Chapter 4

20.8K 241 0
                                    

"Sini saya bantu, apa aja yang blum? " Ucap Pak Retno sesudah menaruh cardigan ku. Lalu menghampiriku yang sedang di dapur.

"Hmm, tinggal potong - potong labunya, tapi ini juga dikit lagi sudah selesai kok pak. " Ucapku seadannya, yang sedang sibuk memotong labu.

Tanpa aku sadar Pak Retno berjalan mendekati ku. Dari arah belakang beliau memegang tanganku yang sedang memotong labu didepan. Aku tersentak kaget.

"Eh pak, mau ngapain? saya bisa sendiri kok. Mending bapak duduk aja." Hatiku sudah berdetak tidak karuan lagi akibat ulah pak Retno.

"Gak papa, saya bantuin sedikit" Jawab santainya.

"Tapi jangan kayak gini pak," Ucapku sedikit risih.

"Tenang saya gk bakal ngapa - ngapain kamu kok"

Tetapi ketika aku mencoba melanjutkan memotong, aku merasakan ada yang aneh. Kenapa pinggul Pak Retno di gesek - gesek kan ke bokong ku. Aku pun reflek mempercepat memotong labunya dan menghindari nya.

"Hmm..., pak duduk aja. Ini tinggal masukkin labunya trus tunggu empuk. " Ucapku merilekskan diri sendiri. Sambil berusaha melepaskan dari kukungannya

"Ahh, ya sudah kalau begitu. Saya tunggu di meja makan ya. " Pak Retno pun akhirnya pergi.

Aku bernapas lega rasanya. Sudah kurasa semuanya sudah matang aku pun menyajikannya di atas meja.

"Wahh, sudah matang. " Ucap Pak Retno.

Semua sudah tersaji di depan mata, aku dan Pak Retno pun menyantap hidangan yang dimasak tadi. Disela - sela makan Pak Retno juga kadang bertanya kepadaku.

"Kamu sudah mempunyai pacar Vanka? "

"Belum pak"

"Masa sih, padahal kamu cantik. Masa belum punya"

"Belum sekarang kali pak. " Dan lain - lain, perbincangan terus berlanjut.

Tak terasa kami berdua sudah selesai makan, Pak Retno bahkan berucap kata 'enak' berkali - kali ketika dia makan. Aku pun bangun dari kursi untuk membersihkan piring - piring kotor tersebut.

"Kamu cuci piring saja ya Vanka, biar saya yang beresin mejanya. "

Aku langsung membawa piring kotor ke wastafel. Dan juga panci - panci yang sudah ku gunakan tadi.

Tiba - tiba Pak Retno datang dari belakang melakukan hal yang sama lagi membantu mencuci piring dari arah belakangku.

"Biar saya saja pak yang cuci piringnya, bapak duduk aja. " Ucapku sedikit agak terbata - bata. Karena semakin lama sikap Pak Retno sudah mulai menjadi aneh.

"Gk papa Vanka, bukannya kalau bareng - bareng kerjaannya bikin cepat selesai ya?"
Alibinya.

Aku tak menjawab, aku harus mempercepat mencuci piringnya. dalam hatiku terus kurapalkan doa.

Glekkkk....
Aku menelan ludahku.
Pak Retno menggesek - gesekkan pinggulnya ke bokong ku lagi. Tetapi karena cucian piringnya banyak aku tidak bisa mempercepat bisa - bisa malah jatuh dan pecah piringnya.

Aku tetap diam, seolah - olah tidak tau. Tapi entah mengapa itu semakin menjadi - jadi. Aku dapat merasakan dibelahan pantatku yang sedang mencoba menusuk - nusuk di luar pakaianku.

"Vaan.. kaa hahhh... "
Aku membalikkan badanku, mencoba melepaskan diri. Aku terkejut ketika melihat Pak Retno yang sudah melepaskan Bathrobe yang dia pakai dari tadi. Pak Retno Naked. Aku lihat sekilas bahwa di area dadanya terdapat rambut yang tumbuh disitu.

Aku memalingkan kepalaku agar tidak melihat, dan aku pun meninggalkan cucian piring kotor itu aku bergegas untuk pergi keluar dari rumahnya. Tapi sebelum itu Pak Retno sudah terlebih dahulu meraih tanganku.

"Tunggu Vanka, Sebenarnya kamu tidak suka dengan pria paruh baya sepertiku, bukan? " Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawabannya. Dia memegang kedua tangan ku untuk menahanku.

"Maaf, kalau kamu harus merasakan pengalaman yang kamu kurang suka seperti ini, tapi tolong bantu saya." Pak Retno mengarahkan tangan ku ke kemaluannya yang dimana terdapat rambut kemaluan yang lebat di sekitar kemaluannya. Aku mencoba untuk menarik tangan ku kembali tetapi nihil, tenaganya lebih kuat dibandingkan aku.

"Lepp-pasiin tangan sayaa pakk" Berontakku. Mencoba melepaskan cekalan di tanganku.

"Ayo pegang Vanka, ini hanya untukmu. " Ucap Pak Retno sambil mencoba melebarkan jari - jariku.

"Gk pakk... Jangan kayak ginii... Lepasin sayaa" Aku menggeleng - geleng keras sambil menutup kedua mataku. Dan itu membuat tanganku yang tak sengaja menyenggol kemaluannya, mengenai punggung jariku.

Cukup lama membuatku lelah akibat energi yang kubuang untuk melawannya. Alhasil Pak Retno berhasil membuatku memegang kemaluannya, ini pertama kali aku memegang dan pertama kalinya melihat langsung kemaluan laki - laki.

Pak Retno membimbing tanganku untuk memuaskan Penisnya. Tanpa sadar Pak Retno pun menuntunku ke arah kamarnya.

Aku mau menangis rasanya, diperlakukan seperti ini dan pastinya malu.

"Ayo sayang lebih cepat lagi... Haahhh.. Haaahh. " Aku ingin cepat - cepat mengakhiri ini semua. Tangannya masih memegang tanganku menuntun untuk turun naik di kemaluannya.

"Vannn.. kaa... Iya cantik seperti iii... tuuu" Entah kenapa aku merasakan kemaluannya semakin membesar, 'ayo lah cepat' batinku.

"Ahhhh... nghh... " Desahnya.

"See..dikk.. kit llaggi... "
"Huhh... Huhhhh.. "
Akhirnya Pak Retno pun keluar. Cairannya tanpa sengaja mengenai tangan dan juga rok yang sedang ku pakai.

Aku langsung berdiri. Keluar dari kamar itu dan bergegas meninggalkan Pak Retno, tanpa melihat ke arah belakang. Dan selama aku berlari air mataku keluar begitu saja dari mataku.

Ivanka And OldmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang