Bab 33

168 6 1
                                    


"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu"

"Bodohnya aku terlena dalam untaian kata indah darimu hingga akhirnya ku tenggelam dengan kenagamu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Ada empat pasang mata yang tidak bisa tidur malam itu, semuanya memikirkan hari esok.

Luna masih sedih karena harus berpisah dengan Rei dan Runi. Ia juga stres karena sudah yakin kalau besok Nadia akan memusuhinya seumur hidup. Mama juga besok akan datang ke sekolah... untuk menyaksikan kejatuhan harga diri Nadia akibat ulah Luna!

Dalam gelap kamarnya yang sepi, Rei mencoba menenangkan perasaannya yang benar-benar gelisah. Rei sadar dia sudah benar-benar terpikat oleh Nadia, yang selama ini sukses membuat Rei geli dengan sifatnya yang menyenangkan dan selalu membuat hatinya tenang. Tapi entah mengapa kegelisahannya akan pertemuan orang tua bercampur dengan firasat bahwa dia akan kehilangan Nadia.

Walau Nadia terlihat tidur, namun sebenarnya masih terjaga. la masih terbayang apa yang terjadi hari ini. Di telinganya, alasan-alasan Ethan bisa tahu rahasianya dengan Luna terus bergema. Nadia mendesah panjang, ini malam terakhir pertukaran tempat mereka. Seharusnya Nadia senang. Namun... entah mengapa Nadia tak yakin kalau hal ini akan membuatnya bahagia.

Ethan. Walaupun cowok itu sangat lelah, matanya tak bisa terpejam. Hari ini segala permainan yang dia ikuti diam-diam selama ini telah berakhir. Cowok itu tidak bisa membayangkan bagaimana besok. Apakah Luna yang sebenarnya akan kembali dan Nadia akan pergi? Sebenarnya Ethan tidak siap jika itu sampai terjadi karena dia sadar sesuatu, saat ini yang dia sayangi bukan lagi Luna, tapi Nadia yang selama satu bulan ini selalu bersamanya. Sikap ceroboh, perlawanan, dan kejudesan Nadia selama ini, adalah pesona tersendiri bagi Ethan. Sehingga tanpa sadar, cowok itu telah menyukai Nadia.

***

"Kita langsung ke ruang Kepala Sekolah, Nad?" tanya Mama dengan heran. Akhirnya Mama yang datang ke "rapat" yang Luna ciptakan dan saat ini mereka sedang berjalan pelan di koridor sekolah menuju ruang Kepala Sekolah. "Ini bukan rapat yang semua wali kelas dikumpulin di satu ruangan seperti biasa ya?" tanya Mama masih penasaran.

"Nggak, Ma. Kita mesti ketemu sama Kepala sekolah dulu," jawab Luna menunduk, mencoba menyembunyikan ekspresi panik yang sepertinya tidak tertangkap jelas oleh Mama.

"Aneh," komentar Mama, "tapi beneran nggak ada apa apa kan Nad?" Mama terdengar curiga, karena perasaan Mama memang tidak enak sejak tadi.

"Nggak ada ара-ара kok, Ma." Kali ini Luna membuat suaranya seringan mungkin. Setidaknya Mama harus tetap tenang, sampai nanti tahu alasan sebenarnya kenapa dipanggil ke sekolah.

"Ya sudah kalau begitu. Tapi benar-benar nggak ada masalah kan?" Mama memastikan sekali lagi. Luna hanya sanggup menjawab dengan anggukan. Mudah-mudahan nggak ada masalah baru, Ma, doa Luna dalam hati.

Saat berjalan di koridor yang sepi karena jam pelajaran sudah mulai, Mama semakin merasa aneh karena Nadia tidak masuk kelas seperti yang lain, juga tidak ada tanda-tanda orang tua murid lain. Lalu mereka akhirnya tiba di depan pintu ruang Kepala Sekolah, tepat di sebelah kantor guru yang juga sepi.

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang