"Maaf bu ... sekarang ini bukan lagi jaman Siti Nurbaya. Duta bisa cari jodoh sendiri. Duta sudah dewasa, bu."
"Ibu sama bapak hanya ingin kamu teh mendapatkan jodoh yang terbaik, kasep."
Siang itu, Duta tengah berada di Ciwidey. Orang tuanya sengaja memintanya untuk pulang dengan alasan ada hal penting yang akan dibicarakan. Tenyata soal perjodohan? Andai dirinya tahu sejak awal, mungkin saat ini ia lah yang akan memberikan alasan.
"Sekarang ini adalah pembuktian untuk Duta, bu ..."
"Pembuktian? Pembuktian sama siapa atuh?"
Bu Arkan menatap Duta tak mengerti.
"Pembuktian sama keluarga Hasyim Indrawan, bahwa Duta Bagaskara yang sekarang layak untuk diterima menjadi menantunya!"
Suara Duta bergetar. Kedua tangannya mengepal.
"Hah, naon? Jadi kamu teh masih berhubungan sama si Noni, kitu?"
Tanya bu Arkan seakan disambar halilintar. Wajahnya langsung berubah penuh amarah.
"Selama ini, Duta sudah tidak pernah bertemu atau menghubungi Raina lagi, bu."
"Nya, kunaon atuh ... tiba-tiba sekarang kamu teh ngomong kayak gitu?"
"Karna sekarang, Duta sudah berhasil mewujudkan cita-cita Duta, bu."
Pak Arkan yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia, kini terlihat mulai membuka suara. Wajahnya mendadak berubah tegang.
"Duta kasep ... dengarkan bapak. Meski sudah bertahun-tahun berlalu dari kejadian itu, tapi kata-kata dan perlakuan nyonya Hasyim Indrawan pada keluarga kita, akan bapak ingat sampai bapak mati!"
Mandor Arkan pun tampak meninggalkan ruang keluarga lalu bergegas keluar pintu rumahnya yang sederhana kemudian menyela motornya dan melesat dengan gusar. Motor hitam jenis matic hadiah dari Duta itu kini menghilang di perempatan jalan.
Kepergian mandor Arkan meninggalkan Duta dan ibunya yang masih berada dalam situasi panas. Terlihat dengan jelas kedua mata bu Arkan kini berkaca-kaca.
"Kamu lihat sendiri kan sekarang? Bagaimana terlukanya hati bapak atas perlakuan nyonya Hasyim selama ini?"
"Duta tau bu ... tapi mohon maaf bu, Duta juga ingin mengejar kebahagiaan Duta." Suara Duta terdengar sendu. Air matanya menggenang.
Saat itu, kepala Duta telah berada dalam kehangatan kedua tangan ibunya. Duta seakan ingin melepaskan seluruh perasaannya dalam pangkuan bu Arkan. Tak ada lagi yang dapat menenangkan dirinya saat ini selain dekapan dan belaian lembut wanita yang ia sebut ibu ini.
"Ibu mengerti perasaanmu kasep ... maafkan ibu dan bapak, tapi sampai kapanpun sepertinya mustahil jika bapak merestui hubunganmu dengan non Raina. Lagi pula, bapak sudah terlanjur menemui kang Darso, sahabat bapak di Sumedang dan melamar putrinya buat kamu ..."
Bu Arkan mengusap-ngusap rambut Duta penuh kasih di antara air matanya yang masih luruh satu-satu. Mendengar kata-kata ibunya, sontak saja membuat Duta terperanjat dan mengangkat kepalanya.
"Apa bu, melamar anaknya wa Darso?" Mata Duta membulat.
"Iya ..." Bu Arkan mengangkuk dengan tatapan bersalah.
"Ya, Allah ...bu. Bagaimana mungkin Duta menikah tanpa cinta?"
Duta menutup wajah dengan kedua tangan yang bertumpu pada lututnya.
"Maafkan ibu dan bapak ..." Suara bu Arkan tercekat.
Sedang tangannya membelai punggung Duta yang kini tampak berguncang karena menahan tangis yang tertahan.
![](https://img.wattpad.com/cover/342488567-288-k141803.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Halimun 1992
Romance"Jika anak pak mandor Arkan masih bersikeras untuk melanjutkan hubungan dengan anak saya Raina, pilihannya hanya ada dua. Beasiswanya dihentikan atau pak mandor dipindah tugaskan dan diturunkan jabatannya!" Suara bu Hasyim menggelegar bak petir yan...