Part - 23

18 2 0
                                    

Duta melangkah tegap memasuki gerbang kampusnya pagi itu. Tempat bergengsi yang selama ini hanya ia dengar dari cerita orang dan dilihatnya dari surat kabar. Gedung ITB yang tinggi menjulang dihadapan matanya itu membuat kepercayaan dirinya tumbuh lagi.

Tiang-tiang kokoh berbentuk silinder yang berhiaskan batu alam tampak berbaris rapi membentuk sebuah lorong yang menonjolkan kesan unik. Sentuhan arsitektur 'Indisch' yang merupakan perpaduan langgam arsitektur tradisional nusantara dan teknik konstruksi modern itu telah berhasil mewakili identitas dari keseluruhan bangunannya. Pepohonan besar yang tumbuh di sekitar halaman kampus menambah penampilannya semakin berkharisma.

Pandangan Duta kini tertambat pada patung 'Ganesha' yang menjadi simbol kebanggaan kampus ITB itu. Sebuah patung yang melambangkan kerelaan berkorban dalam menuntut kemajuan ilmu pengetahuan. Rasanya ia masih tak percaya bisa memandang dari dekat gambaran dari anak Dewa Shiwa ini. Tidak semua orang bisa memiliki kesempatan menuntut ilmu di tempat ini dan ia berbangga diri menjadi salah satunya. Boleh dikatakan kampus ini adalah impian banyak orang termasuk dirinya. Fakultas Teknik Kimia Murni adalah cita-citanya.

Kehampaan, kesakitan dan kepedihan yang membelenggunya selama ini seakan terbayar lunas pada hari ini. Janji pada ayah dan ibunya telah ia tunaikan. Meskipun masih ada tali pengikat yang belum dapat ia lepaskan. Saat ini kakinya masih terpasung. Masa depannya masih berada di bawah bayang-bayang juragan Hasyim Indrawan yang notabene sebagai salah satu penyokong dirinya untuk bisa melanjutkan kuliah di tempat ini. Dengan begitu cintanya terhadap Raina pun masih tergadai. Beasiswa yang ia dapatkan dari kantor perkebunan selama ini menjadikan dirinya, ibu serta ayahnya harus merangkak di bawah alas kaki orang tua Raina. Cinta dan masa depannya telah terbelenggu di tangan sang penguasa.

Ia harus berusaha lebih keras lagi. Tugasnya belum selesai. Ia bertekad untuk mendapatkan beasiswa dari jalur yang lain agar ia dan kedua orang tuanya dapat membebaskan diri dari tekanan nyonya Hasyim. Semangat Duta kali ini sama kuatnya dengan keinginannya untuk mendapatkan Raina kembali ke dalam genggamannya. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Betapapun saat ini cinta dan cita-citanya tak sejalan namun cinta telah memberinya pelajaran bahwa tidak boleh ada yang dikorbankan demi cinta; harga diri dan martabat orang tuanya. Sebab ia meyakini restu dan doa orang tuanya adalah jembatan untuknya dalam meraih mimpi masa depannya serta pintu terdekatnya menuju surga. Ridho orang tua adalah ridho Allah dan murka orang tua adalah murka Allah.

                                                         ****

Hari-hari yang dulu dirasakannya terasa panjang kini mulai terisi dengan adanya berbagai kegiatan perkuliahan yang sangat padat. Tak ada lagi celah baginya untuk bermuram durja karena luka yang diberikan cinta. Cinta yang telah melemparkannya dari arena impian tanpa belas kasihan. Kelamnya malam pun tak lagi membuatnya pilu dikarenakan menanggung beban rindu. Malam-malamnya kini nyaris tersita oleh tumpukan tugas yang harus ia kerjakan hingga pagi hampir menjelang. Memang tak bisa dipungkiri sesekali rindu datang menghampirinya. Namun untuk sementara Duta memilih untuk menyimpannya rapat-rapat di ruang istimewa nan rahasia dalam hatinya.

Duta bukannya tidak bisa menjumpai Raina atau sengaja mengatur pertemuan dengannya. Duta bahkan bisa menculik Raina dari tempatya bersekolah dan membawa Raina ke mana saja. Tetapi rasa cintanya pada Raina jauh lebih besar dari sekedar merayakan satu-dua kali perjumpaan. Cinta miliknya mampu mengalahkan khayalan-khayalan sadis yang terkadang sewaktu-waktu datang dalam benaknya tanpa diundang.

Yang pasti, saat ini ia benar-benar bangga pada Raina yang sudah banyak berubah. Ia sudah tampil lebih dewasa dan tak lagi terbungkus dalam kemasan sosok gadis manja yang pernah ia kenal dulu. Ia lebih memilih menepi dari kehidupan Raina tak lain adalah untuk memberikannya banyak kesempatan dalam menentukkan pilihan masa depan yang lebih baik.

Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang