Bab 16

204 15 2
                                    

Bel sekolah berbunyi nyaring.

Guru bahasa Indonesia bernama Pak Erik, yang juga wali kelas Luna, masuk dengan tampang angkuhnya. Yah, untuk sekolah seperti ini, guru-guru memang harus berkharisma tinggi. harus punya wibawa.

"Selamat pagi anak-anak," sapa Pak Erik sesampainya di meja guru dan meletakkan LKS, daftar absen, serta beberapa buku cetak.

"Selamat pagi, Pak." Seluruh kelas menjawab kompak.

"Sebelum kita mulai pelajaran hari ini, ada satu hal yang perlu bapak sampaikan," Pak Erik memberitahu. "Hari ini, kelas kalian kedatangan murid baru," lanjut Pak Erik, membuat kelas langsung penuh bisik-bisik membicarakan siapa anak baru dan bagaimana rupanya.

"Silakan masuk, Nak," Pak Erik mempersilakan anak baru. yang ternyata sudah berdiri di balik daun pintu kelas. Begitu cowok itu masuk, banyak cewek yang langsung terpesona karena ketampanannya.

Tetapi tidak untuk Nadia yang melihat Ethan masuk kelas dengan gerakan slow motion ala sinetron. Bukannya terpesona, Nadia malah sangat syok! Jantungnya berdetak lebih kencang sementara matanya membelalak. "Itu kan Ethan! Ya, benar!". Walau Nadia baru sekali melihat cowok itu, tapi dia bisa dengan jelas mengingat wajah cowok yang pernah dikiranya orang gila.

Ini benar-benar di luar perencanaan. Ethan sekarang tidak hanya mengintai di balik pagar sekolah, sehingga tugas Nadia cuma kabur dan membayangkan dirinya menjadi salah satu pemain film action. Tetapi sekarang cowok itu menampakkan dirinya dengan jelas di depan gadis yang dikira Luna. Kalau begini keadaannya, Nadia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa setelah ini.

"Nama saya Ethan Alaka. Pindahan dari SMA Tirta Bandung." Ethan memperkenalkan dirinya singkat di depan kelas.

"Udah punya pacar belum?" celetuk seorang cewek. Ethan hanya menjawab dengan senyuman kemudian melirik diam diam ke arah Nadia yang langsung menunduk.

"Untuk pertanyaan seperti itu, nanti saja dibahasnya," kata Pak Erik. "Sekarang Ethan, kamu bisa duduk di sana" Pak Erik menunjuk bangku kosong di bagian belakang. "Kamu bisa pindah di tempat yang kamu suka besok pagi. Pak Erik lanjut memberitahu.

Ethan mengangguk dan langsung berjalan menuju satu-satunya bangku kosong di kelas itu. Yang khusus mulai hari ini dilebihkan satu sehingga kelas itu punya 21 orang murid. Kelas yang memang sangat ingin ia tempati setelah melihat absensi yang ada di ruang Kepsek, walau harus melalui beberapa perdebatan dan berujung pada keluarnya uang pelicin.

Saat melewati Nadia, Ethan hanya tersenyum tipis. Seketika Nadia langsung teringat dengan apa yang Luna katakan kemarin malam, "Ethan itu agak psikopat. Mukanya bisa tenang kayak surga, tapi di detik berikutnya, muka dia benar-benar bisa mirip Lucifer, bikin kita jadi takut sendiri. Lo mesti hari hati ya, Nad dan makasih banget mau nolongin gue"

***

"Pokoknya gue besok mau jadi diri gue sendiri lagi," Nadia mengungkapkan keputusannya. Dia tahu, medan perang sudah berubah. Dia merasa bukanlah bagian atau setidaknya pendukung dari kedua kubu yang bertikai itu, maka Nadia memutus kan untuk tidak terlibat terlalu dalam pada masalah Luna dan Ethan. Daripada nanti malah menimbulkan masalah untuk dirinya sendiri.

"Jangan dong, Nad! Cuma lo yang bisa bantuin gue. Lagian kan ini belum seminggu," Luna memohon. la sempat merinding membayangkan Ethan menjadi anak baru di sekolahnya.

"Ya ya ya," Nadia bergumam, tapi bukan menyetujui permohonan Luna. "Lo trauma banget kan? Sampai nggak berani ada di tempat yang sama dengan cowok itu. Emang lo pernah diapain aja sampai begitu?"

Kalau seandainya tidak dalam kondisi benar-benar membutuhkan bantuan Nadia, pasti Luna sudah marah besar karena sindiran Nadia itu begitu tajam dan berbau hal negatif. "Lo nggak tahu sih, Nad, lama-lama cewek bakalan stres kalau dekat-dekat dia,"

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang