Part - 26

13 2 0
                                    

Jakarta, 1998

Gedung Wisma Tugu II - Lt 9

Jl. Rasuna Said, Kav C7-9, Setiabudi

Kuningan – Jakarta Selatan.

................

Tok-Tok-Tok

Suara ketukan di pintu sebuah ruangan terdengar memecah keheningan.

"Ya, masuk ..."

Tak lama terdengar pula suara seorang pria yang menjawab dari balik ruangan.

Lalu pintu terbuka perlahan diiringi suara ketukan sepatu pantofel yang berjalan menghampiri sebuah meja kerja di ujung ruangan dengan posisi kursi yang membelakangi pintu.

"Selamat pagi, pak. Maaf mengganggu ..."

Seorang wanita cantik usia duapuluhan terlihat berdiri di depan meja yang bertuliskan executive manager dengan menenteng sebuah map di tangannya.

"Pagi, ... Silahkan duduk Mey."

Laki-laki yang duduk dibalik meja itu pun memutar kursinya 180 derajat dari depan jendela. Wajah Duta kini terlihat jelas. Duta tampak gagah dalam balutan jas berwarna smokey grey. Penampilannya begitu berbeda. Lebih menawan dan berkelas.

"Terimakasih pak. Ada berkas yang harus segera bapak tanda tangani."

Ujar Meitha, sekretaris Duta sambil menyerahkan map berwarna merah ke hadapan Duta dari tempat duduknya.

"Ok ..."

Jawab Duta singkat seraya meraih pulpen silver dari ujung meja lalu membubuhkan tanda tangannya di beberapa halaman.

"Oya, apakah hari ini saya punya jadwal keluar kantor?"

Tanya Duta lalu menyerahkan map yang baru saja ia tanda tangan ke hadapan wanita manis yang berada di depannya ini.

"Iya ada, pak. Pukul sebelas siang ini. Ada undangan makan siang dari pak Antonio di hotel Liberty, Kemang."

Jelas Meitha sambil melihat note book yang baru saja ia keluarkan dari saku blazer hitamnya.

"Pak Antonio dari PT. Petrokimia Nusantara kah?"

Tanya Duta dengan dahi berkerut.

"Iya betul. Pak Antonio Subrata."

"Ok, tolong siapkan saja berkas-berkasnya untuk saya meeting nanti siang ya."

Duta tampak bersandar dengan kedua tangan yang bertumpu pada lengan kursi executive-nya.

"Baik pak. Kalau begitu, saya permisi ..."

"Ya, ya ... Silahkan."

Duta mempersilahkan Meitha untuk meninggalkan ruangannya dengan mengangkat tangan kanannya ke arah pintu.

                                                    ****

Duta Bagaskara anak desa dari kampung Ciwidey itu kini telah menjelma menjadi seorang executive manager di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang kilang dan petrokimia yang merupakan subholding dari perusahaan milik negara yang berkecimpung dalam pengelolaan minyak dan gas. 

Duta baru beberapa bulan diterima bekerja di tempat ini dan langsung menduduki posisi penting. Lebih tepatnya Duta diminta untuk bekerja di perusahaan ini. Lulusan ITB dengan predikat Cumlaude dan nilai IPK ( Indeks Prestasi Kumulatif) 3,79 membuat Duta menjadi rebutan beberapa perusahaan ternama saat itu namun Duta menjatuhkan pilihannya pada perusahaan ini.

................

Sepeninggal Meitha, Duta beranjak ke depan jendela kaca yang berada di samping meja kerjanya lalu berdiri di sana. Sedang kedua tangannya bersembunyi dibalik celana pantalonnya. Dari ketinggian lantai 9, tatapannya terlempar ke bawah memperhatikan kendaraan yang lalu-lalang di sekitar gedung.

Perbincangannya dengan Ujang melalui sambungan telepon beberapa hari lalu membuat Duta tak dapat melepaskan bayang-bayang Raina dari benaknya. Gadis cantik bertampang indo yang masih bertahta dalam hatinya hingga saat ini. Cinta pertamanya saat masih remaja dulu.

["Iya, Dut ... Alhamdulillah, non Raina teh diterima di ITB."]

["Owh, gitu ... Alhamdulillah atuh ya kang. Saya ikut seneng dengernya. Fakultas apa kang?"]

["Naon nya, da interior-interior kitu lah. Tapi, ... Sampai hari ini, si enon teh keliatannya mah gak bisa ngelupain kamu, Dut."]

["Oooo desain interior. Masa kang? Tau dari mana kalau Noni gak bisa ngelupain saya?"]

["Tah eta. Eh, apal atuh ... Pan si enon suka curhat sama si Neneng. Terus suka nanya-nanya soal kamu sama akang."]

["Apa menurut kang Ujang ... Noni benci sama saya enggak ya, kang?"]

["Hehehe ... Benci tapi rindu meureun!"]

["Hahaha ... Kang Ujang mah bisa aja."]

Selama ini Duta tidak pernah kehilangan informasi tentang Raina. Segala hal yang ingin ia ketahui soal keadaan Raina selalu didapatkannya dari Ujang. Termasuk tentang Rega. Laki-laki yang digadang-gadang bakal dijodohkan dengan Raina oleh bu Hasyim.

Entah, tiba-tiba saja ada gemuruh rasa yang mencoba mendatanginya. Mungkinkah rasa cemburu? Duta tampak menarik nafas panjang dan segera tersadar bahwa saat ini dirinya tak berhak sama sekali untuk cemburu pada Raina. 


                                                                       ~ oOo ~. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang