Pagi itu, Ujang tampak sedang membersihkan mobil pribadi pak Hasyim Indrawan dengan sebuah kemoceng di halaman rumah oma Popon. Sedan warna hitam – berlogo tiga sudut yang menyerupai bintang – tipe Boxer W124 – 300 E itu terlihat elegan dan menunjukkan kelas pemiliknya.
.............
"Ayo, non ... udah siap kan?"
Bu Hasyim melongokkan kepalanya ke dalam kamar Raina yang setengah terbuka.
"Udah mi. Bentar Noni ke kamar mandi dulu."
"Ya udah, mami sama papi tunggu di depan ya."
"Ya ...."
Hari Sabtu itu Raina dan kedua orang tuanya sedang bersiap untuk menghadiri sebuah acara pernikahan salah seorangi kolega pak Hasyim Indrawan, ayah Raina.
"Yang mau nikahan itu siapa, Al?"
Tanya oma Popon pada nyonya Hasyim yang saat itu tengah merapikan sedikit dandanannya di depan kaca ruang tamu.
"Itu loh mam, putri pertamanya pak Adipati Sanjaya ... administratur perkebunan Rancabali."
"Oooo yang tempo hari pernah ke sini sama istrinya yang cantik itu kan?"
"Iyyaaa itu."
"Mi, apa Noni udah siap?"
Tanya Pak Hasyim menyela seraya melihat arloji – berlogo crown – yang ada di pergelangan tangan kanannya.
"Udah, pi. Katanya mau ke kamar mandi dulu."
"Oooo ... Ya sudah, papi tunggu di mobil. Mam, kita berangkat dulu ya."
Ujar pak Hasim pada oma Popon yang tengah duduk – memperhatikan bu Hasyim – di sebuah sofa kulit berwarna cokelat kopi.
"Iya, hati-hati ya, Wan ..." Balas oma Popon.
Pak Hasyim pun berpamitan pada oma Popon lalu beranjak dan berlalu menuju halaman.
Tak berapa lama Raina muncul dengan penampilan yang sangat memukau. Mengenakan gaun terusan motif bunga-bunga yang didominasi warna orange dan gaya rambut yang di gulung ke atas membuat Raina tampil seperti putri-putri dalam fairy tales.
"Papi mana mi?"
Tanya Raina ketika dirinya tak mendapati pak Hasyim di ruang tamu.
"Udah nunggu di mobil. Ayo deh kita berangkat, nanti telat. Aku pergi dulu ya, mam."
Ujar Bu Hasyim lalu segera meraih tas pesta berwarna gold dari atas meja.
"Aduuhh cucu oma cantik sekali. Hati-hati jalannya ya, non ..."
"Iya oma. Noni tinggal dulu ya ..."
Ujar Raina seraya mencium pipi oma Popon dan bergegas mengikuti bu Hasyim yang sudang meninggalkan ruangan.
****
Kendaraan pak Hasyim yang dikemudikan oleh Ujang itu pun kini telah meninggalkan kompleks perumahan elit di daerah Setrasari lalu mengarah turun memasuki kawasan jalan Dr. Setiabudi. Keadaan lalu lintas saat itu terlihat cukup padat.
"Mudah-mudahan gak macet ya, Jang."
Ujar pak Hasyim – yang duduk di samping jok sopir – di tengah keheningan.
"Iya, gan ...tapi kalau hari sabtu begini mah biasanya rame."
Sahut Ujang dengan pandangan yang tetap tertuju ke depan memperhatikan lajur kendaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halimun 1992
Romance"Jika anak pak mandor Arkan masih bersikeras untuk melanjutkan hubungan dengan anak saya Raina, pilihannya hanya ada dua. Beasiswanya dihentikan atau pak mandor dipindah tugaskan dan diturunkan jabatannya!" Suara bu Hasyim menggelegar bak petir yan...