"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu"
***"Jujur deh, gimana sih sebenernya perasaan lo sama Ethan, Nad?" tanya Luna. Malam ini gilirannya menjaga Nadia di rumah sakit.
"Gue nggak tahu, Lun. Ethan sebenarnya nggak seperti yang kita duga selama ini," jawab Nadia pelan. Ethan mungkin posesif dan menyebalkan, tapi rasa cintanya jauh lebih besar dari pada cowok mana pun yang pernah Nadia kenal.
"Kalau gitu, mungkin dengan ini lo bisa pastiin perasaan." Luna tersenyum.
"Maksud lo?" Luna merogoh saku celana jins longgarnya dan memberikan kertas ke Nadia.
"Gue minta maaf, Nad, baru bisa ngasih surat ini sekarang."
"Surat apa?" Nadia mendadak bingung dengan pemberian Luna.
"Dari Ethan," jawab Luna sambil tersenyum kikuk.
"Oh..." Nadia terkejut. Buru-buru ia buka surat tersebut dan membaca isinya dalam hati.
Nadia tersayang
Gue nggak akan pernah memaksa lo lagi. Gue rela menjadi pilihan. Jadi sebaiknya lo yakinkan diri soal perasaan lo. Gue akan tetap menunggu sampai kapan pun.
Much love, Ethan.
"Lo kenapa, Nad?!" Luna khawatir ketika melihat mata Nadia berkaca-kaca.
"Nggak ada apa-apa, Lun." Nadia tersenyum tipis pada Luna. Ada kehangatan dalam hati Nadia.
***
"Lo udah kasih surat gue ke Nadia?" Luna cuma mengangguk menjawab pertanyaan Ethan.
"Reaksinya gimana?" tanya Ethan tak sabar, apalagi kemarin cowok itu harus menunggu lebih lama untuk mendengar jawaban dari Luna karena gadis itu tidak masuk sekolah.
"Kayak mau nangis." Ethan tersenyum mendengar jawaban Luna. Kali ini dia yakin suratnya sudah dibaca baik-baik oleh Nadia.
"Selain itu, kabar Nadia gimana?" tanya Ethan pelan. Luna terkejut menyadari ada rasa penasaran yang kuat dalam suara Ethan.
"Dia... dia sakit."
"Sakit?" Mata Ethan menyipit, tiba-tiba merasa begitu cemas.
Luna mengangguk. "Dia kena tifus, sekarang lagi dirawat di rumah sakit. Harus diopname beberapa hari soalnya sebelum di bawa ke rumah sakit, Nadia sama sekali nggak mau makan." Luna memberikan gambaran atas keadaan Nadia sekarang.
Ethan diam saja, tapi Luna bisa melihat kekhawatiran cowok itu. Luna sendiri juga tidak menyangka dirinya akan memberikan keterangan yang jujur mengenai keadaan Nadia pada Ethan. Mungkin karena Luna dapat melihat ketulusan Ethan tanpa sedikit pun punya niat jahat. "Kondisinya parah?"
Luna menggeleng."Kalau lo khawatir, lo bisa jenguk dia siang ini. Mungkin semakin banyak orang yang jenguk dan ngasih doa, Nadia bakal cepat sembuh."Tak ada reaksi lain yang terlihat dari Ethan selain terkejut saat mendengar ucapan Luna.
"Lo nggak marah kalo gue jenguk Nadia?"
"Nggak," jawab Luna pelan. Ia tau persis, atau setidaknya sedikit mengerti kalau mungkin... Nadia memang punya perasaan suka pada Ethan. Apalagi ketika dilihatnya mata Nadia berbinar penuh harapan ketika selesai membaca surat dari Ethan kemarin. Surat yang sekarang Luna yakin kalau berisi ungkapan perasaan Ethan yang sebenarnya pada Nadia.
***
Nadia sedang tidur ketika Ethan sampai di rumah sakit siang ini. Wajahnya pucat pasi, namun badannya masih terasa hangat. Orang Tua Nadia keluar sebentar untuk makan siang. Sementara Luna yang bergantian menjaga, memutuskan meninggalkan cowok itu sendirian bersama Nadia, kalau-kalau ada hal pribadi yang ingin Ethan katakan dan tidak ingin untuk didengar Luna.
Ethan memandang kondisi Nadia yang begitu rapuh dan lemah. Ethan duduk di tepi ranjang Nadia dan membelai rambut gadis itu pelan. Dengan lembut, dia mendekatkan wajah dan dikecupnya kening Nadia pelan. Dengan lembut Ethan meraih tangan kanan Nadia dan menggenggamnya.
"Maafin aku," kata Ethan pelan. Biar saja Nadia tertidur, tapi Ethan yakin gadis ini mendengar. "Maaf karena udah bikin kamu sakit, Sayang. Aku berharap banget kamu cepat sembuh. Kondisi kamu yang seperti ini bikin aku sedih." Suara Ethan bergetar ketika bicara.
"Aku sayang sama kamu, Nadia." Tepat setelah Ethan menyatakan perasaannya, pintu kamar perawatan Nadia terbuka dan Mama beserta Papa Nadia masuk dengan sekantong perlengkapan untuk Nadia.
"Nak Ethan?" Papa terkejut melihat Ethan. Ingin rasanya Papa bilang kalau yang berbaring di kasur itu bukan Luna, melainkan Nadia. Namun langsung diurungkan niat Papa itu ketika menyadari, dari sorot mata Ethan, cowok itu sudah tahu semuanya.
"Selama siang Om, Tante." Ethan tersenyum ramah pada keduanya.
"Sudah lama di sini, Nak?"
"Baru aja, Om. Cuma kebetulan Nadia lagi tidur. Kalau gitu, saya permisi pulang dulu. Biar Nadia bisa istirahat."
"Lho, buru-buru banget?"
"Tenang aja Om Besok saya pasti mampir lagi," jawab Ethan sambil tersenyum.
"Oh, baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan ya, Ethan." Ethan mengangguk pelan. Kemudian pamit pada Mama dan Papa Nadia sebelum keluar dari ruang perawatan.
***
Pagi itu tidak ada yang berbeda pada Ethan. Dia tetap terlihat kurang berkonsentrasi. Masih terdapat lingkaran hitam di matanya akibat kurang tidur seperti beberapa hari sebelumnya. Namun raut wajah itu berubah ketika melihat Nadia muncul dengan wajah pucat dan mata yang agak merah. Mata itu menatap Ethan.
"Nadia?" gumam Ethan pelan. Bukannya menjawab, gadis itu langsung terduduk di sebelah Ethan. Tangannya menutupi wajah menahan tangis. Ethan meraih tangan Nadia, menggenggamnya erat.
"Ssstt..." Ethan berbisik pelan, menenangkan Nadia. "Kenapa kamu ke sini?"
Nadia menggeleng, seolah ingin menjernihkan pikiran. Ia terdiam cukup lama.
"Aku mau minta maaf, Than. Untuk semuanya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
FAIRLY ✓[REVISI]
Short StoryNadia yang ceroboh dan pemalas tinggal di Jakarta hanya bersama mamanya. Nadia mematung mendapati seraut wajah serupa dengannya di ruang tamu. Apakah Nadia akan terima jika selama ini mempunyai saudara perempuan yaitu bernama Luna yang rajin dan pin...