Bab 7

245 18 2
                                    

Luna yang baru pulang dari mal sedikit terkejut saat melihat papanya dengan wanita tengah baya tengah mengobrol di ruang tamu. Wanita itu masih kelihatan cukup cantik meski seusia papanya. Dia menatap Luna dengan begitu hangat seolah-olah ingin memeluk.

Wanita itu tersenyum manis pada Luna, yang langsung dibalas dengan senyuman sopan dan tak kalah manis. Tetapi Luna merasakan perasaan aneh merasukinya, perasaan yang menyata kan bahwa entah mengapa, ia merasa dekat dengan wanita ini.

"Luna?" panggil Wanita itu seperti menggumam.

"Hmm... ya, Tante?" Luna terlihat ragu-ragu meski tidak heran mengapa wanita asing ini mengetahui namanya. Papanya pasti sudah cerita.

Wanita itu hanya menggeleng mendengar respons Luna, seolah menatap gadis itu membuatnya tak bisa berbicara.

"Kalau gitu, Luna tinggal ke kamar dulu Tan, Pa," ya, ujar Luna setelah sepuluh derik berlalu dan dirasanya ia tak dibu tuhkan lagi di ruangan tersebut.

"Tunggu, Luna!" seru Papa dan wanita itu berbarengan saat Luna mulai menapaki tangga menuju kamarnya. Luna memandang dengan bingung mereka.

"Kamu belum kenalan kan sama Tante Ratna? Dia teman lama Papa," kata Papa salah tingkah. Luna memandang terpelongo papanya yang tumben-tumbenan tersipu dan Tante Ratna di sebelah Papa yang juga kelihatan tak nyaman.

"Oh iya," Nada suara Luna ramah, tapi matanya menyorotkan rasa curiga. "Salam kenal Tante Ratna."

"Tante sudah banyak dengar cerita tentang kamu lho, Luna," kata Tante Ratna berusaha terdengar ceria. "Kamu hebat ya, sudah banyak prestasinya padahal masih muda. Kamu suka menang-menang lomba nyanyi, juara kelas, sering mewakili sekolah saat cerdas cermat. Wah, kamu benar-benar luar biasa! Pasti Papa kamu bangga sekali dengan kamu."

Mata Luna menyipit mendengar pujian mencurigakan tersebut. Walaupun tak ada satu nada atau ekspresi dari wanita itu yang menyiratkan ketidaktulusan, Luna tak bisa menahan diri untuk bersikap waspada.

"Oh iya, Tante punya sesuatu untuk kamu," kata Tante Ratna lagi. Luna memperhatikan saat Tante Ratna berjalan cepat menuju meja di sebelah sofa, tempat hand bag besarnya tergeletak, kemudian mengambil kotak terbungkus kertas kado rapi berwarna hijau kesukaan Luna.

"Ini hadiah dari Tante karena kamu pinteeeer banget."

Luna memandang bingkisan tersebut ragu-ragu, namun karena tak enak hati ia putuskan untuk menerimanya sambil tak lupa memelototi papanya yang hanya memandang dengan s senyuman tipis. la ingat papanya pernah mengatakan untuk tak pernah sekali pun menerima pemberian dari orang asing ketika ia kecil dan sekarang tampaknya Papa sudah melupakan p tersebut. pesan

Dalam hati Luna curiga setengah mati kalau wanita di depan eya ini pacar papanya. Kok bisa-bisanya sih?! Luna mendumel dalam hati. Papanya memang belum berusia lima puluh tahun, masih tergolong muda dan fit, tapi kok ya, baru sekarang dekat sama wanita setelah seumur hidup Luna mengenal Papa?

Berjuta pikiran buruk langsung berseliweran dalam otak Luma. Gimana nanti kalau Papa nggak sayang lagi sama aku Gimana kalau nanti tante-tante sok asik ini berubah jadi ibu tiri jabat Gimana kalau Tante Ratna sudah punya anak... dan anak. ya nyebelin? Ingusan? Cengeng? Cerewet?

"Makasih banyak ya, Tante." ujar Luna lebih kalem. Ia tidak boleh terintimidasi dengan wanita mana pun yang mendekati Papa. "Kalau gitu, Luna ke kamar dulu, ya. Capek banget nih, pengen mandi

Tante Ratna mengangguk dan tanpa perlu menunggu lag Luna langsung menghambur ke kamarnya. Ia cepat-cepat mem- buka bingkisan yang diterimanya dan menemukan sehelai syal hijau sutra indah dengan bordiran bunga-bunga kecil cantik. Sial, ia suka sekali warna hijau dan warna zamrud di tangan nya melebihi warna hijau apa pun yang dia suka selama ini! "Belum apa-apa udah nyogok duluan!" gerutu Luna sambil dengan asal-asalan melemparkan syalnya ke arah ranjang, me nolak hatinya yang ingin mengeluskan bahan halus tersebut ke pipinya.

Luna tahu persis Papa berhak untuk bahagia. Papa mungkin memiliki dirinya, tapi Luna mengerti bahwa itu saja tidak akan cukup untuk selamanya. Luna akan semakin dewasa, kemudian akan melanjutkan hidupnya sendiri. Papa akan sendirian di sini, dengan pekerjaannya, dengan kenangannya. Walaupun dengan kesadaran yang menghantam, tetap berat memikirkan Papa tak selamanya mencintai Mama. Berat memikirkan bahwa kasih sayang tercurah kepadanya harus terbagi, terutama baru beberapa hari lalu Luna menemukan papanya menangis memandangi foto mamanya dan mengatakan masih mencintainya.

Dengan langkah gontai. Luna menuju ke kamar mandi dan menempatkan dirinya di bawah pancuran. Relaks, perintahnya dalam hati. La butuh menenangkan diri dan memikirkan masalah ini lagi nanti.

 La butuh menenangkan diri dan memikirkan masalah ini lagi nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Gimana part ini seru nggak?
Jangan lupa cek ig:@wp_wirenna.

[26-juni-2023]

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang