Bab 39

484 8 2
                                        

"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu"

***

"Nadia sakit apa sih, Run?" tanya Rei khawatir. Sejak kejadian dengan Priska, Nadia sama sekali tidak bicara. Saat pelajaran pun Nadia hanya terlihat serius memperhatikan, tapi tatapannya kosong. Nadia juga tak merespons baik orang-orang yang mengajaknya bicara. Bahkan tidak menggubris Rei dan Runi. Dan yang membuat Rei lebih khawatir lagi, wajah Nadia terlihat pucat dan lelah.

"Gue nggak tahu nih, Rei. Dari kemarin dia aneh banget." Runi menggeleng menjawab pertanyaan Rei.

"Gue juga ngerasa aneh, dia kayak orang lain," kata Rei setuju.

"Nggak biasanya dia pendiem banget. Dia juga nggak ada cerita apa-apa sama gue," tambah Runi sedih.

"Lo mau jenguk dia nanti siang, Run?" Rei menawarkan. Runi langsung mengangguk setuju.

***

"Lo nggak mau ke rumah sakit, Nad?" tanya Luna khawatir saat memandang Nadia berbaring lemah di kasur, lebih parah dari kemarin. Luna menyentuh kening Nadia dan merasakan dengan jelas suhu tubuh Nadia yang terus-terusan naik.

Nadia nggak mau dibawa ke rumah sakit dan kehilangan nafsu makan. Jadi yang bisa dilakukan oleh Luna dan Mama secara bergantian hanyalah mengompres kening Nadia dengan air es dan memaksanya minum obat penurun demam.

"Nggak usah, ini demam biasa kok. Paling nanti juga sembuh sendiri." Nadia langsung menolak, tubuhnya menggigil sedikit. Nadia benci rumah sakit. Benci bau obat. Pokoknya benci semua yang berhubungan dengan obat-obatan dan jarum suntik. Apalagi Nadia sadar kondisinya sekarang ini cukup parah, jadi ada kemungkinan kalau Nadia akan diopname beberapa hari. Jadi daripada ke rumah sakit dan nggak boleh pulang, mending menolak dari sekarang. Nadia yakin obat yang Mama berikan akan manjur.

"Lo sakit karena banyak pikiran ya, Nad?" Luna mendesah berat saat bertanya. Gadis itu tak bisa mencegah dirinya untuk tidak menyalahkan diri sendiri.

Nadia berusaha menyunggingkan senyum tipis di wajahnya untuk Luna, mencoba menghapus guratan penyesalan dan rasa bersalah yang tersirat jelas pada wajah saudara kembarnya iru.

"Bukan kok. Waktu kemping beberapa hari lalu itu gue kehujanan. Mungkin gara-gara itu gue demam sekarang." Luna mengangguk, seolah-olah jawaban itu sudah menghapus rasa bersalahnya. Hening beberapa saat sampai Luna membuka pembicaraan terlebih dahulu.

"Nad, kalau gue boleh tahu, gimana perasaan lo sama Ethan?" Pertanyaan Luna membuat Nadia terkejut.

"Kenapa lo nanya begitu?"

"Gue rasa dia suka sama lo beneran," kata Luna. "Dia ngaku sama gue." Nadia tertawa pelan, hambar. Bahkan Nadia sendiri tidak tahu kenapa tertawa. Mungkin karena ia sendiri tidak mengerti perasaannya sekarang.

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang