LKS, dan buku absen yang dibawanya di meja. Beberapa menit kemudian, Bu Vega mulai mengabsen muridnya satu persatu.

Pelajaran pun dimulai. Materi kali ini adalah Naratif, pendalaman materi kelas sebelas agar para murid kelas dua belas semakin mantap dalam menghadapi UN.

Membahas teks-teks membosankan terkadang membuat banyak mata mengantuk. Belum lagi Bu Vega mengajar dengan suara yang mengalun halas dengan aksen Jawa yang amat kental sehingga terdengar anch ketika berbicara dalam Bahasa Inggris. Pas banget buat jadi obat tidur. Bisa membayangkannya kan?

Sambil berusaha menyegarkan mata, Nadia sesekali melirik Reihan yang duduk di samping Endro. Dengan lirikan cepat, wajah ganteng Rei langsung terlihat jelas dan menghilangkan kantuknya.

Rei menyadari kalau Nadia meliriknya setiap tiga puluh detik, hal ini membuatnya jengah. Dia bukan patung atau pajang an yang bisa dilihat-lihat sesuka hati tanpa merasa risi.

Ketika untuk kesekian kalinya lagi Nadia meliriknya, Rei akhirnya angkat bicara.

"Ini udah delapan belas kalinya lo ngeli hatin gue. Risi, tahu! Lagian buat apa lo masuk kelas kalau bukan guru yang lo perhatiin!" Suara Rei hampir terdengar oleh seluruh isi kelas. Nadia seketika merasakan pipinya memanas.

Benar-benar keterlaluan! Dalam hati Nadia memaki. Ia memang sudah naksir Rei sejak pertama kali masuk SMA Persada. Tetapi bukan berarti Rei bisa seenaknya, dong, mempermalukan Nadia di depan banyak orang seperti itu. Lagian, Nadia kan cuma ngelihatin saja. Nggak sampai terbit air liur kok!

"Gue..." Nadia terbata-bata.

"Gue... siapa bilang gue ngelihatin lo? Dari tadi gue ngelihatin Endro kok! Nadia menghela napas. Niat hati ingin memaki Rei, apa daya mulut tak sanggup.

"Ciee..." Tiba-tiba terdengar seruan seseorang.

Nadia langsung tahu siapa provokator menyebalkan itu. Pasti Ace! Ketua kelas yang sikapnya memang menyebalkan karena suka banget mengejek orang.

"lih... Nadia ketahuan ngelirik-ngelirik Endro."

"Cuit-cuit..."

Sorakan lain langsung bersusulan memenuhi kelas. Nadia memejamkan mata, berdoa supaya hal ini cuma mimpi dan
sebentar lagi ia akan terbangun di kamarnya yang nya.

Saat membuka mata, bukan kamarnya yang ia temukan, kelas yang riuh dengan sorakan yang lebih heboh lagi di telinganya Sorakan dari sang provokator utama.

"Cie... si Nadia pake tutup mata segala untuk menikmati sorakan kita!"

Tiba-tiba terdengar ketukan keras di papan tulis. Bu Vega memandang ke seluruh kelas dengan wajah merah menaha amarah. Keriuhan kelas pun seketika mereda. Tapi tidak dengan hati Nadia.

***Gimana part ini kalian suka??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***
Gimana part ini kalian suka??

Kalo mau lanjut komen next

Jangan lupa vote

Kalian bisa tanya tanya di Ig wp_wirenna

[8 mei 2023]

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang