Part - 37

54 4 0
                                    

Ciwidey, 9 Maret 2012.

Masa lalu tidak akan pernah menjadi pemenang

Sebab jika ia menang,

Ia tidak akan pernah menjadi masa lalu.

.............

"Jadi, itu alasan akang menghilang dan tak pernah memberiku kabar?"

Raina menatap Duta yang duduk tepat di hadapannya.

"Maafkan akang, Ray. Saai itu, akang masih delapanbelas tahun. Akang gak tau harus berbuat apa?" Ujar Duta mencoba membela diri dan membalas tatapan Raina.

"Lalu, bagaimana dengan aku, kang? Gadis empatbelas tahun yang akang tinggalkan tanpa kabar itu, kang? Gadis itu menanti dengan harapan selama bertahun-tahun!"

Suara Raina bergetar dan kedua bola mata indahnya mulai berkaca-kaca.

"Sekali lagi maafkan akang. Akang tidak bermaksud menyakiti perasaanmu, Ray."

Duta berusaha meraih jemari Raina yang bertumpu di atas meja.

"Tapi kenyataannya, akang sudah melakukannya ...." Suara Raina Parau.

Raina menarik kedua tangannya dari atas meja dan menyembunyikan jemarinya di atas pangkuannya.

Siang itu, Raina dan Duta tengah berada di sebuah restoran yang berada di Ciwidey. Mereka duduk berhadapan di area out door yang terletak di samping restoran. Kendaraan Raina tampak terparkir tak jauh dari tempat Raina dan Duta. Sementara Ujang memperhatikan keduanya dari balik kemudi.

"Akang tau, kamu masih menyimpan amarah sama akang sampai saat ini. Akang juga tau, kamu gak mungkin akan memaafkan akang, Ray .... Tapi, setidaknya misteri masa lalu kita yang menjadi pertanyaan kamu selama ini, pada hari ini sudah terjawab."

Sambung Duta yang kini terlihat berdiri dengan kedua tangan yang bertumpu pada pagar pembatas yang terbuat dari kayu itu. Tubuhnya membelakangi Raina. Sedang tatapannya terbuang ke halaman restoran yang memiliki view menghadap langsung ke pegunungan. Sementara itu Ujang masih memperhatikan Duta dan Raina dari kejauhan. Mereka hanya terhalang oleh pepohonan di halaman parkiran.

Bayang-bayang peristiwa duapuluh tahun lalu itu kembali menari-nari di dalam benak Duta. Ternyata waktu tak mampu mengubur rasa rindunya pada Raina. Ia seperti tengah membuka lagi kisah percintaan era 90-an yang di baca ulang pada zaman milenial. Serupa cinta Rama kepada Dewi Shinta atau pengorbanan Qais kepada Layla. Dan hari ini ia menyeret Raina untuk turut kembali menerobos mesin waktu bersamanya.

Cinta pula yang saat ini membawa langkah Duta untuk kembali menemui Raina. Dan pertemuannya dengan Raina merupakan satu upaya untuk memerdekakan hatinya dari beban misteri masa lalu yang tak terselesaikan. Meski bukan untuk mengulang kisah lama namun setidaknya ia bisa menjumpai rindu dengan seharusnya. Lalu belajar berkompromi dengan hati nuraninya untuk menempatkan cinta sebagaimana mestinya.

                                                                    ****

"Lalu, apa yang akang tawarkan dari pertemuan ini? Akang tau ... semua ini adalah pintu gerbang yang akan menciptakan luka baru di atas luka masa lalu. Dan itu akan terbawa hingga ke masa depan." Suara Raina kini terdengar lirih.

Tangannya terlipat di dada dan bertumpu di atas meja. Mata indahnya kini menggenang dan menatap Duta dengan sorot tajam. Raina membiarkan air matanya luruh dan terjatuh menyusuri pipinya yang putih mulus di usianya yang telah memasuki tigapuluhan itu.

"Aku tau Ray. Apa yang sudah terjadi di masa lalu tidak akan merubah apapun di masa sekarang ini ... tetapi setidaknya kita tidak membawanya menjadi beban di masa depan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang