Bab 12

225 12 2
                                    

Sebulan bukanlah waktu yang lama, meski tidak bisa dibilang cepat. Banyak hal bisa terjadi dalam waktu sehari, apalagi dalam sebulan. Kematian, kelahiran, jatuh cinta, atau patah hati. Patah hati, seperti yang dialami Ethan sebulan ini. Cowok itu jadi nyaris seperti orang gila! Tak punya semangat hidup sejak "kekasih hatinya" pergi menghilang.

Mungkin orang lain bisa jatuh cinta ribuan kali, begitu hilang satu, tumbuh seribu. Sayangnya ini tidak terjadi pada Erhan, meski cowok itu ingin. Seandainya saja bisa menyukai orang lain, tentu akan lebih mudah bagi Ethan. Tapi ternyata, rasa sukanya pada Luna sudah terlalu dalam. Jauh lebih dalam dari yang bisa ditanggung ketika gadis itu meninggalkannya.

Ethan menjambak rambutnya yang mulai memanjang dengan geram. Matanya tak fokus dan pikirannya kacau. Bahkan Ethan tidak menyadari ketika pintu kamar terbuka dan Bi Asri, asisten rumah tangga sekaligus orang yang membantu mengasuh Ethan sejak kecil, membawa baki berisi makanan.

"Makan dulu, Nak," kata Bi Asri lembut.

Ethan menggeleng, sama sekali tidak merasa lapar walau sudah sebulan ini selalu makan dengan porsi sangat sedikit.

"Nanti kalau kamu sakit, bagaimana bisa cari Luna?" tanya Bi Asri khawatir.

"POKOKNYA SAYA NGGAK MAU MAKAN, BI! TITIK!!",Ethan tiba tiba jadi kasar, membuat Bi Asri terkejut. Walau sebenarnya wanita tua itu sudah cukup terbiasa dengan Ethan yang tempra mental dan tak segan-segan membentak siapa pun, bahkan ayah dan ibunya sendiri.

"Ya sudah," kata Bi Asti pengertian. "Makanan ini Bibi taruh di meja. Begitu kamu lapar, makan saja, Kalau sudah basi, bilang ya. Nanti biar Bibi masakkan lagi,"

"Hmmm..."

Bi Asri pun keluar dari kamar, membiarkan Erhan yang masih larut dalam penantian dan sedihnya.

Namun kini kau menghilang, bagaikan ditelan bumi Tak pernah kah kausadari, arti cintamu, untukku......

Entah di mana, dirimu berada

Hampa terasa, hidupku tanpa dirimu Apakah di sana, kau rindukan aku?

Seperti diriku, yang slalu merindukanmu Selalu merindukanmu...

(Ari Lasso, Hampa)

***

Perjalanan Jakarta Bandung seharusnya tidak memakan waktu lama. Tetapi Nadia merasa kalau perjalanan ini bukan main lamanya, nyaris terasa seperti berjalan kaki. Mungkin karena sepanjang jalan Luna terus menyetir tanpa mengajaknya berbicara. Dua komik yang sengaja ia bawa untuk teman perjalanan

sudah ia selesaikan. Nadia jadi benar-benar merasa bosan.Akhirnya kebosanan itu terselesaikan begitu mobil sedan Papa yang Luna pinjam berhenti di depan sebuah rumah berukuran cukup besar Bandung yang berada di komplek perumahan di pusat kota

"Udah sampai," kata Luna memberitahu, sekaligus merupa kan kalimat pertama sejak berangkat tadi. "Ini rumah gue sama Papa dulu. Hmm... rumah lo juga sih."

Nadia mengangguk seraya mengikuti Luna turun dari mobil. Luna memencet bel tiga kali sampai i kemudian gerbang di bukakan oleh Bi Ijah. Wanita tua itu agak terkejut saat melihat ada dua orang Luna, walau sebelumnya sudah tahu rahasia ini.

"Non Luna? Dan... Non Nadia?" Bi Ijah menyapa keduanya yang langsung mengangguk berbarengan.

"Aku mau ngambil beberapa barang yang ketinggalan, Bi Cuma sebentar," ujar Luna memberitahu,

"Nggak mau nginap, Non?" Bi ljah bertanya dengan nada kecewa.

Luna menggeleng. "Aku udah dapat sekolah baru di sana, Bi. Nggak mungkin bolos kan?" Luna memberikan alasan yang cukup masuk akal. Dia mengerti, mungkin wanita yang sudah seperti ibunya selama tujuh belas tahun ini begitu kesepian tinggal sendirian. Bi Ijah yang juga sudah menganggapnya sebagai anak sendiri mempersilakan mereka masuk.

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang