Nadia yang ceroboh dan pemalas tinggal di
Jakarta hanya bersama mamanya.
Nadia mematung mendapati seraut wajah serupa dengannya di ruang tamu. Apakah Nadia akan terima jika selama ini mempunyai saudara perempuan yaitu bernama Luna yang rajin dan pin...
"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Nadia merasa sangat pusing ketika sampai di rumah. Nadia langsung menjatuhkan kepala di bantal dan memejamkan mata rapat rapat, mencoba tidur di kamarnya. Mungkin karena kehujanan di puncak dua hari lalu membuat Nadia menjadi lemas. Ditambah lagi bertubi-tubi masalah yang menyita pikiran sampai-sampai ia tidak memikirkan kesehatan.
Tapi setelah berkali-kali mencoba tidur, kantuk tak juga menyergap. Nadia memegang keningnya yang mulai menghangat, kemudian mendesah kesal. Beberapa menit kemudian Nadia mendengar pintu kamarnya diketuk pelan.
"Masuk aja, nggak dikunci," seru Nadia dengan suara yang mulai parau. Pintu kamar Nadia terbuka dan Luna muncul dengan seragam sekolahnya. Sepertinya Luna baru saja sampai rumah. Nadia meringis tanpa sadar melihat penampilan Luna. Seragam itu... apa Nadia tampak persis seperti Luna sekarang ini sebulan kemarin?
"Gue ganggu sebentar, boleh?" Nadia mengangguk pelan, namun tetap berbaring di kasur sementara Luna duduk bersila di sebelahnya.
"Muka lo agak pucat," komentar Luna cemas.
"Gue nggak apa-apa kok."
"Suara lo juga serak."
"Gue baik-baik aja."
"Yakin?"
"Iya!" Nadia berkata agak keras. "Lo ngapain ke sini? Ada masalah lagi?" Luna meringis mendengar pertanyaan Nadia. Ia tidak menyangkal bahwa kedatangannya ke kamar Luna selalu ketika dirundung masalah saja.
"Nggak bisa dibilang masalah sih," koreksi Luna. "Ini tentang Ethan."
"Kenapa lagi dia?" tanya Nadia tanpa minat.
"Dia udah tahu kalau... selama ini kita tukar tempat?" Nadia mengangguk.
"Lo yang kasih tahu?" Meski Luna tak bermaksud menuduh, namun nada suaranya yang agak datar membuat Nadia jadi tersinggung.
"Dia tahu sendiri kok. Kalau habis ini lo tanya kenapa dia bisa tahu, alasannya cuma dua. Karena dia cerdas dan peka," jawab Nadia dingin.
Luna mengangguk mengerti, seharusnya memang sudah bisa menduga. Ethan memang punya perasaan sepeka putri malu. Ethan juga cerdas, bahkan jauh lebih pintar membaca perubahan dan perbedaan Luna dan Nadia daripada orang tua kembar itu sendiri.
Nadia merasa Luna menatapnya bimbang. Gadis itu seakan berusaha sebisa mungkin menjaga kata-kata karena suasana di antara mereka sekarang sedikit tegang. Yang nadia tidak tahu, saat ini Luna sedang memikirkan apakah akan memberikan titipan dari Ethan atau tidak. Luna tak tahu isi surat itu, walau sebenarnya penasaran setengah mati. Bahkan tadi Luna nyaris tak bisa mengontrol dirinya untuk tidak membuka surat itu.
Untung Luna cepat menyadari satu hal. Jika surat itu berisi hal yang tidak menyenangkan, maka Luna pasti tidak akan bisa menahan dirinya untuk bereaksi pada Ethan dan Nadia. Sehingga, bisa jadi akan menimbulkan masalah baru yang membuat Nadia semakin membencinya. Jadi lebih baik Luna tidak usah tahu isi surat itu. Lebih baik Luna tidak tahu apa-apa. Biarlah surat itu jadi persoalan tersendiri bagi Ethan dan Nadia.
"Nad..."
"Gue mau tidur, Lun. Kepala gue pusing banget," Nadia memotong yang akan dikatakan Luna. Nadia mengira Luna akan menanyakan cara Ethan sampai tahu rahasia mereka. Sedangkan Nadia tidak ingin membahas itu lagi, selamanya, pada siapa pun.
Nadia bisa mendengar Luna mendesah berat. "Ya udah. Gue keluar ya." Nadia mengangguk tanpa memandang Luna. Tak lama kemudian ia mendengar suara pintu kamarnya dibuka lalu ditutup.
Ethan sudah bertemu Luna yang asli. Ethan sudah memberitahu Luna, kalau cowok itu tahu tentang penyamaran mereka.
Lalu apa yang akan Ethan lakukan selanjutnya? Nadia sama sekali tidak bisa menghentikan otaknya untuk memikirkan hal itu.
***
"Nadia bilang apa setelah baca surat gue?" Ethan langsung menodong Luna saat bertemu-tepatnya mencegat di koridor sekolah sebelum bel masuk berbunyi.
"Dia nggak bilang apa-apa," jawab Luna kesal. la sedang tidak mau berbicara sama sekali dengan Ethan. Cowok itu tampak terdiam sejenak, lalu menatapnya dengan sorot mata penuh kecurigaan.
"Lo belum kasih surat itu ke Nadia ya?" Luna tanpa sadar menelan ludah. Malu karena tertangkap basah tidak amanah. Tetapi Luna tak mau menjatuhkan harga diri di depan Ethan, sehingga ia berusaha mengelak. "Gue udah kasih kok! Kalau emang dia nggak kasih respons, mau gimana lagi?" tanya Luna galak.
"Nggak mungkin dia nggak kasih tanggapan surat gue itu," cecar Ethan, kali ini tampak benar-benar kesal. Luna diam saja, tapi dalam hati jadi tambah penasaran, apa sebenarnya isi surat dari Ethan? Kenapa Ethan begitu yakin kalau Nadia akan merespons suratnya.
"Kalau sampai besok gue nggak dapet kabar apa pun dari Nadia, lo nggak bakal berani ngebayangin apa yang sanggup gue lakuin ke lo," ancam Ethan.
Luna langsung merasakan tubuhnya sedikit bergetar. Ia hendak buka mulut untuk menyembunyikan ketegangan, namun Ethan keburu beranjak pergi.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.