Bab 24

156 10 2
                                    


"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu, hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu,"

"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu, hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Tepat di depan pintu kamar perawatan Nadia. Luna berdiri lemah. Air mata nyaris tak bisa ditahannya. Sesekali mata basah itu mengintip melalui kaca kecil bening yang ada di tengah pintu, melihat kondisi Nadia dan siapa saja yang ada di dalam kamar perawatan itu. Jika ada yang keluar dari sana, cepat-cepar Luna akan bersembunyi di belokan ruangan yang terletak tidak begitu jauh.

Luna mendesah. Ia yang menelepon Rei menggunakan Private Number tadi. Karena Luna memperhatikan gerak-gerik Rei dan tahu persis bahwa cowok itu ingin menyatakan perasaannya pada Nadia. Hal yang benar-benar tidak diinginkan Luna untuk terjadi.

Luna juga berbohong dalam surat yang ia tulis ke Nadia, bahwa ia ingin menjodohkan Nadia dan Rei secara tidak langsung. Padahal Luna sama sekali tidak bermaksud begitu. Luna tidak akan membiarkan Nadia menjadi pacar Rei. Luna mau Rei jadi miliknya, walau rasanya mustahil karena Rei bahkan tidak mengenal Luna. Luna tahu perasaan ini bukan hanya salah dan bodoh, tapi juga jahat. Luna juga merasa begitu tolol karena bisa terjebak pada permainan yang ia atur dan rencanakan sendiri.

"Saya pulang dulu, Tante." Samar-samar Luna mendengar suara Rei pamit. Nadia sepertinya sudah tidur. Dengan perasaan campur aduk. yang bahkan tidak bisa dijelaskan oleh dirinya sendiri. Luna pergi dari depan pintu kamar perawatan Nadia, agar Rei tidak melihatnya.

***

Beberapa menit setelah Rei pulang semalam, Nadia terbangun Dia sulit sekali tidur di rumah sakit. Selain karena Nadia merinding kalau ingat kisah-kisah misteri di rumah sakit yang sering diperlihatkan di film horor, dia juga nggak bisa tidur kalau ruangannya berbau obat-obatan.

Besoknya, Nadia memutuskan untuk bersekolah saja. Tentu nya tetap berperan menjadi Luna. Luka kecil di keningnya tidak terlalu parah, sehingga perbannya dapat dilepas dan Nadia menggunakan poni untuk menutupi bekasnya.

Luna ikut berpenampilan "agak" berbeda. Ia memakai perban kecil di kepala supaya benar-benar "mirip" Nadia. Nadia mengurungkan niatnya untuk marah-marah pada Luna. Sebagai gantinya, Nadia memutuskan untuk mendiamkan Luna. Nadia juga bakal tetap menyamar menjadi Luna sampai jangka waktu yang ditentukan. Berusaha sebisa mungkin menyukai perannya agar waktu berlalu tanpa terasa.

Saat semua masalahnya selesai. Semuanya selesai. Nadia akan menjadi dirinya kembali, begitu pun dengan Luna. Mereka akan menjalani hidupnya sesuai dengan apa yang seharusnya mereka hadapi. Tak ada lagi kepura-puraan, akting, apalagi pengorbanan.

namun tidak sekeras sebelumnya. Ethan rupanya dapat membaca Nadia dengan begitu baik.

"Maafin gue" Nadia merasa bersalah. Dengan gugup, hampir tanpa disadarinya, Nadia menyibak poni yang ada di keningnya. la meringis ketika kukunya tanpa sengaja menggaruk luka kening nya.

"Lo kenapa", tanya Ethan. Nada sinisnya berganti cemas Tiba-tiba dia sudah berdiri dan mencangkup wajah Nadia dengan kedua tangan, dan meneliti luka di kening Nadia dengan seksama. Wajah Nadia memanas. la berusaha menjauhkan diri dari Ethan, namun pria itu bergeming. Menyadari sepenuhnya pengaruhnya terhadap Nadia, ia menyeringai.

"Ada apa", tanyanya lebih lembut.

"Jatuh pas tidur terus kepentok meja belajar!", gerutunya sambil mendorong dada Ethan dengan sekuat tenaga. Dia mengambil kursi sejauh mungkin dari cowok itu.

Ethan pantang menyerah. Ia mengambil tas ransel dan meletakkannya di kursi kosong tepat di sebelah Nadia. "Jadi gimana sama perjanjian kira waktu itu tagih".Ethan langsung.

"Jangan sekarang deh ngomongnya, kondisi lo kayaknya masih nggak memungkinkan untuk bicara masalah berat berat". Nadia mencoba menghindar dengan alasan yang dibuat-buat.

"Gue cuma lecet, nggak lumpuh. Kalaupun lumpuh, gue masih bisa ngomong, bisa dengar. Jadi nggak ada alasan buat nggak ngomongin perjanjian kita." Ethan menyeringai sinis

"Tapi...", Nadia mencoba berkilah lagi, namun Ethan langsung menyela kata-katanya

"Gue udah narutin apa yang lo mau Sekarang tinggal lo aja. pengecut atau enggak?"

Nadia memejamkan mata sejenak, mencoba menjernihkan pikiran yang tiba-tiba jadi butek. "Gue konsisten sama apa yang gue bilang waktu itu." jawab Nadia setelah diam beberapa detik Nadia sadar, kalau dia sudah kalah telak.

"Nah, gitu dong, Pacar!" Ethan tersenyum puas menyaksikan Kekalahan Nadia.

"Jangan panggil gue kayak gitu!" Nadia langsung protes.

"Lo sadar kan? Lo itu cuma dapat STATUS, bukan cinta gue Jadi jangan pernah panggil gue kayak gitu!", kata Nadia tajam mengatakan kalimat status dengan penekanan.

"Lo bakalan suka sama gue," kata Ethan yakin.

Nadia tertawa dengan nada yang dipaksakan, kemudian dengan ketus ia bantah keyakinan Ethan itu. "Mimpi!"

"Kasih aja gue waktu, lo bakal merasa sendiri." Ethan menantang secara tidak langsung. Nadia hanya manggut-manggut tanpa minat, berniat untuk menghibur Ethan. Daripada cowok itu kepalang sedih karena perkataannya tadi tidak akan jadi kenyataan.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Jangan lupa vote and follow
Ig:wp_wirenna
Semoga harinya menyenangkan
Lope lope segunung!

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang