Part - 13

23 1 0
                                    

Sejak kemarin sore suasana di kantor perkebunan sudah terlihat berbagai kesibukan terutama di ruangan aula yang merupakan tempat sentral dari acara penyerahan beasiswa yang akan berlangsung dan pagi ini pemuda-pemuda di sekitar perkebunan tampak hilir-mudik dari pintu aula. Beberapa orang terlihat sedang menyempurnakan dekorasi panggung serta sebagian lainnya tengah melengkapi berbagai keperluan pendukung acara.

Sementara itu, di satu sudut di balik panggung, seorang Duta sedang mempersiapkan dirinya untuk tampil sempurna di hadapan pujaan hatinya; Raina. Hari ini ia ingin mempersembahkan penampilan yang terbaik. Bukan hanya terbaik di mata Raina tetapi lebih dari itu. Duta berharap, ia pun mampu mendapatkan hati Raina dengan utuh dan tanpa syarat.

"Tong ngalamun wae atuh Dut. Bisi kasambet!"

Deden, penabuh drum dalam grup band-nya, menepuk bahu Duta yang saat itu sedang terduduk diam dengan kedua tangan yang bertaut di antara kakinya.

"Kudu disembur heula sigana maneh Dut, biar cenghar!"

Reyhan, sang pemain bass, yang berada di samping Duta turut menimpali.

"Hahaha ...!" Tatang yang berdiri di sebelah Deden sekedar tertawa dan turut menepuk-nepuk bahu Duta.

Sedang Duta hanya mampu tersenyum kecut di tempatnya menanggapi candaan teman-temannya itu.

                                                                 ****                                                     

Tak berbeda jauh dari tempat lainnya,  tempat parkir di sekitar pabrik pun telah dipadati berbagai kendaraan dan sepeda motor. Demikian juga dengan suasana di dalam gedung yang  terlihat mulai ditempati tamu-tamu undangan yang bergantian datang satu persatu dari pintu aula.

......................

Waktu telah menunjukkan pukul 08.00 dan ruangan aula pun telah padat terisi. Kursi-kursi di deretan paling depan yang disediakan bagi jajaran dewan direksi dan petinggi instansi pemerintah sudah ditempati pemiliknya namun sosok pak Hasyim Indrawan belum terlihat menduduki kursi kehormatannya. 

Dan pada barisan kedua tampak beberapa pejabat desa serta kepala sekolah juga para pengajar yang mewakili sekolah setempat sudah duduk dengan manis. Sedang kursi selanjutnya sudah dipenuhi oleh ibu-ibu pengurus 'Dharma Wanita' dari kantor perkebunan. Tak terkecuali dengan barisan paling belakang bagi para pelajar berprestasi dan orang tuanya masing-masing sudah sempurna terisi.

Suara merdu seorang MC wanita yang menggema tiba-tiba di dalam ruangan dengan seketika menghentikan keriuhan. Aula pun mendadak senyap dalam sekejap. Sang pembawa acara kini terdengar memberikan salam penghormatan kepada pak Hasyim Indrawan beserta keluarga yang baru saja hadir dan segera mempersilahkannya untuk segera menempati kursi yang telah disediakan.

Dari pintu aula yang terbuka, Raina tampak berjalan mengiringi ayah dan ibunya dengan penampilan yang anggun dan menawan. Pagi itu ia mengenakan gaun terusan berwarna peach motif bunga-bunga sementara rambutnya yang kemerahan dibiarkan tergerai lepas di atas bahunya. Raina seakan menjelma bak gadis dewasa. Ia terlihat lebih matang dari usianya. Kecantikannya terpancar jelas meski tanpa riasan wajah.  Cantik dan bersahaja, jauh dari kesan mewah.

Duta yang mengintip Raina dari kejauhan semakin mabuk kepayang. Ia terpaku tak berkedip di tempatnya.

["Ya, Allah ... Maha Besar Engkau yang telah menciptakan makhluk sesempurna dia. Subhanallah ..."] Batin Duta dalam hatinya yang kian terpesona.

                                                         ****

Tepat pukul 08.15 acara pun dimulai. Pidato sambutan sebagai pembuka acara diawali oleh pak Hasyim Indrawan selaku administratur kemudian disusul dengan sambutan singkat dari pejabat daerah terkait serta ditutup oleh pihak sekolah kemudian acara dilanjutkan dengan penyerahan beasiswa yang merupakan puncak dari keseluruhan acara pagi itu.

Melaui pengeras suara yang menggema sang MC  mulai memanggil satu persatu siswa-siswi berprestasi itu ke atas panggung. Mereka tampak bergiliran turun-naik ke atas panggung untuk mendapatkan bingkisan berupa perlengkapan alat-alat tulis dan tas sekolah serta sejumlah uang yang terselip di dalam sebuah amplop.

Tibalah saatnya bagi Duta menaiki panggung yang disertai pemberitahuan dari pembawa acara tentang prestasi yang sudah diraihnya selama ini . Tak ayal, decak kagum dan riuh tepuk tangan dari para hadirin seketika dilesatkan kepadanya dan hampir semua mata tertuju pada Duta. Termasuk Raina. 

Ada rasa bangga yang turut mengalir ke dalam hati Raina. Tatapan mata, senyuman dan tepuk tangan Raina turut mengiringi langkah Duta yang tengah menuruni panggung. Dan saat itu sepasang mata Duta tertangkap mencuri-curi pandang ke arah kursi Raina. Untuk sejenak mata mereka pun beradu pandang. Meski singkat namun melekat hingga mampu merekatkan hati mereka kian saling terikat.

Selang beberapa waktu kemudian nama Duta kembali dipanggil untuk hadir di atas panggung namun kali ini penampilannya ditemani oleh beberapa anggota grup band yang tak lain adalah teman-teman sekolahnya sendiri. Dan Tatang sang pemain organ,  merupakan sahabat masa kecil Duta dulu yang menemaninya tumbuh dan berkembang hingga bisa menjadi seperti sekarang ini.

Dengan suaranya yang khas Duta mulai menghembuskan melodi bernada cinta dari atas panggung. Lantunan syair-syair indah dari bibir Duta sontak saja membius semua yang hadir. Duta seolah tengah mengungkapkan rahasia yang terdalam dari bilik hatinya. Sedang tatapannya tertuju pada Raina. Mereka bertukar pandang.

["Aku kini percaya, cinta datang dari tatapan mata lalu turun dan jatuh ke hati."] Raina berbisik dalam hati untuk meyakini perasaannya

'Roman Picisan' dari grup band Dewa 19 saat itu kembali berkumandang di dalam aula. Meski Raina telah begitu hafal setiap baitnya dan pernah mendengarkan suara Duta pada sesi latihan tempo hari namun hari ini tetap saja penampilan Duta begitu istimewa baginya.

...............

Tatap matamu bagai busur panah

Yang kau lepaskan ke jantung hatiku

Meski kau simpan cintamu masih

Tetap nafasku wangi hiasi suasana

Saat kukecup manis bibirmu


Cintaku tak harus, miliki dirimu

Meski perih mengiris-iris segala janji


Aku berdansa di ujung gelisah

Diiringi syahdu lembut lakumu

Kau sebar benih anggun jiwamu

Namun kau tiada menuai buah cintaku

Yang ada hanya sekuntum rindu

...............


                                                                              ~ oOo ~

                                                                              ~ oOo ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang