Bab 19

184 13 0
                                    


"Ethan! Ethan! Ethan! Ethan! Ethan!" Tepukan tangan dan sorak-sorai bernada gembira sekaligus penasaran terdengar dari murid SMA Tera Bangsa yang memenuhi sebuah sepi jalanan. Jalanan itu berlokasi cukup jauh dari sekolah maupun ke keramaian. Ethan sengaja memilih tempat seperti ini agar tidak ada "orang lain" sih supaya yang ikut campur dalam rencananya. Terutama tidak mungkin terlihat oleh guru-guru sekolahnya

Ethan mengundang teman-teman sekelasnya untuk menonton atraksi mengerikan yang sudah dia siapkan untuk Luna sesudah pulang sekolah hari ini. Tentu saja, banyak yang penasaran. Bahkan beberapa anak yang tidak sekelas dengan Ethan pun ikutan nimbrung. Atraksi apa yang akan Ethan lakukan.

Sementara itu, beberapa meter dari kerumunan murid yang berteriak-teriak histeris, Nadia justru terlihat gelisah sambil terus menekan tombol ponselnya dan berulang kalipula menempelkan alat komunikasi itu ke telinga. Ia berusaha menghubungi Luna yang tak pernah sekali punmengangkat teleponnya. Padahal, sudah lebih dari tiga puluh kali Nadia misscall sampai rasanya jari Nadia pegal dan kuping Nadia panas mendengar nada sambung tanpa jawaban.

Ethan, dengan motor besar serta helm anti benturan warna hitam yang entah didapat dari mana, memandang Nadia dengan tatapan kemenangan. Sedangkan Nadia tak pernah menatal tatapan mata elang tajam yang menyimpan sejuta rahasia itu.

Penonton terus saja bersorak-sorai tak jelas, karena sebentar lagi prosesi "menentang maut yang dilakukan oleh Ethan akan dimulai. Sekitar tiga puluh meter di depan motor Ethan, tergeletak batu-batu berukuran besar dengan permukaan tajam diletakkan tak beraturan menghalangi jalan. Seakan itu belum cukup, melintang pula tali tambang dengan diameter yang cukup lebar yang diikatkan pada dua pohon yang terletak di kedua sisi jalan aspal itu. Tambahannya, jalan itu juga telah dilumuri cukup banyak oli dan pecahan beling berbagai ukuran. Bisa dijamin, motor yang melewati jalanan itu akan tergelincir dan pengemudinya akan cedera. Saat teriakan-teriakan itu bertambah kencang, Nadia justru bertambah gelisah. "Luna belum juga mengangkat teleponnya! Ke mana aja sih, anak itu?" Nadia menggerutu dalam hati. Karena lelah, Nadia pun akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan. Kalau Luna memang tidak mau menerima telepon darinya, ya sudah. Setidaknya dengan mengirim pesan, maksud Nadia akan lebih tersampaikan daripada hanya panggilan tak terjawab.

Lun, lo kmn aj sh? Knp ga angkt2 telp gw? Dmn pun lokasi lo skrg, gw hrp lo sgera dtg k skolah lo! Ethan nekat! Dy mau bnuh diri karna gw nantangin dy buat mati.

Gw tkut bget! Bantuin gw ya... thx. Nadia lalu mengirim SMS yang diketiknya secepat kilat itu.

"Sekarang, gue bakal buktiin ke kalian semua, khususnya Luna, kalau gue rela mati demi dia. Yang paling penting, nih Luna bakalan setuju jadi cewek gue lagi kalau tantangan ini berhasil gue lewatin!" Kata-kata Ethan disambut tepukan tangan dan beragam teriakan dari para murid yang menantikan aksinya.

"Caiyooo!",

"Romantis bangeeeet!"oper.

"Yuhuuuu!"

Bagi mereka, adegan film-film begini jarang banget ada di depan mata mereka. Apalagi dilakukan oleh anak baru di sekolah mereka. Fantastis!

"Luna," panggil Ethan masih dari atas motornya. Nadia mendongak takut-takut. "Gue minta tolong boleh kan? Kalau ada apa-apa sama gue, lo harus rajin-rajin ngunjungin makam gue ya," Ethan berlagak memberikan pesan terakhir pada Nadia.

"Karena gue cowok, gue nggak suka warna pink. Jadi boleh dong gue request bunga mawar putih aja tiap kali lo ziarah? Kalau bisa ditambahin bunga tulip ungu. Kalau lo kesusahan nyari, di florist dekat sekolahan ada kok."Wajah Nadia pun memucat, namun Ethan malah terbahak- bahak.

"Bercanda kok. Hitung satu sampai tiga ya. Tepat di hitungan ketiga, tantangan ini bakalan gue mulai, kata Ethan lembut.

Tidak ada lagi yang berteriak histeris, semua menunggu Nadia bicara. Sementara Nadia hanya diam. Menghitung satu sampai tiga sih gampang! Tapi kalau hitungan itu menentukan nyawa seseorang?

"Kok diam? Ayo, hitung!" perintah Ethan saat melihat Nadia masih tetap diam.

"Hitung aja sendiri!"batin Nadia geram.

"Ya udah kalau nggak mau ngitung. Nggak masalah kok, Ethan mengucapkannya dengan nada seolah cowok itu sangat kecewa. "Ferdi, lo bisa tolong bantu hitung kan?" Ethan menunjuk teman sekelasnya.

"Bisa dong!" jawab Ferdi semangat.

Ethan tersenyum sinis pada Nadia. Memandang senyum dan mata Ethan, Nadia jadi merinding. Senyum cowok itu licik dan sorot matanya tajam. Benar-benar mengerikan! Padahal cowok itu sedang berada di ambang kematiannya.

"Oke, setelah gue bilang siap, tolong mulai hitung!" perintah Ethan. Ferdi mengangguk mantap.

Tetapi semua yang menyaksikan termasuk Nadia serem tak ternganga melihat itu mengatakan "siap". yang dilakukan Ethan sebelum cowok

Pelan-pelan Ethan membuka helmnya. Helm yang akan melindunginya dari luka parah. Kalau dilepas, bagaimana jika pecahan-pecahan kaca yang Ethan tabur sendiri itu nantinya akan menancap di kepala dan mata Ethan? Tanpa pecahan-pecahan kaca itu, kecelakaan lalu lintas biasa kan banyak disebabkan oleh tidak terpakainya helm. "Than, lo serius nggak pake helm?" tanya salah seorang murid.

"Iya, Than! Bahaya banget, tahu! Jangan cari mati deh!," tim pal teman yang lain.

"Gue emang pengin cari mati!" jawab Ethan sambil memandang Nadia sinis. "Dan Ferdi, gue siap. Hitung sekarang!" perintah Ethan. Ferdi jadi ragu-ragu setelah melihat Ethan melepas helm.

"Kenapa lo? Ayo, hitung!" bentak Ethan tak sabar. Ferdi menghela napas mencoba menenangkan diri. Setelah agak tenang, hitungan pun dimulai.

"Satu... Dua ... Tiga!" Ngececeng... Ngecceng....!

Tepat saat hitungan ketiga, motor Ethan melaju superkencang layaknya pembalap pembalap liar. Dalam kurang dari satu menit, terdengar suara benturan keras di titik "rintangan". Ban motor besar Ethan sukses tergelincir tumpahan oli dan kerikil tajam. Motornya lepas kendali dan jatuh, sementara tubuhnya terlempar beberapa meter ke arah serpihan kaca dan batu tajam.

Nadia dan yang lainnya langsung berlari menghampiri. Sampai di sana, Nadia langsung terdiam kaku. Ethan tergeletak berlumuran darah. Ini pertama kalinya Nadia melihat secara langsung orang dalam keadaan mengerikan seperti ini. Dan ia penyebabnya! Tanpa sadar, air mata Nadia pun mengalir deras.

"Ethan nggak sadar! Telepon ambulans!" perintah Ferdi yang memeriksa tubuh Ethan. Teman-teman Ethan langsung sibuk berusaha menelepon ambulans. Sementara Nadia yang syok, diajak duduk di pinggir jalan yang berdebu oleh teman-teman perempuannya yang mencoba menenangkan Nadia.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Gimana? Ethan ya kena kecelakaan
Jadi kasian sama Nadia nya nggak tau apa apa,

Jangan lupa follow ig:wp_wirenna

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang