-Membenci Dia

8 2 0
                                    

Chapt: 024. Membenci Dia

"Gue suka, sekaligus benci lo!"

, . , .

Elfa baru saja turun dari motornya, yang biasanya dia berangkat bersama Lala, dan juga Mutia dalam satu mobil, kali ini Elfa berinisiatif untuk berangkat ke sendiri ke sekolah. Sebab ia sedang merasa kesal dengan genknya.

Turun dari motornya dan membuka
helmnya, Elfa langsung berjalan menuju ke dalam kelasnya. Samar-samar Elfa mendengar berita simpang siur yang marak dibicarakan oleh para murid, katanya salah satu murid di sekolah ini ada yang mengalami kecelakaan.

Elfa tidak begitu perduli untuk mengetahui hal tersebut, dia terus saja berjalan tidak mengubris apapun. Kini Elfa telah tiba di lorong sekolahnya, yang tidak akan jauh lagi dari kelasnya. Saat berada di belokan jalan, Elfa melihat Mutia dan Lala yang tengah berjalan sembari berangkulan.

Sebenarnya sakit sekali, melihat Lala dan Mutia melupakannya begitu saja, dan berangan seolah tidak ada apa-apa. Memang sepertinya Elfa ini tidak penting bagi mereka. Elfa bersembunyi di balik dinding tembok, sesekali ia mengintip ke sana, dan menguping pembicaraan keduanya.

"Jadi bener Mawar sama Nancy kecelakaan? Ini yang lo bilang 'lo bikin rem mobilnya Nancy' blong nggak, sih?" Mutia nyaris tidak mempercayai ini, berita yang baru saja di dengarnya dari mulut ke mulut siswa di sini. Padahal targetnya Lala hanya Nancy saja.

Lala menganggukkan kepalanya, terulas senyuman jahatnya, penuh rasa bangga. "Bener lah. Ibaratnya tuh, sekali tepuk dapat tangkap dua lalat sekaligus. Pinter banget 'kan, gue?"

"Wah lo keren banget sih. Semoga aja merekaa berdua tuh beneran mati. Dan
nggak ada yang selamat, biar nggak ada lagi
yang jadi penghalang lo dan Andra." Mutia mengharapkan hal, yang sama dengan harapannya Lala.

"Thats my hope." ungkap Lala. Keduanya berlanjut berjalan, mereka terus lurus ke depan, sebab di depan sana adalah area koperasi, tempat tujuan mereka saat ini. Bukan mereka sih, lebih sfesifiknya tujuannya Lala, Mutia hanya mau mengantarkan Lala saja.

Melihat keduanya yang menuju semakin dekat dengannya, Elfa sontak bersembunyi kembali, layaknya seekor cicak yang menjadi satu dengan dinding. Wajahnya tampak ketar-ketir panik, takut ketahuan Lala, kalau daritadi dia menguping pembicaraannya mereka.

Tapi untungnya saja Lala dan Mutia terus
saja berjalan menghadap ke depan, tanpa sekalipun menengok ke belakang, membuat mereka berdua tidak melihat keberadaannya Elfa yang bersembunyi. Elfa menghela nafas lega, dia masih bisa selamat hari ini.

Setelah kondusif, karena Lala dan Mutia telah jauh di depan sana, Elfa pun berkutik dari posisinya tadi. Bersedekap dada, Elfa melanjutkan perjalanannya yang berlawanan arah dengan Lala dan Mutia. Mencerna kembali obrolan Mutia dan Lala yang barusan dia dengar.

Tidak tahu mengapa, tetapi Elfa merasa begitu prihatin terhadap Mawar, gadis yang tidak tahu apa-apa namun harus terjerumus dalam siasat dan konspirasi jahatnya Lala. "Gila ya si Lala, cuma demi Andra dia sampai harus lakuin hal sekeji ini? Nggak waras!"

"Gue rasa otaknya udah berubah jadi
psikopat sejak dia mulai obsesi sama Andra. Kalau cinta kelewat bego ya gitu, deh. Segala cara dilakuin demi orang yang dia suka. Sick."
coletehnya menggibahi Lala diam-diam.

"Mawarr....semoga lo baik-baik aja. Gue bakalan selalu doain yang terbaik buat lo.
I'm so sorry, for all."

, . , .

Mawar Untuk Andra ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang