Bab 8

251 15 2
                                    

Keesokan harinya, Luna terkejut ketika pagi-pagi sekali Tante Ratna sudah mampir ke rumah. Menginvasi dapur dan menyiapkan sarapan! Luna memperhatikan ketika wanita itu dengan luwes bergerak ke sana dan ke mari di dapur. Dia memasukkan bumbu-bumbu tumisan dalam kuali yang panas, mengambil piring ini atau sendok itu dari lemari gantung tanpa kesulitan, seolah-olah sudah terbiasa dengan dapur Lu dan tahu di mana letak alat-alat yang dibutuhkan. "Tanda-tanda kepingin jadi istri udah mulai kelihatan, nih" gerutunya pelan saat Tante Ratna meletakkan wadah besar nasi goreng ayam di meja makan. Papanya yang memegang korannya dan menatap Luna.

"Tadi kamu bilang apa. Sayang?" tanya Papa penasaran.

"Nggak bilang apa-apa. Pa." katanya sepolos mungkin. Papa menaikkan sebelah alis tapi memutuskan melanjutkan bacaan Setelah semua kebutuhan sarapan tersedia di meja,

Tante Ratna tanpa ragu mengambil posisi di sebelah Papa. "Tanda ke dua mau jadi istri nih,"gerutu Luna lagi, tapi kali ini ia langsung dihadiahi dua tatapan penasaran.

"Kamu kenapa sih, Lun?" tanya Papa lagi, kali ini kelihatan sedikit kesal.

"Cuma ngapalin rumus buat ulangan nanti sore, Pa." Luna berkilah dengan lancar. Papa menatap Luna setengah tak puas namun memutuskan untuk mempercayai Luna.

"Semoga ulangan kamu berhasil ya, Nak," ujar Papa pelan Luna mencicipi nasi goreng teri Medan yang disajikan ber sama capcay sosis dan telur mata sapi di piringnya dan sakan masakan yang lezat menari di lidahnya.

Sial, kok enak sih! Nggak bisa sok-sok ngambek gue gara-gara masakanja gak enak, dalam hati Luna menggerutu jahat.

"Lun," Tante Ratna tiba-tiba bicara, memecah keheningan yang terjadi selama sarapan berlangsung. Luna mendongak dari piringnya dan menatap Tante Ratna, hari ini sosoknya kelihatan cantik dengan atasan sifon kuning berpotongan sederhana dan seuntai kalung mutiara. "Tante kan bukan orang Bandung nih, gimana kalau nanti siang sepulang sekolah kamu Tante jemput? Kita jalan-jalan bareng keliling kota. Papa kamu sudah ngasih izin kok.

"Tapi hari ini Luna ada kelas tambahan Tante, pulangnya sore. Mending Tante jalan-jalan sendirian aja, biar nggak susah sewa sopir aja, Tante. Murah kok. Terus mau nganter Tante ke mana-mana, asal ditambahin uang makannya aja, Tan," ujar Luna tanpa basa-basi. la melirik sekilas pada papanya yang terkejut dengan sikapnya yang tidak sopan.

"Nanti Tante tunggu sampai kamu selesai sekolah aja," balas Tante Ratna tak kenal menyerah. Luna menghela napas sebal, ketika ia hendak membuka mulut untuk membalas kembali, ponsel miliknya yang tergeletak di meja bergetar.

"Ethan?"Tak sekali pun ia merasa seberuntung ini ketika Ethan meneleponnya.

"Iya, Than?"

"Aku jemput kamu ya, lima menit lagi sampai." Suara tenang Ethan terdengar dari seberang.

"Oke, gue tunggu," seru Luna bersemangat. Ia yakin pasti sudah membuat cowok itu heran dengan semangatnya pagi ini.

"Pa, Tante, teman Luna bentar lagi mau jemput. Luna di pagar aja ya," seru Luna buru-buru dan langsung kabur tunggu ke luar rumah untuk menghindari masalah. Tak lama ia melihat mobil Ethan menepi di depan rumah. Tanpa menunggu Ethan membukakan pintu, Luna langsung meloncat masuk mobil. Seperti dugaannya, Ethan memandangnya dengan mata menyipit heran. Untungnya bagi Luna, cowok itu memutuskan untuk tak mengatakan apa-apa.

***

Siang harinya, Luna terkejut ketika sedan papanya sudah terparkir rapi di depan gerbang sekolahnya. Namun seperti dugaannya, yang keluar dari mobil ketika Luna melewati gerbang bukanlah papanya, tapi tante-tante SKSD yang sepertiny nggak kenal lelah mencari perhatiannya.

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang