Bab 11

238 14 2
                                    

Nadia pulang sekolah dengan perasaan riang gembira. Ia tak menyangka akan terlibat percakapan cukup panjang dengan Rei, meski hanya berisi debat sengit yang berujung pada sindiran tajam. Itu saja sudah mampu membuat Nadia merasa begitu hangat dan berbunga-bunga. Rei tidak pernah bicara sampai sepanjang itu dengannya, bahkan tadi cowok itu juga tertawa!

Rasa senang Nadia tidak hilang meski pelajaran matematika sudah berakhir dan masuk ke pelajaran lain. Saking terkesima dengan apa yang barusan dialaminya, Nadia harus menerima banyak omelan guru yang tidak tahan melihatnya terus-terusan melamun. Betapa hebat cinta, tanpa kata-kata gombal dan tempat romantis pun bisa membuat otak tidak konsentrasi belajar.

Nadia sampai di rumah 35 menit setelah bel pulang. Hari "ini Mama pulang!" seru Nadia dalam hati. la yakin saat ini Mama sudah sampai rumah. Namun Nadia agak heran ketika melihat ada sedan merah terparkir di halaman rumahnya. "Pasti ada tamu", pikir Nadia.

Perkiraan Nadia tak meleset. Di ruang tamu, ada lelaki setengah baya yang tersenyum kikuk pada Nadia setelah ia masuk rumah. Dan Entah kenapa, "Nadia merasa familier dengan lelaki itu,"Batin Nadia.

Yang membuat Nadia lebih tercengang adalah gadis yang duduk diapit Mama dan lelaki asing itu. Seperti dirinya, gadis itu melongo membalas tatapannya. Jika Nadia sedang berada di depan kaca, ia mungkin akan dapat mengatakan bahwa sosok tersebut adalah pantulan dirinya. Nadia mengerjap berkali-kali, berusaha meyakinkan diri bahwa gadis bercelana jins dan kaos merah ketat tersebut adalah halusinasinya.

Sebelum Nadia berpikir lebih jauh kalau otaknya bermasa lah, Mama sudah bicara duluan. "Ganti baju, Nad. Habis itu kita akan bicara,"

Nadia cuma mengangguk patuh, kaku seperti robot. Tanpa bilang apa-apa, ia menuju kamar dan mengganti baju secara kilat. Kata-kata mamanya yang bikin penasaran tadi membuat Nadia yakin kalau ia tidak berhalusinasi mengenai duplikat dirinya yang ada di ruang tamu tadi. Pasti ada penjelasan tentang semua ini!

Setelah selesai ganti baju, Nadia bergegas kembali ke ruang tamu. Ia berdiri membeku sebentar sampai Mama menyuruh nya duduk. Diam-diam, mata Nadia terus mengawasi sosok asing berwajah sama dengan dirinya.

"Sebenarnya ada apa sih, Ma?" tanya Nadia tak sabar saat Mama tetap diam saja setelah sekian waktu. Padahal tadi Mama bilang mau bicara.

Mama menghela napas dan memandang Nadia sesaat sebelum bercerita.

***

Ketika semua cerita telah mengalir, membuka kunci rahasia yang tertutup rapat selama ini, Nadia benar-benar terkejut. Mama dan Papa kompak mendesah lega ketika Nadia tak histeris dan marah-marah seperti yang dilakukan Luna kemarin. Meski Nadia rada-rada lemot, ia punya sikap dan pemikiran yang lebih dewasa dibanding Luna. Sehingga kadang-kadang, bicara dengan Nadia akan lebih mudah daripada bicara dengan Luna. "Jadi... dia ini saudara kembarku?" tanya Nadia takjub, sambil menatap Luna yang sedari tadi hanya diam.

Mama mengangguk. "Ya, Sayang, dan ini Papa kamu."

Nadia memandang papanya dengan hangat, meski tetap ada rasa kecewa karena telah dibohongi orangtuanya. Ternyata Papa tak seburuk yang ia kira dan walaupun dibohongi, Nadia tidak marah karena tahu dengan jelas semua masalahnya. Manusia punya masa lalu, sebagian di antaranya mungkin tidak ingin diingat, sehingga terkadang disembunyikan dengan berbohong. Kebohongan untuk dirinya sendiri atau orang lain.

Sekilas, tadi Nadia mendengar kalau Mama dan Papa ingin rujuk. Untuk meyakinkan kalau tidak salah dengar, Nadia memutuskan untuk bertanya, "Hm... Mama beneran mau rujuk?" Mama tersenyum, lalu mengangguk seraya menatap Papa.

"Terus, nanti kita akan tinggal di mana?" Nadia agak ragu saat bertanya, kata "kita" belum terdengar sreg. Karena "kita" yang dimaksud sekarang ini empat orang, tidak hanya berdua dengan Mama seperti biasa.

FAIRLY ✓[REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang