Part - 15

20 1 0
                                    

Sore itu langit Ciwidey mendadak redup. Matahari yang bersinar cerah sejak pagi tiba-tiba bersembunyi di balik hamparan awan berwarna kelabu. Alam semesta seolah turut berduka dengan kepergian Raina.

.............

Raina tampak duduk di bangku tengah dengan pandangan yang terbuang keluar jendela. Begitu pula dengan Neneng yang berada di sebelahnya, tak jauh berbeda. Ia terlihat asik menikmati pemandangan di sepanjang jalan yang mereka lewati.

"Non, ada titipan pesan dari Duta. Katanya dia nunggu di belokan depan." Suara Ujang tiba-tiba memecah kesunyian.

"Oya? Belokan depan mana, mang?" Tanya Raina mendadak cerah.

"Tuh, orangnya udah keliatan ..." Lanjut Ujang sambil memberi tanda dengan gerakan kepalanya.

Raina pun mengikuti petunjuk Ujang dengan mengedarkan pandangannya dari jendela di sampingnya. Dari kejauhan, Raina melihat Duta sedang duduk di atas motor classic-nya dengan posisi melipat sebelah kaki.

"Oooo iya mang. Itu dia." Raina menunjuk Duta sambil tersenyum ceria.

"Non, maaf ya ... Kalau bisa mah, ngobrolnya jangan lama-lama. Takut ada yang lapor sama juragan." Ujar Neneng mewanti-wanti.

"Iya Neng. Aku gak bakalan turun juga kok." Jawab Raina dan tak melepaskan pandangannya dari Duta.

"Iya non .... Nanti mang Ujang sama Neneng yang kena semprot nyonya." Tambah Ujang mengingatkan.

"Iya, iyaaa .... Aku tau." Ujar Raina seraya membuka kaca jendela.

Ujang pun menghentikan kendaraan yang dikemudikannya persis di samping motor Duta.

"Ray ..." Sapa Duta yang langsung menghampiri Raina.

"Hey ...." Sapa Raina ketika Duta telah berdiri di depan jendela.

"Jadi pulang hari ini? Kapan kita ketemu lagi, Ray?" Duta menatap Raina dalam.

"Iya, aku pulang dulu ya. Belum tau. Nanti aku kabari kalo aku mau ke sini."

"Oya, ini ada surat buat kamu .... Tapi dibacanya nanti aja kalau kamu udah sampai Bandung ya."

"Ok. Mmmm nanti balasannya aku kirim minggu depan ya lewat mang Ujang. Mami sama papi minggu depan mau ke Bandung."

"Ok ... Aku tunggu ya." Duta tersenyum penuh harapan.

"Ayo non ... takut kesorean." Sela Ujang sambil menyalakan mesin.

"Kang, titip ya!" Seru Duta seraya melongokkan sedikit kepalanya ke arah jendela.

"Hehehe siap, pren!" Balas Ujang dari balik kemudi.

"Hati-hati ya Ray." Duta kini beralih pada Raina.

"Iya, kamu juga ya Dudut..." Ujar Raina tersenyum lebar,

Duta tampak meringis bercampur tawa mendengar panggilan Raina untuknya namun tak urung ia pun melambaikan tangan ketika kendaraan yang ditumpangi Raina mulai melaju perlahan.

"Daaagh ..." Raina melambaikan tangan pada Duta dengan kepala yang terjulur keluar jendela.

Dan Duta hanya mampu mengantar kepergian Raina dengan tatapan sayu. Rasanya seperti ada separuh hatinya yang turut pergi bersama Raina. Entah kapan ia akan kembali utuh. Yang Duta tahu, saat ini dirinya sangat mengharapkan pertemuan kembali dengan Raina, secepatnya.

                                                         ****

"Dari mana, kasep? Ibu teh cari-cari dari tadi ...."

Halimun 1992Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang